Sabtu, 14 November 2009

Dua Pingsan, Satu Babak Belur
Mahasiswa Undana Tawuran
KUPANG, Timex- Kamis (12/11) kemarin kampus Univeritas Nusa Cendana (Undana) Kupang bergolak. Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknik (FST) menyerang mahasiswa Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP).
Akibatnya, seorang mahasiswa FKIP yang belum diketahui identitasnya babak belur dan mendapatkan perawatan. Sementara dua mahasiswi lainnya dikabarkan pingsan saat terjadi aksi penyerangan tersebut.

Informasi yang berhasil dihimpun Timor Express, siang kemarin di kampus FKIP Undana, menyebutkan aksi tawuran terjadi saat puluhan mahasiswa FST datang menggunakan sepeda motor dan langsung mengeroyok membabi buta beberapa mahasiswa FKIP yang saat itu sedang duduk di halaman.

Tidak terima dengan perlakuan mahasiswa FST tersebut, mahasiswa FKIP pun balik menyerang. Namun, serangan balik yang dilakukan itu setelah mahasiswa FST kabur dengan sepeda motor. "Mahasiswa FKIP baru bereaksi ketika mahasiwa FST sudah kabur," kata saksi mata yang enggan untuk dikorankan namanya tersebut.

Sementara itu, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKIP Undana, Decky Fanggidae yang ditemui wartawan, usai aksi tawuran tersebut, mengatakan sampai saat ini pihak BEM belum mengetahui secara pasti modus dan pemicu aksi tersebut.

Pembantu Rektor III Undana Kupang, Dr. Os Eoh, SH., MS, kepada Timor Express, mengatakan pihak rektorat Undana akan segera mencari tahu pemicu serta para pelaku aksi tersebut. Os Eoh mengaku saat kejadian kemarin belum mengetahui kalau ada yang menjadi korban dari aksi tawuran tersebut.

Sementara itu, Kapolsekta Kelapa Lima, IPTU Haryo Basuki yang ditemui di TKP, mengatakan pihaknya saat ini masih melakukan penyelidikan terkait kasus tawuran tersebut. "Kami masih lidik dan sampai saat ini belum tahu pelakunya," ungkap Haryo. (mg-7)
DIKUTIP DARI TIMOR EXPRESS EDISI 14 NOVEMBER 2009

