Sabtu, 20 Februari 2010

BERDIRILAH TEGUH, JANGAN GOYAH


Sekretariat GMKI Cabang Kupang yang terletak di Jl. Durian No. 4 B sebentar lagi akan diambil kembali oleh pemiliknya, Persatuan Wanita Indonesia (PWI) NTT. Sementara ini diupayakan lahan untuk sekretariat baru. KITA MEMANG BERGERAK DI ATAS TANAH NAMUN TANPA TANAH KITA MASIH BISA TERUS BERGERAK

PATUNG vs IKLAN


Patung Kepedulian Sosial yang terletak di Jl. El Tari I Kota Kupang berlatarkan papan iklan yang besar. Keberadaan papan ikklan itu sangat mengganggu nilai estetika patung itu.

LARANGAN HANYA PAJANGAN


Sebuah larangan ditempel di samping pembatas tangga pada kantor Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bapeda)NTT untuk tidak mencuci di sekitar tempat itu namun dua wanita tampak sedang mencuci. Gambar diambil awal Januari.

MOTOR PINTAR DIPARKIR


Motor pintar yang seharusnya berjalan keliling melayani masyarakat untuk membaca buku justru diparkir di Perpustakaan Daerah Propinsi Nusa Tenggara Timur. Pemandangan ini ditemui setiap hari.Sejak tahun lalu

SUASANA PERPUSTAKAAN


Inilah suasana di ruang baca dewasa di Perpustakaan Dearah NTT. Perpustakaan ini lebih banyak dikunjungi oleh mahasiswa, apalagi menjelang ujian akhir. Ketika libur, perpustakaan menjadi sepi. Siapa yang mau berlibur di Perpustakaan?

KESULITAN HIDUP vs KESELAMATAN JIWA


Dua orang pekerja bangunan sedang mengerjakan sebuah Ruko di Jl. Urip Soemardjo Kota Kupang. Mereka bekerja tanpa alat penjamin keselamatan. Tuntutan hidup dan jeratan ekonomi di masa kini memaksa setiap insan untuk mengabaikan nyawa demi sesuap nasi.

Senin, 15 Februari 2010

HUTAN ITU TINGGAL KENANGAN


Berbagai tanaman pelindung di Pantai Paradiso, Kota Kupang kini tinggal kenangan. Yang ada hanya tunggul-tunggul kayu yang mengering. Masyarakat sekitar memiliki sumbangsih besar dalam kerusakan hutan di pantai karena mereka selalu mengambil kayu dari pohon-pohon di pantai ini.Semoga lautlah yang akan menegur mereka..

TERMINALBAYANGAN


Keberadaan bus-bus antar kota dalam propinsi di Jl. Timor Raya Km 8,5, Kota Kupang telah menciptakan terminal bayangan. Mereka selalu berkucing-kucingan dengan para petugas Dinas Perhubungan. Terminal Oebobo sepertinya tidak dipercaya lagi. Dinas Perhungan sebaiknya membangun Pos Pemantau di sekitar terminal bayangan yang menyiagakan petugasnya setiap saat.

PENJUALAN JAGUNG BAKAR DI TROTOAR


Para pejual jagung bakar berjualan di atas trotoar di Jalan El TAri I, Kota Kupang. hal tersebut menggannggu kepentingan umum namun menguntungkan pejual jagung bakar yang adalah masyarakat kecil. Lalu pemerintah berpihak pada pejalan kaki atau penjual jagung bakar?

