Minggu, 30 Januari 2011

Presiden Berkantor Tiga Hari di Kupang

Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, akan berkantor selama tiga hari di Kupang. Karena akan berkantor di Rumah Jabatan Gubernur NTT, Gubernur Frans Lebu Raya dan keluarga termasuk pegawai rumah tangga dan Pol PP harus pindah dari sana. Semua aktivitas pelayanan di rumah jabatan gubernur akan diambil alih oleh Protokol Istana Kepresidenan.

Hal ini disampaikan Ketua Umum Panitia Daerah HPN 2011, Ir. Andre Koreh, MT, saat ditemui di Aula Setda NTT, Sabtu (29/1/2011). Presiden tiga hari berada di NTT menghadiri peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Kupang. Presiden dijadwalkan tiba di Kupang tanggal 8 Februari dan kembali ke Jakarta 10 Februari.

"Selama berkantor di rumah jabatan, gedung tersebut akan dijaga ketat pihak keamanan dari Paspampres. Semua barang pribadi milik gubernur dan keluarga akan dipindahkan sementara selama presiden berkantor di rujab. Memasuki H-2, seluruh areal gedung rumah jabatan dan lingkungan sekitarnya akan disteril oleh Paspampres sehingga tidak semua orang boleh bebas masuk ke sana," kata Koreh.

Koreh menjelaskan, keberadaan seorang presiden dan ibu yang akan menginap di NTT merupakan sejarah terlama sejak Propinsi NTT ada. Dan, katanya, hanya baru Presiden SBY yang paling lama menginap. "Biasanya presiden datang pagi dan pulang siang atau sore hari. Tetapi kali ini sampai tiga malam. Kalaupun presiden datang, itu karena ada kondisi khusus seperti terjadi bencana alam. Presiden SBY pernah ke Alor dan Manggarai karena bencana alam. Mantan Presiden Soeharto, pernah datang juga karena bencana alam. Datang pagi dan pulang sore hari. Ini adalah satu kebanggaan dan kehormatan serta sesuatu yang sangat luar biasa bagi masyarakat NTT," kata Koreh.

Tidur di Tenda
Yang paling unik, kata Koreh, adalah keinginan Presiden SBY dan Ibu Ani Yudhoyono untuk menginap di tenda saat mengunjungi Yonif 744 di Atambua, Belu. "Bagi saya, ini merupakan sesuatu yang luar biasa. Bayangkan saja, presiden akan menginap di tenda. Lalu bagaimana dengan menteri, gubernur, para jenderal, bupati atau pejabat lainnya yang ikut ke sana? Apa mereka menginap di hotel atau juga harus di tenda? Hal ini akan menjadi menarik dan mungkin baru terjadi di NTT," kata Koreh.

Koreh mengatakan, semua agenda kedatangan dan aktivitas Presiden SBY, Ibu Ani Yudhoyono dan pejabat lainnya sudah dikoordinasikan dengan Protokol Istana Kepresidenan. "Dalam satu dua hari ini akan ada gladi. Gladi akan dilaksanakan mulai dari penyambutan di bandara hingga tempat penginapan dan kegiatan lainnya. Gladi ini akan langsung dipimpin Protokol Istana dan Paspampres," jelasnya.

"Kondisi ini menjadi tantangan bagi seluruh komponen masyarakat NTT. Apa kita hanya terlena melihat dan mendengar presiden berkantor di Kupang, menginap di tenda dan lainnya tanpa berbuat sesuatu yang berguna bagi masyarakat? Ini merupakan peluang bagi NTT untuk mendapat pelayanan lebih dari pemerintah pusat. Saya ajak kita semua bersatu untuk menyukseskan semua agenda ini," kata Koreh.

http://kupang.tribunnews.com/read/artikel/57732/presiden-berkantor-tiga-hari-di-kupang

Selasa, 25 Januari 2011

Mulut Ramah Anak

(Sebuah Catatan Menuju Kota Ramah Anak)
Oleh: Imanuel E.O. LopisIlustrasi dari matanews.com


“Awalnya memang ada kata-kata yang pedas di telinga, anak kurang ajar, anak tidak tau sopan santun. Tetapi sekarang sudah tidak ada lagi. Saat memasuki wilayah kelurahan Naikoten 2, suasana itu tidak ada lagi. Yang dirasakan adalah suasana saling menyapa, akrab dan nyaman.” Pengakuan di atas datang dari Lurah Naikoten 2, Richardo Z. Therik setelah hampir setahun memimpin kelurahannya yang menjadi pilot project kelurahan ramah anak di Kota Kupang (Pos Kupang, 27 September 2010).