MENANTI PAHLAWAN KESEHATAN DI GERBANG UNDANA

Menjalani kehidupan yang berliku-liku di Flobamora ini, kita semua pasti pernah menderita sakit, baik karena celaka, virus, kuman atau penyebab lainnya. Ketika sakit, orang tentu akan berusaha mencari pertolongan atau pengobatan di dukun, bidan, mantri, dokter bahkan Tuhan. Kalau keuangan orang sakit sedikit mendukung, selain berdoa, juga memeriksa penyakitnya di tenaga medis dan mendapat pengobatan. Orang yang memiliki banyak uang, ketika sakit jangankan membeli obat yang mahal di apotik, mencarter pesawat untuk berobat ke luar negeri pun jadi. Sementara itu, mereka yang masih berpikiran primitiv ditambah dengan keuangan yang tidak cukup, ketika sakit, dukun bisa menjadi alternativ. Kalau orang sakit itu orang beriman, mungkin hanya pasrah menanti pertolongan atau panggilan Tuhan.
Kaum ekonomi lemah akhir-akhir ini mulai mendapat perhatian dari pemerintah hingga penderitaan mereka tidak terlalu berat. Selain itu, sudah banyak sosialisasi sampai di pelosok-pelosok daerah agar ketika sakit, segera memeriksakan kesehatan di petugas kesehatan sehingga mendapat pengobatan.
Sekalipun demikian, masih ada beberapa ‘kuman’ yang menjadi batu sandungan bagi yang sakit yaitu kekurangan sarana dan prasaran kesehatan serta kekurangan tenaga medis dan non medis. Salah satu tenaga medis yang masih kurang di NTT yaitu dokter umum. Seperti yang disiarkan Pusdalin IDI pada Agustus 2007, NTT kekurangan tenaga dokter umum dan dokter gigi dari total 1.572 orang. Sementara itu, menurut data Dinas Kesehatan NTT tahun 2007, rasio tenaga kesehatan di NTT 12,16: 100.000 sedangkan rasio nasionalnya 40:100.000 (www.nttprov.go.id).
Semoga saja dalam rentang waktu 2007-2009 kekurangan itu sudah ditutupi. Namun apa dikata, sampai 2009 terdapat 19 kabupaten yang masih ada kekurangan dokter umum (Pos Kupang, 8 Juli 2009) misalnya RSU Atambua yang bertipe C ini kekurangan 7 orang dokter umum (Pos Kupang, 10 Oktober 2009).
Kekurangan dokter di NTT memperparah lagi masalah kesehatan dengan pelayanannya yang tidak maksimal. Kritikan pedas dari YLKI kepada pihak RSU W.Z. Yonanez Kupang pada awal 2009 merupakan buktinya. Menurut pihak YLKI, pasien sulit dilayani dokter umum atau dokter alhi karena dokter bersangkutan sudah kelelahan mengabdi di tempat praktik. Ada juga dokter yang menjadi rektor atau staf pengajar (http://www.timorexpress.com/). Hal yang sama juga terjadi di RSUD T.C. Hillers Maumere, yang mana dalam sebuah survey terbukti bahwa ketidakhadiran dokter di tempat kerja berada di urutan ketiga (NTT Online, 28 Juli 2009). Di samping kinerja yang belum maksimal, ada dokter di NTT yang diduga melakukan mal praktik. Semoga dugaan itu tidaklah benar agar tidak memperbanyak daftar mal praktik. Menurut Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) ada 60%-65% kasus mal praktik yang bersumber dari dokter (Kompas, 2 Agustus 2009).
Masalah kesehatan--kekurangan dokter serta keburukan kinerja dokter di NTT mendapat embun sejuk dalam kegerahan ketika Universitas Nusa Cendana Kupang membuka Fakultas Kedokteran pada tahun akademik 2008/2009 berdasarkan SK Dirjen Dikti No. 2122/D/T/2008. Sekalipun biaya kuliahnya mencapai 20-an juta namun keberadaan Fakultas Kedokteran ini dapat meringankan beban masyarakat NTT dalam hal kesehatan, apalagi para mahasiswa Fakultas Kedokteran Undana adalah putra-putri Flobamora sehingga setelah tamat mereka dapat mengabdi di daerah sendiri. Kualitas outputnya juga tidak dapat diragukan karena berasal dari Perguruan Tinggi negeri dengan pengajar yang professional dan didukung sarana yang cukup.