Minggu, 14 Februari 2010

AKTIVITAS PASAR MEMACETKAN JALAN


Pemerintah Kabupaten Kupang mungkin sudah buta dengan masalah kemacetan di Pasar Oesao. Para pedagang di pasar Oesao seenaknya berjualan di badan jalan. Begitu pula dengan para tukang ojek, mikrolet dan kendaraan lainnya parkir begitu saja di badan jalan. Jalan tersebut merupakan jalan trans Timor atau jalan negara yang menghubungkan daerah lain dengan ibu kota provinsi namun kondisinya separah ini. (Gambar diambil awal Januari 2010)

KEJOROKAN DI BELAKANG PASAR OEBA, KUPANG


Bagian belakang pasar Oeba sangat kotor. Para pedagang seenaknya membuang sampah dan limbah sembarangan. Tumpukan sampah bercampur limbah ini menjadi kubangan babi. Di sekitar tempat itu terdapat Tempat Pendaratan Ikan (TPI)dan Purananta Oeba. (Gambar diambil awal Januari 2010)

TEMPAT PENJUALAN KAMBING MENEBARKAN AROMA TAK SEDAP



Ini adalah salah satu tempat penjualan kambing di Jalan Timor Raya, Kelurahan Pasir Panjang, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang. Tempat penjualan kambing ini menebarkan bau tak sedap-- seperti bau amis yang berlebihan. Pemerintah Kota Kupang seharusnya merelokasi para penjual kambing ke tempat yang pantas agar bau tersebut tidak mengganggu warga sekitar atau pun orang yang melintas di depannya. Tak jauh dari tempat penjualan kambing itu, terdapat Hotel Kristal. Semoga saja bau amis itu belum menjangkau hotel berkelas di Kota Kupang ini.(Gambar diambil awal Januari 2010)