Kelurahan Naikoten 2 ditetapkan sebagai proyek percontohan kelurahan ramah anak pada 15 Juni 2009, oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA). Wujud kelurahan ramah anak di Naikoten 2 berupa pembangunan yang berpihak kepada anak, penetapan jam belajar anak, pembangunan tempat bermain anak, adanya zona aman sekolah, dan peta penunjuk jalan kepada anak-anak untuk penyelamatan saat terjadi musibah (Pos Kupang, 23 Maret 2010). Proyek kelurahan ramah anak di Naikoten 2 yang dijabarkan lagi menjadi RT ramah anak, menjadi daya tarik bagi ibu negara dan Mentri PPPA untuk mengunjungi kelurahan ini saat Hari Pers Nasional nanti.

Kelurahan percontohan ini kiranya merasuki 48 kelurahan lainnya sehingga menjadi kelurahan ramah anak juga. Dengan demikian, impian agar Kota Kupang menjadi kota ramah anak menjadi sebuah kenyataan. Selain itu, penghargaan kepada Kota Kupang sebagai kota layak anak oleh presiden, dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan.
Dalam pergumulan membawa Kota Kupang menuju ambang keramahan anak, kata keramahan itu wajib dimaknai dan dilakukan dari hal-hal kecil. Kalau ada proyek kelurahan ramah anak, harus diterjemahkan lagi menjadi RT ramah anak hingga keluarga ramah anak. Keramahan anak oleh keluarga tentu akan menjadi kolekte sehingga membentuk keluarga yang ramah anak. Pada puncaknya, tercuatlah kota ramah anak. Singkatnya, untuk menjadikan Kota Kupang sebagai kota ramah anak, bangunlah keramahan itu dari keluarga.

Bagaimana keluarga bisa ramah anak? Salah satu caranya yaitu membuat mulut kepala keluarga sampai anggota keluarga menjadi ramah anak. Mengapa mulut harus ramah anak? Mulut sebagai salah satu bagian tubuh yang sering dipakai untuk berbicara. Ketika berbicara, termasuk berbicara kepada anak, sering muncrat kata-kata yang tidak ramah seperti makian, hujatan, ancaman, dan sebagainya. Setiap aliran kata dari mulut ketika berbicara sangat mempengaruhi sikap atau perilaku si anak. Misalnya, kalau anak diajar dengan kata-kata ancaman, ia akan tumbuh menjadi anak yang penakut atau pemberontak.

Ada beberapa ketidakramahan mulut atau kesalahan dalam berbicara kepada anak. Kesalahan itu telah terjadi dan mendarahdaging dalam masyarakat Kota Kupang juga. Kesalahan itu belum disadari padahal akibatnya fatal. Menurut Steve Bidduph dalam The Secret of Happy Children dan Edy Wiyono dalam Mengapa Anak Saya Melawan dan Susah Diatur, kesalahan-kesalahan dalam berbicara kepada anak, khususnya yang dilakukan orang tua, sebagai berikut:
Membandingkan anak yang satu dengan anak yang lain
Dalam kehidupan keluarga, orang tua kerap membandingkan anaknya dengan saudaranya atau anak orang lain. Misalnya, “lu ini pamalas mati, sonde sama ke lu pung adik yang rajin.” Membanding-bandingkan anak seperti itu akan membuat si anak yang malas menjadi iri kepada saudaranya yang rajin. Suadaranya yang rajin juga bisa saja menjadi sombong ketika orang tua menggunakannya sebagai ukuran bagi saudaranya.
Ketika dalam kondisi seperti itu, orang tua hendaknya tidak usah membanding-bandingkan anaknya. Kalau ada anak yang rajin dan ada yang malas, anak yang rajin hendaknya dijadikan teladan bagi anak yang malas bukan dijadikan alat pembanding.