Dalam perjalanan Fakultas Kedokteran Undana, semoga saja sarana dan prasarana serta tenaga pengajar tidak menjadi sebuah kendala untuk mencetak dokter yang humanis dan berkompeten. Gedung Fakultas Kedokteran yang sementara dibangun semoga cepat rampung dan dibangun fasilitas pendukung lain lagi. Begitu pula para pengajar yang adalah dokter tidak mengorbankan pelayanan kepada pasien di rumah sakit atau terjebak dalam sebuah dilema.
Satu hal yang penting untuk diperhatikan adalah persiapan para calon dokter. Sudahkah menyiapkan ilmu dan keahlian atau keterampilan yang cukup untuk menjadi seorang dokter? Jangan sampai nantinya menjadi pelaku ‘salah sayat atau salah suntik’ (baca: mal praktik). Hal lain yang patut dipertanyakan dalam hati oleh para mahasiswa Fakultas Kedokteran yang nantinya menjadi dokter yaitu untuk apa saya kuliah di Fakultas Kedokteran? Apa yang akan saya buat ketika menjadi seorang dokter di Flobamora tercinta ini? Sangat fatal jika kuliah di fakultas dengan biaya mahal itu jika hanya karena kemampuan ekonomi belaka. Impian ke depan juga harus sudah terbayang dari sekarang. Apakah setelah menjadi dokter ingin mengabdi di pusat kota yang dicukupi dengan berbagai fasilitas lalu membuka tempat praktik untuk menambah uang saku? Apakah setelah menjadi dokter akan melayani masyarakat di pedalaman dan di tempat dengan fasilitas yang serba terbatas?
Keadaan NTT yang masih minim fasilitas kesehatannya, angka kemiskinan yang masih tinggi, tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah, kepercayaan masyarakat yang masih kuat tentang hal magic atau gaib dalam urusan kesehatan serta kearifan lokal yang dapat mendukung terciptanya hidup sehat kiranya menjadi referensi berarti dalam mempersiapkan diri menjadi seorang dokter atau dalam menghasilkan tenaga dokter.
Kisah John Manangsang, seorang putra Papua yang bertugas sebagai dokter di pedalaman Boven Digul, Merauke (1990-1992) dengan fasiltitas kesehatan yang tidak memadai dan ditantang kepercayaan masyarakat terhadap magis, dalam bukunya Papua, Sebuah Fakta dan Tragedi Anak Bangsa, kiranya sudah dibaca oleh para calon dokter di Fakultas Kedokteran Undana dan dijadikan sebagai inspirator ketika mengabdi di NTT. Sekalipun fasilitas kesehatan minim namun utamakanlah kemanusiaan. Sekalipun dirongrong oleh hal yang irasional namun pertahankanlah idealisme.
Wahai, para mahasiswa Fakultas Kedokteran Undana, dalam Hari Pahlawan pada 10 November dan Hari Kesehatan Nasional pada 12 November, bangkitkan dan kobarkan semangatmu sebagai pahlawan kesehatan bagi Flobamora ini. Ena dan ama, to’o dan ti’i, umbu dan rambu, kraeng dan enu, serta semua basodara di Flabamora sedang menantikan sentuhan kasihmu di tengah akses kesehatan yang sulit serta tenaga kesehatan dan fasilitas yang serba kekurangan. Melihat adanya Fakultas Kedokteran Undana, keluarga Flobamora yang belum dan kurang terlayani kesehatannya seolah berkata kunanti pahlawan kesehatanku di gerbang Undana.