Kamis, 11 Februari 2010

Kasih Musiman


(Refleksi Hari Valentin Untuk Pemilukada)
Kala waktu terus bergulir dan menghanyutkan kita ke pertengahan bulan Februari, bumi seolah bermadikan kembang tujuh rupa. Jagat raya penuh dengan gelora romantisme. Gairah untuk menonjolkan kasih sayang begitu menggebu dan menderu. Di lapak-lapak pedagang kaki lima sampai etalase-etalase supermarket, dapat dijumpai aneka asesoris valentin. Ada kacamata valentin, baju valentin, kue valentin, boneka valentin, coklat valentin bahkan mungkin ada ta’i valentin dan pernak-pernik lainnya. Ucapan-ucapan puitis membanjir melalui pesan singkat di pagi buta. Kartu-kartu bernada kasih dikirim ke sana, ke mari. Dalam hiruk pikuk kendaraan yang berseliweran, bunga-bunga pertanda kasih sayang dibagi-bagikan kepada siapa saja di jalan raya. Ada juga valentine party ataupun seminar-seminar seputar valentin.
Semua yang tergambar di atas merupakan semarak valentin yang selalu kita jumpai di hari valentin. Valentine menurut salah satu versi, bermula dari zaman kerajaan Romawi, ketika St. Valentine yang saat itu menjadi pendeta terkenal di Romawi menolak perintah Kaisar Claudius yang melarang adanya pernikahan. Secara sembunyi-sembunyi St. Valentine menikahkan pasangan yang jatuh cinta. St. Valentine kemudian dihukum dan mati pada hari keempat belas bulan Februari tahun 270 M, yang bertepatan dengan tradisi pemujaan para dewa dan pemilihan pasangan bagi kaum muda. Taradisi festifal Lupercalia ini kemudian berganti nama dengan Hari St.Valentinus. Sejak itu mulailah para pria memilih gadis yang diinginkannya bertepatan pada hari Valentin. Perayaan valentin pun berkelanjutan sampai sekarang (Kapan Lagi.com, 11 Februari 2008).
Membahas mengenai valentin maka hal kasih tentu menjadi ide pokoknya. Walaupun valentin masih kontraversial namun alangkah indahnya jika nilai kasih yang terkandung di dalamnya hendaknya kita petik dan amalkan dalam hidup sehari-hari. Setiap orang tentu memiliki versi sendiri tentang pengertian kasih, cara menyatakan kasih dan tujuan dari kasih yang dipraktekannya. Ada yang menyatakan kasihnnya dengan memberikan bunga, barang, uang, dan sebagainya kepada yang dikasihinya. Ada yang mengungkapkan kasihnya dalam bentuk doa dan kata-kata penghiburan, dan masih banyak lagi cara pengungkapan kasih yang lain. Saat mewujudkan kasihnya, seseorang tentu memiliki motivasi dan maksud tertentu. Ada kasih yang didasarkan atas unsur perasaan atau emosi dan cenderung dikuasai oleh nafsu yang menuntut pemuasan. Ada kasih yang didasarkan atas perasaan kesetiakawanan dan persaudaraan. Ada kasih yang didasarkan atas hubungan darah. Ada juga kasih yang benar-benar tulus dan iklas tanpa memandang bulu serta tidak mengharapkan imbalan.
Dalam konteks Pemilukada yang sekarang mulai berkobar, masyarakat di daerah-daerah Pemilukada pasti sudah atau akan mencicipi berbagai penyataan kasih para politisi yang ikut bertarung dalam Pemilukada. Penyataan kasih tersebut seperti pemberian bantuan berupa uang, Sembako, pakaian dan sebagainya. Ungkapan kasih lainnya berupa tekad para calon pemimpin untuk membangun daerah demi terciptanya hidup yang sejahtera. Tekad itu yang dirumuskan dalam visi dan misi lalu dijabarkan ke program-program kerja. Visi dan misi serta program-program kerja sepasang calon pemimpin dipoles lagi dengan jargon-jargon bernada kasih.