Memaki dan menjuluki anak
Anak-anak selain menyandang nama yang diberikan orang tuanya sejak lahir, mereka juga kemudian terpaksa harus memikul sejumlah nama baru dalam makian atau julukan. Makian itu seperti menyebut anak dengan nama binatang dan kata-kata kotor lainnya. Sementara julukan kepada anak kerap diberikan kepada anak karena kondisi fisiknya atau perilaku anak, misalnya: menjuluki anak dengan julukan “keriting” karena rambut anak itu keriting atau menjulukinya “palese” karena anak itu sering manja dan cengeng.

Kalau memaki anak dengan berbagai kata kasar dan kotor serta menjulukinya dengan berbagai julukan, anak justru perilaku anak akan menjadi seperti apa yang dikatakan kepadanya. Kalau anak dijuluki karena kondisi fisiknya, ia malah tidak akan percaya diri dengan fisik yang miliki.
Jika anak berlaku tidak sesuai yang diinginkan, orang tua seharusnya mengatakan kepada anak bahwa yang dinginkanlah yang seperti ini, bukan dengan memaki anak. Anak juga sebaiknya dipanggil atau disebut sesuai namanya bukan dengan setumpuk julukan yang direntetkan kepadanya.

Membicarakan kesalahan atau kekurangan anak kepada orang lain sementara anak mendengarnya
Orang tua tak jarang menjadi seperti presenter acara gosip yang membicarakan kepada orang lain seputar kesalahan atau kelemahan anaknya. Lebih payah lagi, anak mendengar apa yang dibicarakan orang tuanya. Kesalahan dalam berperilaku atau kekurangan fisik dan psikis anak sebaiknya jangan menjadi bahan gosip orang tua. Akibatnya anak bisa menjadi pemalu, tidak percaya diri atau bahkan menjadi agresif.

Menggunakan kata-kata negatif untuk anak
Kata-kata negatif, misalnya saat seorang anak selalu bermain sehingga lupa belajar, mamanya bilang, “Lu pemalas belajar begitu nanti sampai ujian lu pung nilai nol ko sonde naik kelas.” Kata-kata negatif ini akan membuat pikiran negatif dalam diri anak bahkan bisa sampai menjadi sebuah kenyataan seperti malas belajar, mendapat nilai buruk dan tidak naik kelas.

Kalau anak terus bermain sehingga lupa untuk belajar, orang tua sebaiknya mengajak atau memerintahnya dengan kata-kata yang postif, misalnya, “Nak, ayo belajar biar saat ujian dapat nilai bagus dan naik kelas.” Kalau kata-kata positif seperti ini yang diucapkan kepada anak, tentu anak juga akan memikirkan hal yang positif sampai bisa mewujudkannya.

Selalu membenarkan anak
Selalu membenarkan anak bukanlah hal baru dalam keseharian kita. Jika anak kurang berhati-hati dalam berjalan sehingga menabrak meja maka mejalah yang disalahkan. “Adu, ini meja paling ke apa ko, beking beta pung anak ko su sakit ni. Diam su, mama su pukul ini meja.” Jika anak bermain dengan kakaknya dan ada suatu masalah sehingga anak itu menangis maka kakaknyalah yang disalahkan. “Ini kaka ni bodo e, main deng adik sonde jaga. Tenang su e, papa su pukul kaka.”

Berkata seperti itu kepada anak berarti orang tua telah mengajarkan kepada anak bahwa di dunia ini anak selalu benar. Saat berada dalam suatu masalah anak akan mengkambinghitamkan atau menyalahkan orang lain sekalipun ia yang salah.
Oleh karena itu, kalau anak sedang mengalami masalah seperti menabrak meja, anak hendaknya diberitahukan supaya kalau lain kali jalan harus hati-hati. Begitu pula kalau anak menangis saat bermain dengan kakaknya, penyebab masalahnya harus dicari orang tua bukan langsung menyalahkan si kakak. Kalau anak itu yang salah, katakanlah kalau memang ia yang salah dan jangan mengulangi kesalahan itu.