DIPUBLIKASIKAN DI HARIAN PAGI TIMOR EXPRESS EDISI 11 NOVEMBER 2009

SECANTIK NONA DONA

Hari Jumat, 10 Oktober 2009 merupakan waktu grand final Pemilihan Putri Indonesia tingkat nasional yang bertempat di Teater Tanah Airku, Taman Mini Indonesia Indah dan diikuti 38 finalis dari semua propinsi. Salah satu dari peserta itu adalah Dona Bella Permata Rissi, yang berhasil dalam Pemilihan Putri Indonesia tingkat NTT. Ketika mengikuti kompetisi Pemilihan Putri Indonesia 2009, duta NTT ini tentu mengemban salah satu tugas untuk memperkenalkan potensi parawisatanya di bumi Flobamora ini ke dunia luar. Hal ini sebagaimana yang sudah dikatakan Ketua Panitia Pelaksana Pemilihan Putri Indonesia 2009 tingkat NTT bahwa ajang itu bertujuan untuk mencari putri yang memiliki kemampuan serta mampu mempromosikan keunikan budaya dan pariwisata yang dimiliki NTT (Timex, 2 Agustus 2009). Tekat untuk mempromosikan parawisata dan kebudayaan NTT juga telah terungkap dari Dona Bella Permata Rissi sendiri pada malam grand final Pemilihan Putri Indonesia tingkat NTT, di Hotel Sasando pada 8 Agustus 2009 (Timex, 10 Agustus 2009).
NTT saat ini memiliki potensi wisata yang banyak seperti wisata budaya misalnya perkampungan adat Boti, Pasola, perburuan Paus di Lamalera, perkampungan megalitik di Sumba Barat; wisata rohani misalnya prosesi Jumat Agung di Larantuka, Pawai Paskah Pemuda GMIT di Kupang; wisata bahari misalnya Pantai Lasiana, Taman Laut di Pulau Buaya, Pantai Nemberala; ekowisata seperti Tanau Kelimutu, Taman Nasional Komodo, kawasan Mutis dan masih banyak lagi.
Kekayaan potensi wisata yang kita miliki sudah dipromosikan ke dunia luar melalui berbagai cara. Salah satunya yakni mengikutsertakan wakil NTT dalam Pemilihan Putri Indonesia 2009. Ketika sang putri kita yang cerdas, berperilaku baik dan cantik ini memperkenalkan potensi parawisata NTT ke dunia luar, marilah kita merefleksikan kecantikan objek-objek wisata kita. Sudah cantikkah objek-objek wisata yang kita miliki? Paras berbagai objek wisata kita rupaya masih tercoreng dan kusut karena kurangnya sarana dan prasarana pendukung, kurangnya partisipasi masyarakat, kurangnya promosi, tidak adannya dukungan SDM dan sebagainya.
Masalah tidak memadainya bahkan tidak adanya sarana dan prasarana pendukung pada objek wisata yang kita miliki seperti yang terlihat di Pantai Lasiana. Di pantai tempat kita bisa menyaksikan sunset ini hanya ada lopo-lopo kecil, penjual makanan dan minuman ringan, puing-puing ayunan serta ban dalam yang dipakai untuk berenang. Contoh lain seperti di Taman Wisata Camplong yang hanya dimanfaatkan masyarakat setempat untuk mandi karena tidak cukup memikat wisatawan. Sarana transportasi juga merupakan sebuah kendala dalam kemajuan parawisata di NTT. Seperti yang dikatakan Mananging Director PT Bhuana Sejahtera Travel bahwa perusahaan mereka belum berani merekomendasikan tamu ke NTT karena belum adanya sarana jalan maupun kendaraan yang memadai (Media Indonesia, 3 Mei 2009). Selain sarana dan prasarana, dukungan masyarakat dalam pengembangan parawisata di NTT juga belum menggembirakan. Di kawasan Taman Nasional Komodo masih sering terjadi perburuan rusa yang merupakan makanan komodo, pembakaran savana dan perambahan hutan untuk pertanian (http://komododragon.wordpress.com/). Di Alor, ada pengeboman ikan oleh para nelayan di Taman Laut Pulau Buaya (NTT Online, 2 Desember 2008). Masalah lain yakni promosi parawisata yang masih terkendala pada biaya dan penataan objek wisata yang belum maksimal, seperti yang dialami Dinas Parawisata Manggarai (NTT Online, 19 Mei 2009). Salah satu masalah keparawisataan yang cukup akut khususnya di Kota Kupang yaitu ancaman Ketua Yayasan Cinta Bahari Indonesia, Raymond T. Lesmana untuk mem-black list Kupang dan Sail Indonesia tidak menyinggahi Kota Kupang setelah adanya penahanan 106 kapal peserta Sail Indonesia 2008 oleh Bea Cukai Kupang padahal peserta sail bukanlah pebisnis tetapi mereka hanya pelaut (NTT Online, 6 Agustus 2008 ). Ancaman ini menjadi kenyataan dalam penyelenggaraan sail tahun ini yang mana Kota Kupang tidak disinggahi peserta sail. Masalah lain lagi yaitu belum adanya Peraturan Daerah (Perda) di NTT tentang keparawisataan padahal Perda tersebut akan menjadi landasan hukum dalam mengelola sampai mempromosikan parawisata NTT.
Masalah-masalah seperti terutama di atas terutama rendahnya aksesbilitas, terbatasnya infrastruktur, terbatasnya kualitas SDM dan belum optimalnya pendayagunaan sumber daya, sudah diakui Kadis Parawisata NTT, Ir. Ans Takalapeta dalam Musyawarah Daerah VI PHRI pada awal September lalu. Sebagai tindaklanjutnya, upaya yang dilakukan adalah peningkatan promosi parawisata, meningkatkan kordinasi lintas sektor dan lintas wilayah serta lintas kemitraan. Selain itu juga pembangunan sarana dan prasarana, pelatihan dan sosialisasi pengembangan wisata bahari (Pos Kupang, 2 September 2009). Semoga saja hal tersebut sudah dilaksanakan dengan baik demi kemajuan parawisata di NTT. Dalam mengatasi masalah keparawisataan melalui kordinasi lintas mitra, kemitraan jangan hanya dengan instansi pemerintah atau pelaku bisnis parawisata namun kemitraan dengan masyarakat di sekitar objek wisata juga perlu dibangun secara efektif. Hal ini mengingat masyarakat di sekitar suatu objek wisata memiliki kontribusi yang signifikan dalam memajukan atau memundurkan daya tarik sebuah objek wisata. Dalam pendayagunaan sumber daya yang ada, hendaknya menghindari pemakaian secara berlebihan sumber daya yang tidak diperbaharui dan eksploitasi terhadap sumber daya itu. Selain beberapa hal di atas, perlakuan terhadap wisatawan, Perda tentang keparawisataan di NTT, penggunaan sumber daya yang berkelanjutan, akuntabilitas serta monitoring dan evaluasi juga patut diperhatikan dalam membangun dunia parawisata di NTT. Perlakuan masyarakat dan pemerintah di NTT terhadap wisatawan tentu berpengaruh terhadap minat wisatawan untuk mengunjungi NTT. Sementara hadirnya Perda yang mengatur tentang parawisata di NTT juga akan memberikan efek baik bagi kemajuan parawisata di NTT.
Semoga kecerdasan, perilaku dan kecantikan Putri NTT, Dona Bella Permata Rissi, menginspirasi pemerintah untuk cerdas dalam mengolah potensi parawisata dan menginspirasi masyarakat NTT untuk memperlakukan objek wisata dengan baik sehingga objek wisata yang ada di NTT memiliki kecantikan untuk membuai setiap wisatawan. Marilah kita mendandani objek-objek wisata kita menjadi cantik, secantik Nona Dona Bela Permata Rissi.