Pemberian bantuan dalam bentuk apa saja dari para calon pemimpin kepada masyarakat, khususnya masyarakat kecil dan kurang mampu merupakan pemandangan klasik dalam setiap pesta demokrasi termasuk Pemilukada. Begitu pula dengan visi misi dan program kerja yang selalu penuh dengan nilai-nilai kasih. Seperti apa kasih para calon pemimpin tersebut? Dari sekian banyak pesta demokrasi yang telah terselenggara selama ini, dapat kita lihat bahwa berbagai bantuan yang diberikan kepada masyarakat sebelum waktu pemilihan atau dalam masa kampanye merupakan kasih musiman. Mengapa kasih itu adalah kasih musiman? Kasih itu kasih musiman karena ada dan marak hanya dalam situasi tertentu. Dalam masa kampanye bahkan jauh hari sebelum kampanye para calon pemimpin sangat merakyat dan sok pengasih. Kita lihat di mana-mana mereka berlomba-lomba turun hingga ke pelosok-pelosok untuk memberikan bantuan kepada masyarakat. Keesokan harinya terpampang di koran foto seorang calon pemimpin sedang memberikan suatu bantuan kepada masyarakat dan pada bantuan tersebut bertuliskan foto sang calon pemimpin bersama nomor urutnya. Saking merakyatnya para politisi tersebut hingga ada sebuah ironi mengatakan bahwa semut milik warga mati saja mereka pergi untuk layati.
Apakah selama ini mereka memang penyantun? Apakah setelah suatu pesta demokrasi selesai mereka masih terus memberikan bantuannya kepada masyarakat? Berbagai bantuan kepada masyarakat seperti yang kita lihat, hanya ada ketika seseorang mencuatkan diri sebagai calon pemimpin atau calon legislator. Bantuan pun kian marak ketika memasuki masa kampanye. Setelah pemilihan selesai tidak ada lagi bantuan serupa bahkan ada pihak tertentu yang menarik kembali bantuannya dari masyarakat karena tidak sukses dalam pemilihan. Kasih itu hanyalah kasih yang bersemi dalam semusim yakni musim pemilihan sesosok wakil rakyat atau sepasang pemimpin. Seperti dalam lirik lagu Shamila Cahya, cintamu, cinta musiman. Sayangmu, sayang musiman. Terkadang panas, terkadang dingin. Bikin hati tak karuan. Rindumu, rindu musiman. Rayumu, rayu musiman. Terkadang rindu, besok tak tentu.
Kalau kasih tersebut adalah kasih musiman, kasih yang ditonjolkan para calon pemimpin tergolong dalam kasih yang mana? Apakah kasih karena hubungan persaudaraan dan kesetiakawanan, kasih yang tulus tanpa mengharapkan imbalan ataukah kasih yang menuntut imbalan? Dalam suasana seperti Pemilukada, pemberian bantuan dalam bentuk apa saja kepada masyarakat secara implisit menuntut balasan yakni ketika hari pemilihan tiba, masyarakat penerima bantuan harus memilih calon pemimpin pemberi bantuan. Selain hal tersebut, kasih para calon pemimpin yang tercermin dari visi dan misi serta program-program kerja bahkan jargonnya dikwatirkan hanyalah manisan belaka demi meraup suara.
Di Hari Valentin ini, kasih jangan hanya diungkapkan dan dimaknai oleh para kaum muda namun juga oleh para calon pemimpin yang akan bertarung di tiap daerah penyelenggara Pemilukada sehingga kasih dalam bentuk apapun bukanlah kasih musiman dan tidak menuntut balasan. Apabila terpilih, setiap program kerja yang sarat dengan nilai kasih hendaknya menjadi setetes embun bagi masyarakat yang berada dalam kedahagaan. Apabila tidak terpilih pun hendaknya terus mewujudkan kasihnya di medan layan yang lain.
Kasih itu hendaknya jangan pura-pura dan penuh kemunafikan. Jika kasih itu hendak dideraskan, biarlah kasih itu datang dari sebuah kemurnian hati hingga mereka yang mencicipinya dikaruniai kesejahteraan abadi.
Semoga Pemilukada di delapan kabupaten di NTT selalu dilingkupi oleh kasih yang sejati. Katakanlah kasih dengan demokrasi!