Berbohong kepada anak
Orang tua kerap berkata kepada anak, misalnya “Ade di rumah sa e, papa mau pergi sebentar sa. Nanti pulang baru bawa ole-ole.” Ternyata papanya pergi bekerja di kantor dan malam baru pulang. Sudah begitu, tidak membawa ole-ole bagi anaknya.
Kalau sang papa mau pergi ke kantor lalu anak merengek untuk ikut, sebaiknya jujur pada anak bahwa akan pergi ke kantor dan bekerja sampai malam. Anak juga harus diberikan pengertian, kalau dia ikut ke kantor, pekerjaan papanya akan terganggu. Kalau menjanjikan ole-ole untuk anak, janji itu harus dipenuhi. Dengan demikian anak bisa menjadi percaya kepada orang tuanya.

Mengancam anak
Kata-kata bernada ancaman juga kerap diberondongkan orang tua kepada anak, misalnya, “Lu nakal terus e, bapa pi lu pung gigi dong rubuh”, atau bisa seperti ini “beta angka ame sang lu nanti keluar iko jendela.” Ancaman seperti ini diucapkan dengan tujuan bisa mengurangi atau menghentikan perilaku anak. Akibatnya fatal kalau ancaman itu benar dilakukan. Kalau tidak dilakukan, orang tua akan dinilai hanya menggertak.

Untuk mengurangi atau menghentikan perilaku anak, ancaman bukanlah pilihan bijak. Betapa indahnya apabila anak diberitahu dengan baik-baik tentang akibat dari perilakunya dan bagaimana ia harus berperilaku.

Memberi perhatian pada hal yang salah
Misalnya ada seorang anak sedang bermain dengan adiknya kemudian mereka bertengkar, orang tuanya pasti memarahi mereka atau menyuruh mereka supaya saling berbagi mainan saat bermain. “Bosong ini kenapa kalau bermain bertengkar begitu?” Namun kalau kedua anak itu bermain dengan aman tanpa berkelahi, orang tua jarang memberikan pujian atau perhatian. Dengan demikian anak membuat kesimpulan bahwa mereka akan mendapat perhatian orang tua kalau mereka bertengkar. Oleh karena itu, kalau anak bermain dengan saudaranya dengan penuh kerukunan dan keceriaan, orang tua harusnya memberi perhatian juga, misalnya, “Nah, kalau bermain dengan kakak harus begini. Saling berbagi mainan dan ceria slalu.”

Merendahkan diri sendiri
Dalam menghadapi perilaku anak, orang tua kerap mengancam anak dengan orang lain, misalnya saat anak nakal, mamanya berkata, “Papa, coba lihat ini anak, dia terlalu nakal nih.” Secara tidak langsung, mamanya telah menanamkan pengertian dalam anaknya bahwa hanya sang papa yang bisa mengatur anak sedangkan ia tidak bisa. Oleh karena itu, saat anak berperilaku seperti membuat kenakalan, orang tua hendaknya memberitahukan akibat dari kenakalan itu dan bagaimana harus berperilaku, bukan menakuti anak dengan orang lain.

Menakuti anak
Cara lain untuk mengendalikan atau menghentikan perilaku anak adalah orang tua menakuti anaknya. Kalau anak dalam keadaan sakit dan tidak mau minum obat, orang tuanya bilang, “ayo minum obat kalau sonde nanti dokter suntik.” Menakuti anak dengan sosok dokter dan jarum suntik akan membuat anak malah tidak suka kepada dokter. Orang tua seharusnya menjelaskan kepada anak pentingnya minum obat. “Nak, minum obat supaya sembuh dari sakit ”

Memaklumi yang tidak tepat
Kesalahan lain dari orang tua dalam berbahasa kepada anak yaitu memaklumi yang seharusnya tidak patut dimaklumi. Misalnya, saat anak merengek atau manja dan selalu ingin dipenuhi keinginannya, orang tua berkata, “Namanya juga anak tunggal” atau “Namanya juga anak bungsu.” Kalau ada anak laki-laki yang suka berkelahi. Orang tua juga kerap bilang, “Namanya juga laki-laki.”

Perilaku anak sebaiknya jangan terus dimaklumi kalau salah atau tidak patut dimaklumi. Kalau perilaku anak salah, ajarkan yang benar kepadanya. Kalau selalu merengek untuk dibelikan sesuatu, anak perlu diberitahu bahwa merengek bukanlah cara yang tepat untuk memenuhi meminta sesuatu.