DIPUBLIKASIKAN DI HARIAN PAGI TIMOR EXPRESS EDISI 6 OKTOBER 2009

Sabtu, 07 November 2009

RENUNGAN TERKAIT MASALAH MANGAN

Karya Allah yang telah dinyatakan dalam dunia sungguh besar dan mengagumkan. Semua karyanya-Nya itu baik adanya. Karya Allah meliputi penyataan secara umum (general revelation) melalui penciptaan alam semesta dan melalui hati nurani manusia serta penyataan secara khusus (special relevation) melalui Alkitab dan Yesus Kristus. Dalam kaitannya dengan masalah yang dibahas dalam tulisan ini, penyataan Allah yang diulas adalah penyataan secara umum melalui penciptaan alam semesta.
Seperti yang digambarkan dalam Kitab Kejadian Pasal 1, Allah menciptakan bumi dan segala isinya selama bertahap dalam enam hari. Semua yang diciptakan dengan firman-Nya baik adanya, bahkan manusia yang diciptakan dengan tangan-Nya sungguh amat baik. Dalam proses penciptaan itu, Allah menciptakan lebih dahulu siang dan malam; cakrawala; laut dan darat; tumbuh-tumbuhan; matahari; bulan dan bintang; makhluk hidup di udara; dan makhluk hidup di darat. Memasuki hari keenam, di puncak penciptaan-Nya, Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya. Mengapa manusia harus diciptakan di hari terakhir dan menurut rupa Allah? Allah menciptakan manusia di hari ke enam agar manusia bisa menaklukan bumi dan berkuasa atasnya. Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi ” (Kejadian pasal 1 ayat 28). Setelah manusia diciptakan, Allah memberi amanat kepada manusia agar menaklukan bumi dan berkuasa atasnya. Allah memberkati mereka lalu Allah berfirman kepada mereka: “beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi” (Kejadian pasal 1 ayat 28).
Dari sekian banyak ciptaan Allah yang mengisi alam semesta ini, khususnya NTT, salah satunya adalah batu mangan. Di NTT, hampir semua kabupaten memiliki potensi mangan. Hal ini terlihat dari eksploitasi mangan yang marak dilakukan di beberapa kabupaten. Sebenarnya mangan itu apa? Mangan merupakan unsur yang ada dalam golongan transisi, pada golongan III B, periode 4—jika dilihat dari sistem periodik unsur-unsur. Mangan bernomor atom 25 dengan konfihurasi elektron (Ar) 452, 3d5 dan titik leburnya 12500C serta bersenyawa dengan oksigen. Mangan sukar teroksidasi oleh udara dan mudah larut dalam asam encer. Beberapa manfaat mangan yaitu senyawanya MnO2 dipakai dalam pembuatan baterai dan senyawanya KmnO4 dipakai dalam kegiatan-kegiatan di laboratorium. Mangan juga sebagai bahan baku industri baja. Manfaat lain yaitu bila dicampur dengan asam sulfat dapat membersihkan lemak dan dalam bentuk Mn2+ dapat membentuk vitamin C pada tumbuhan (opini Yusuf Nitbani dengan judul Ada Apa dengan Mangan? pada Timex, 10 September 2009). Harga batu mangan sendiri di pasaran cukup menggiurkan yakni berkisar anatar Rp.200,00 – Rp.1000,00, tergantung dari kualitasnya.
Sejak beberapa waktu terakhir ini, media massa tak pernah sepi dari pemberitaan mengenai masalah penambangan mangan secara liar, penjualan mangan secara ilegal dan masalah lain tentang mangan di NTT. Beberapa masalah mangan misalnya, di Kota Kupang, 2,6 ton mangan illegal milik masyarakat Naioni disita Pol PP Kota Kupang karena sekalipun ada larangan penambangan namun masyarakat tetap menambang (Pos Kupang, 24 Agustus 2009). Hingga awal September 2009 saja, di Kota Kupang terdapat 338 ton mangan yang tersebar di 14 titik tidak memilik izin dan bukti pajak (NTT Online, 5 September 2009). Di kabupaten Kupang, Bupati dilaporkan ke kepolisan dengan alasan instruksi Bupati untuk penghentian tambang mangan tidak memilik landasan hukum dan penerbitkan IUP operasi produksi tanpa Amdal (Timex, 9 September 2009). Di Kabupaten TTS, 34 ton mangan yang diangkut truk Primkopol Polda NTT ditahan karena tidak mengantongi izin (Timex, 8 Spetember 2009). Di Kabupaten TTU, oknum polisi membekingi transaksi mangan (Timex, 13 Agustus 2009). Di Reo, Manggarai, mangan ditambang selama belasan tahun namun masyarakat setempat tidak mendapat apa-apa, apalagi ada alasan bahwa mangan tersebut adalah mangan muda (Pos Kupang, 6 Desember 2009).