Impian di Ambang Pemilukada

Sejak akhir tahun 2009 hingga sekarang, telah terlihat berbagai aktivitas sebagai tapakan-tapakan dini menuju Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) di delapan kabupaten di NTT--Timor Tengah Utara, Sabu Raijua, Sumba Timur, Sumba Barat, Manggarai, Manggarai Barat, Ngada dan Flores Timur yang akan berlangsung dalam tahun 2010. Aktivitas-aktivitas tersebut seperti seleksi calon bupati dan calon wakil bupati di berbagai partai, koalisi partai, pernyataan-pernyataan politik dari beberapa kandidat, persiapan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD), pembentukan panitia-panitia penyelenggara dan pengawas Pemilukada serta kesibukan-kesibukan lainnya.
Berbagai kesibukan menuju beberapa Pemilukada seperti yang telah dicontohkan di atas terjadi atas dorongan berbagai kekuatan. Salah satu kekuatan tersebut adalah impian. Impian merupakan keinginan atau dambaan dalam diri tiap individu atau kelompok untuk meraih sesuatu di waktu yang akan datang. Impian ini menjadi sebuah motor penggerak dan pengarah tindakan atau perilaku tiap individu menuju tujuan.
Ketika berada dalam suasana Pemilukada, masyarakat, simpatisan, tim sukses, pengurus Parpol, politisi, penyelenggara dan pengawas Pemilukada serta pemerintah tentu memiliki selaksa impian yang akan dicapai dalam Pemilukada di tiap kabupaten. Apa impian tersebut? Pantaskah impian itu atau tidak? Jika belum memiliki sebuah impian, tetapkanlah sebuah impian mulai saat ini. Sangat disayangkan jika dalam momentum ini kita tidak memiliki impian apa-apa.
Sebagai masyarakat NTT, khususnya yang berada di daerah-daerah Pemilukada tentu mengimpikan pemimpin yang bisa membawa perubahan dan kesejahteraan. Simpatisan partai dan kandidat tertentu pasti mengimpikan kemenangan partai dan jagonya. Begitu pula dengan tim sukses dan pengurus Parpol tiap kubu tentu mengimpikan kemenangan dalam Pemilukada di pihaknya. Politisi yang bertarung dalam Pemilukada juga pasti mengimpikan sebuah kemenangan. Selain kemenangan, para politisi tersebut juga pasti telah merumuskan impian-impiannya dalam visi dan misi yang pro rakyat dan pro pembangunan. Sementara itu, pemerintah, terutama penyelenggara dan pengawas Pemilukada pasti mengimpikan terlaksananya pesta demokrasi yang berlangsung dengan lancar dan demokrastis. Impian-impian tersebut merupakan salah satu dari sekian banyak impian kita dan akan turut menentukan kedemokratisan kita dalam Pemilukada ini.
Jika impian kita seperti itu, tidaklah bermasalah namun jika impian kita sudah terinfeksi dengan segala kebusukan, keserakahan dan ketidakdemokratisan, itu tentu mendatangkan sejuta masalah. Dalam penyelenggaraan berbagai pesta demokrasi di tanah air, terdapat masyarakat yang kecewa dengan pemimpin yang terpilih karena tidak memberikan rumah gratis, sekolah gratis, pelayanan kesehatan gratis, dan kegratisan lainnya. Hal ini karena yang diimpikan masyarakat tersebut dari sebuah pesta demokrasi adalah terpilihnya pemimpin yang dapat memberikan kehidupan yang serba gratis dan instant. Selain itu, terjadi konflik fisik antar kubu politik, kampanye hitam, perdagangan suara, manipulasi data pemilih dan kertas suara. Peristiwa-peristiwa ini mengindikasikan bahwa yang diimpikan oleh simpatisan, tim sukses, pengurus parpol dan politisi bersangkutan adalah uang, jabatan, kekuasaan dan keruntuhan lawan politik.
Di ambang Pemilukada, sebagai keluarga Flobamora khususnya masyarakat pemilih dan simpatisan yang berada di daerah Pemilukada, marilah kita mengimpikan terlaksananya Pemilukada dengan demokratis sebab pemimpin yang lahir dari proses yang demokratis adalah pemimpin yang mampu mewujudkan impian kita tentang kehidupan yang sejahtera. Dengan kekuatan impian seperti itu, setiap provokasi anarkis atau pembelian suara dapat ditangkis. Sebagai pengurus Parpol, janganlah mengimpikan kekuasaan belaka di pemerintaan atau mengimpikan kekalahan partai lain. Pengurus Parpol sebagai penggerak Parpol hendaknya memegang teguh tujuan berdirinya sebuah Parpol yakni mewujudkan cita-cita nasional, mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam NKRI, mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia serta memperjuangkan cita-citanya dalam keihidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (pasal 6 UU Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik). Tujuan mulia tersebut hendaknya menjadi impian tiap pengurus Parpol sehingga tujuan tersebut dapat diraih. Di pihak lain, politisi yang menjadi kompetitor dalam Pemilukada tentu sudah memiliki impian yang selalu tertuang dalam visi dan misi. Ketika memiliki impian, jangan hanya impian yang romantis, fantastis dan bombastis namun impian itu harus realistis. Impian seorang seorang calon pemimpin hendaknya hadir atas akumulasi impian masyarakat dari semua lapisan sosial. Sangat dikuatirkan jika impian seorang calon pemimpin adalah harta, jabatan, dan kesejahteraan pribadi golongan melulu.
Sekarang Pemilukada sudah dekat, apabila kita yang belum memiliki impian, mulailah mengimpikan sesuatu. Ketika sudah memiliki sebuah impian, renungkanlah impian itu. Pantaskah impian tersebut? Masuk akalkah impian tersebut? Dalam kebersamaan sebagai keluarga Flobamora, impikanlah Pemilukada yang demokratis dan mulailah mewujudkannya dalam perkara-perkara yang sederhana.
Kerja keras adalah tiket yang memberikan ijin kepada kita untuk berdiri dalam antrian menuju impian-impian kita. Jangan bernegosiasi dengan impian Anda. Bernegosiasilah dengan apa yang harus Anda lakukan untuk mencapainya (Mario Teguh).


Diterbitkan pada Harian PAgi Timor Express edisi 27 Januari 2010