Memakai bahasa yang tidak jelas bagi anak
Orang tua kerap mengancam atau memerintah anaknya dengan kata-kata yang tidak jelas. Misalnya, “Kalau lu ikut papa dan mama ke pesta, jangan sembarang dan macam-macam e!” Kata “sembarang” dan “macam-macam” merupakan kata-kata yang terlalu umum sehingga tidak jelas bagi anak. Oleh karena itu, orang tua hendaknya menjelaskan sesuatu dengan kata-kata yang lebih khusus sehingga dimengerti anak. Misalnya, “Kalau lu ikut papa dan mama ke pesta, jangan merengek atau pergi bermain jauh-jauh. ” Dengan demikian, anak langsung tahu apa yang diinginkan orang tuanya.
Terlalu cepat menyimpulkan dan memotong pembicaraan anak

Ketika anak dalam masalah dan hendak berbicara, orang tua sering juga memotong pembicaraan karena terlalu cepat menyimpulkan, misalnya, “Sudah lai, lu jang alasan macam-macam,” atau “Jang omong banyak lai karna papa deng mama su tau.” Memotong pembicaraan anak seperti itu tidak akan menyelesaikan masalah. Seharusnya orang tua menjadi pendengar yang baik bagi anak sehingga anak dengan leluasa menceritakan unek-uneknya. Kalau sudah begitu, masalah yang dialami anak bisa ditemukan dan dicari jalan keluarnya.

Menyindir anak
Kata-kata sindiran juga kerap dilontarkan orang tua kepada anak. Kalau anak selalu meminta uang, orang tua menyindir, “Lu kira bapa deng mama pohon uang ko?” Kata-kata seperti ini justru akan membuat anak merasa jengkel atau menganggap orang tuanya tidak bertanggungjawab. Kalau anak sering minta uang, orang tua sebaiknya menjelaskan besarnya pendapatan orang tua dan pengeluaran untuk kebutuhan keluarga sehingga uang yang ada untuk kebutuhan keluarga.

Pujian dari orang tua
Anak tentu membutuhkan pujian dari orang tua ketika melakukan berhasil sesuatu. Sayangnya orang tua sering lupa memberikan pujian, memberikan pujian yang tak beralasan atau memuji tindakan yang tidak tepat. Misalnya, ketika anak berhasil menggambar, orang tuanya memuji, “Wah, gambar ini bagus sekali” Pujian ini tidak berasalan sehingga seharusnya pujian itu demikian, “Wah, gambar ini bagus sekali karena warnanya cerah.” Ada juga orang tua yang memuji anaknya walau anaknya berperilaku buruk. Misalnya, ketika seorang anak memukul temannya yang sering mengolok dia, bapak dari anak itu memuji, “Begitu dong baru anak hebat.”

Beberapa ulasan di atas kiranya menjadi sebuah catatan bagi kita semua, khususnya para orang tua di Kota Kupang, kota yang sedang berjuang menuju kota ramah anak. Kalau orang tua atau anggota keluarga ramah kepada anak dalam berbicara, niscaya keramahan itu akan bersama keramahan lain menciptakan keluarga, RT, kelurahan dan kota yang ramah anak pula.

Senin, 24 Januari 2011

MENGEJAR MIMPI BERSAMA KoAR

Komunitas Akar Rumput (KoAR) sebagai salah satu organisasi yang ada di Kota Kupang, dalam berjuang menuju impiannya untuk bekerja sama menciptakan solidaritas manusia terhadap manusia dan manusia terhadap alamnya melalui kemitraan bersama akar rumput, mengadakan visioning bagi 15 peserta. Kegiatan tersebut dilakukan dari 20-22 Januari 2011, pada 17.00-21.00 Wita, di sekretariat Pikul, Jl. Wolter Monginsidi II, Pasir Panjang, Kota Kupang. Berikut laporan selengkapnya yang disusun oleh Imanuel “Bai” Lopis, salah satu peserta visioning KoAR.

Kamis, 20 Januari 2011
Mengenal Kekuatan Diri
Peserta visioning KoAR memasang "kekuatan kesuksesan" ke papan kekuatan.