Penambangan mangan merupakan sebuah upaya untuk menaklukan dan menguasai alam demi kejahteraan manusia, sebagaimana yang diamanatkan Allah saat manusia pertama diciptakan. Beginikah cara menaklukan dan menguasai alam di Flobamora ini demi kesejahteraan semua orang? Haruskah dengan cara penambangan dan penjualan secara ilegal atau dengan persekongkolan serta pembekingan dari oknum pemerintah tertentu?
Menaklukan dan berkuasa atas bumi serta segala isinya hendaknya tidak dimaknai dengan nafsu serakah namun harus dimaknai dengan kasih, dalam bingkai pemanfaatan dan pelestarian alam semesta. Dengan demikian, ciptaan Allah yang memiliki tujuan mulia demi kesejahteraan manusia, tidak disalahgunakan atau dilecehkan. Sebagai ciptaan mulia yang berakal budi, dalam menaklukan dan menguasai bumi serta isinya, kita hendaknya mengolah dan memanfaatkan alam dengan baik demi memenuhi berbagai kebutuhan hidup. Dalam melaksanakan amanat tersebut, kelestarian alam dan hubungan antara masyarakat dengan masyarakat atau masyarakat dengan pemerintah juga hendaknya dijaga. Walau harapannya demikian, mangan sering dieksploitasi tanpa Amdal hingga merusak ekologi lingkungan, ada pembekingan dalam penambangan hingga penjualan mangan dan adanya perseteruan beberapa pihak menyangkut regulasi pertambangan serta adanya penipuan transaksi mangan. Masalah-masalah ini merupakan masalah yang sering terulang dengan penyebab yang sama. Hal ini menunjukan bahwa kita sepertinya tidak mau diatur, keras kepala atau kepala batu.
Menyikapi masalah ini, pemerintah sebagai hamba Allah (Roma 13), baik secara individual maupun secara institusional harus tegas dan konsisten dalam menegakan aturan. Kekuasaan, jabatan atau predikat ‘pemerintah’ yang disandang jangan sampai digunakan untuk bersekongkol dengan pihak-pihak tertentu untuk menggaruk keuntungan. Persekongkolan atau tindakan yang menjurus pada KKN potensial terjadi dalam pengurusan perizinan penambangan atau penjualan mangan. Sebagai hamba Allah, pemerintah janganlah berselingkuh dengan investor atau pengusaha tertentu tetapi hendaknya terus mengawasi pemanfaatan sumber daya alam di tiap daerah agar karya Allah ini benar-benar dinikmati semua orang. Analisis masalah dampak lingkungan juga jangan sampai hanya formalitas belaka. Kegiatan penambangan seringkali menimbulkan kerusakan lingkungan dan juga kerusakan kehidupan sosial masyarakat setempat. Tidak hanya pemerintah namun masyarakat juga sangat diharapkan kontribusi positifnya dalam pemanfaatan SDA seperti penambangan mangan. Sebagai warga negara dan umat Tuhan, hendaknya menaati pemerintah sebagai hamba Allah yang telah membuat berbagai peraturan penambangan. Jangan sampai karena desakan ekonomi, penambangan secara liar terus dilakukan hingga merusak lingkungan dan mengancam keselamatan penambang, seperti yang yang terjadi di Kabupaten TTS, satu warga tewas karena tertimbun longsoran saat menambang mangan.
Kini pemerintah sebagai hamba Allah dan masyarakat sebagai warga negara sekaligus umat Allah, dalam mengolah atau menangani masalah batu seperti ini, janganlah berkepala batu. Pikiran janganlah membatu sebelum terantuk pada batu yang sama hingga makan batu bahkan tertimbun oleh longsoran batu.

DITERBITKAN DI HARIAN PAGI TIMOR EXPRESS EDISI 1 OKTOBER 2009