Ada tiga orang tukang batu. Saat tukang batu pertama ditanya mengapa ia memecah batu, ia menjawab bahwa ia memecah batu karena memang haruslah begitu. Saat tukang batu kedua ditanya, ia menjawab bahwa ia memecah batu karena ingin membuat sebuah fondasi dan saat tukang batu ketiga ditanya, ia menjawab bahwa ia memecah batu untuk membuat sebuah gedung. Ilustrasi ini disampaikan mama Silvia Fanggidae, mengawali visioning KoAR. “Ketika berada di KoAR, kita harus tahu seperti apa visi ke depan seperti tukang batu yang tahu mengapa ia memecah batu,” kata Ma Ile, sapaan akrab Mama Silvi Fanggidae.

Visioning hari pertama ini dimulai dengan perkenalan. Setiap peserta diminta membuat tiga buah gambar. Gambar pertama adalah gambar permainan favorit semasa kecil, gambar kedua adalah gambar tiga hal yang membuat orang lain tertarik dengan diri sendiri dan gambar ketiga adalah gambar lagu kesukaan yang sementara populer. “Gambar lagu karmana e?” tanya seorang peserta visioning kepada saya.

Setelah selesai menggambar, setiap peserta memperkenalkan diri melalui gambar-gambarnya, diakhiri dengan menyanyikan satu bait lagu kesukaan yang digambarkan itu. Selain lagu pop barat dan pop Indonesia yang sementara populer, ternyata ada peserta yang menyukai lagu anak-anak seperti Balonku Ada Lima dan Bintang Kecil di Langit yang Biru. Salah satu peserta bahkan menjadikan Indonesia Raya sebagai lagu favorit.

Acara perkenalan selesai lalu Ma’ Ile mulai mengulas tentang belajar. Dalam proses belajar terdapat suatu hal baru yang diciptakan. Dengan ciptaan itu, masalah bisa terjawab atau bahkan dikunokan. Dalam proses belajar, kita juga harus mengenal apa yang dinginkan dan kekuatan apa yang dimiliki setiap orang.

Berkaitan dengan pengenalan kekuatan pribadi, kami diminta menuliskan lima kesuksesan pada lima potong kertas dan dibalik kertas itu dituliskan kekuatan yang membuat kesuksesan itu tercapai. Kemudian, kami berdiskusi dengan teman untuk memilih salah satu kesuksesan yang paling berkesan. Kesuksesan yang berkesan itulah yang kemudian dipresentasikan. Ada yang sukses dalam aksi kemanusiaan, percintaan, menulis puisi dan opini di surat kabar, menjadi ketua panitia, reuni dengan teman sekolah dan sebagainya. Kekuatan-kekuatan kesuksesan itu juga beragam. Ada kekuatan doa, imajinasi, nekat, kepedulian, pantang menyerah serta puluhan kekuatan lainnya.
Kekuatan-kekuatan tersebut lalu ditempelkan pada “papan kekuatan”. Di akhir kegiatan ini, Ma’ Ile mengatakan, “Dari cerita kesuksesan ini, kita telah menemukan kekuatan untuk KoAR.”

Tanpa terasa, visioning hari pertama berakhir. Kegiatannya berlangsung penuh ceria dan kreatif, apalagi dengan menggambar, menulis, menyanyi dan bergoyang.

Jumat, 21 Januari 2011
Menggambar Mimpi
Ani Suyono, salah satu peserta visioning, sedang menjelaskan mimpinya yang digambar


“Menggambar mimpi sama dengan memvisualisasikan mimpi dan akan lebih mendorong kita untuk mencapai mimpi,” kata Ma’ Ile di hari kedua visioning.
Hari ini juga kami diminta untuk menggambar impian pribadi yang akan dicapai pada 2013. Sesudah menggambar, kami mempresntasikan mimpi itu dan diakhiri dengan sebuah puisi tentang mimpi. Ada yang bermimpi jadi aktivis, jaksa, penulis, sarjana, penyuluh pertanian, dan lain-lain.

Kegiatan berikut yakni membuat mind map demokrasi. Kami dibagi dalam tiga kelompok lalu mencari tiga berita di koran yang berkaitan dengan demokrasi (demokrasi yang diartikan menurut pemahaman pribadi). Berita-berita tersebut digunting lalu ditempel di karton kemudian dituliskan komentarnya. Satu masalah yang mengemuka dari dua kelompok yaitu kekisruhan Pemkot Kupang dan DPRD Kota Kupang dalam pembahasan APBD 2011. Saran dari kedua kelompok itu yakni Pemkot dan DPRD bisa berdamai dan melanjutkan pembahasan APBD tersebut. Masalah demokrasi yang unik dari kelompok yang satu lagi yaitu komunikasi orang tua dan anak dalam lingkungan keluarga. Orang tua harus membangun komunikasi yang harmonis dengan anak.

Diskusi mengenai berita demokrasi pun berakhir. Ma’ Ile berpesan, “Selalu pikirkanlah sebuah gagasan.”

Sabtu, 22 Januari 2011
KoAR 2013

Peserta menggambar di hadapan empat piring gorengan

Hari ini kami diperlihatkan sebuah cuplikan video yang menggambarkan tentang dua tim sepak bola anak-anak. Saat bermain bola, kedua tim mengerumuni bola dan ramai-ramai menendang. Saat pelatih menginstruksikan untuk membawa bola ke gawang lawan, mereka malah membawa bola ke gawang sendiri. “Apa yang bisa didapat setelah menonton video ini?” tanya Ma’ Ile. Ada yang menjawab bahwa anak-anak tidak memahami instruksi, kekuatan pemain sebaiknya dibagi ke semua lini, dan sebagainya. Ma’ Ile mengatakan kepada kami bahwa yang harus dipelajari dari video tersebut yaitu memahami goal atau tujuan sehingga ada upaya untuk mencapainya. “Ada organisasi yang tidak memiliki tujuan padahal berkegiatan dan cape padahal struktur organisasinya jelas,” tambah Ma’ Ile.

Setelah Ma Ile, Om Ody Messakh yang membagi pengalaman seputar organisasi kepada kami. Om Ody mengatakan organisasi itu penting dalam penyelesaian suatu masalah. “Jika kita belajar berorganisasi, apapun tantangannya, kita dapat bergabung mencari solusinya,” tegas Om Ody mengawali pemaparannya.

Satu hal yang menarik dari penjelasan Om Ody yaitu kekuatan organisasi yang terbentuk dari kekuatan orang-orang yang ada di dalamnya. Di KoAR terdapat banyak anggota dengan banyak potensi, disiplin ilmu dan kesuksesan yang menjadi kekuatan KoAR. “Sapa sukses buat apa, bawa itu dan terapkan di KoAR,” harap Om Ody.

Om Ody selesai dan kami kembali bersama Ma’ Ile. Lagi-lagi kami bermain-main dengan gambar dan menggambar dalam kelompok. Setiap kelompok diberikan aneka gambar. Gambar-gambar tersebut lalu diseleksi dan dijadikan sebagai impian KoAR ke depan yang dalam bentuk vision board atau papan impian. Tiap kelompok menampilkannya dengan kreatif. Ada yang vision board berbentuk jaring laba-laba dan diagram pohon.

Semua mimpi yang terpajang di vision board kebanyakan berkaitan dengan KoAR yang pro rakyat kecil, jaringan luas, melahirkan pemimpin, demokratis, dan yang sejenisnya. Tetapi ada satu mimpi yang menarik yaitu KoAr menjadi organisasi yang romantis.

Di penghujung visioning ini, Ma Ile berpesan, “Harus berpikir menyimpang namun berdasarkan nilai. Selain itu juga harus berdiskusi dengan imajinasi yang liar.” Sebagai latihan berpikir liar, kami diperlihatkan gambar handuk dan mengemukakan ide liar untuk memanfaatkan handuk. Ada yang bilang handuk dijadikan pukat, dijadikan atap, kendaraan, krupuk, media untuk membuat es dan sebagainya. “Handuk dicelup ke wadah berisi air yang telah diberi pemanis kemudian masukan ke kulkas sampai beku. Kalau mau makan es, tinggal potong handuk dan isap esnya,” jelas seorang peserta yang menawarkan ide es handuk.

Berbagi cinta, belajar dan tinggalkan warisan. Kata-kata ini lalu ditanyangkan di slide sebagai penutup visioning. Semoga impian yang telah tergambar dapat tercapai di 2013 dengan kekuatan-kekuatan yang kita miliki.

Rambu Lalu Lintas Semrawutan


Rambu tanda penyebrangan dan penunjuk jalan yang berada di Jl. A Yani, Kota Kupang, dipasang berjejer di atas trotoar sehingga mengganggu pejalan kaki.
Tampak seorang pejalan kaki berusaha melewati tiang kedua rambu.

Very Green


Kota Kupang baru saja melaksanakan Kupang Green and Clean (KGC) pada tahun lalu. Saking green-nya sampai papan nama jalan dibiarkan ditumbuhi tumbuhan liar. Misalnya yang terlihat pada papan nama Jl. Hans Kapitan, Kelapa Lima. Semoga saja itu adalah bagian dari konsep green.

A. YANI Sr dan A. Yani Jr.


Dua papan nama jalan di Kota Kupang dipasang bersamaan, seolah yang satunya Jl. A. Yani Sr dan yang satu lagi Jl A. Yani Jr.
Merusak pemandangan dan membingungkan saja.

Rabu, 19 Januari 2011

Mempersiapkan Psikis Murid Menuju UN

Oleh: Imanuel E.O. Lopis
(Mahasiswa FKIP, Undana, Kupang)
“Sonde mati, gila!” Sepenggal kalimat ini merupakan ungkapan yang beberapa waktu terakhir ini tenar di sebagian besar anak muda, termasuk para pelajar di Kota Kupang dan sekitarnya. Kalimat ini mengandung makna ada akibat dari sebuah tindakan atau kejadian yaitu mati atau gila.

Apa yang bisa membuat seseorang kalau bukan mati, gila? Salah satu hal yang menyebabkan itu yakni Ujian Nasional (UN). Setelah UN dilaksanakan dan diumumkan hasilnya, banyak murid peserta ujian yang ‘gila’ bahkan mati karena bunuh diri.

Masih ingat Adriana Kambida Nendir? Ia adalah murid SMA Negeri I Waingapu yang bunuh diri akibat tidak lulus dalam UN (Suara Karya, 19 Juni 2008). Kejadian lain yaitu puluhan murid SMA Negeri 2, Kupang Timur, merusaki kaca jendela sekolah karena tidak lulus dalam UN (Detikcom, 6 Juni 2007). Di tempat lain, karena tidak lulus UN pula, ada murid yang minum miras dan memukul gurunya.

Beberapa contoh faktual di atas menunjukan bahwa ketidaklulusan bisa membuat para murid peserta UN ‘gila’ atau ‘mati’. Setiap tahun setelah pengumuman hasil UN, para pelajar selalu menjadi korban. Sebelum diadakan UN saja, ada pelajar yang sudah rasanya seperti mau mati atau gila.

Mengapa para pelajar bisa berperilaku seperti ini? Hal ini karena stres telah mengungkung mereka. Stres, menurut Dr. Kartini Kartono dan Dali Gulo dalam Kamus Psikologi, diartikan sebagai: sejenis frustrasi di mana aktifitas yang terarah pada pencapaian tujuan terganggu; tekanan-tekanan fisik dan psikis yang dikenakan pada tubuh dan pribadi; ketegangan fisik atau psikis karena ketakutan dan kecemasan.

Hal yang membuat seseorang menjadi stres disebut sebagai stressor. Ada tiga jenis stressor menurut Sutardjo A. Wiramihardja dalam Pengantar Psikologi Abnormal, yaitu frustrasi, konflik dan tekanan (pressure). Roges dan Dorothy seperti yang dikutip Wiramihardja, mengartikan frustrasi sebagai situasi di mana orang menghayati situasi terhambat ketika melakukan upaya untuk mencapai yang dituju. Reaksi frustasi berupa perilaku yang tak terfrustasikan (unfrustrated behavior) dan perilaku yang terfrustrasikan (frustrated behavior).

Perilaku yang tak terfrustrasikan berupa perilaku-perilaku yang konstruktif, misalnya, seseorang ketika tidak juara dalam suatu perlombaan, ia terus berlatih untuk juara pada perlombaan berikutnya. Sementara perilaku terfrustasikan berupa perilaku-perilaku destruktif, misalnya, melakukan pengrusakan, penganiayaan, atau perilaku yang mengganggu orang lain bahkan diri sendiri ketika gagal mencapai sesuatu yang dituju.

Stresor kedua yakni konflik, merupakan dua atau lebih kebutuhan yang memiliki kekuatan yang sama dan berjalan bersama-sama sehingga menyebabkan konflik karena individu harus memilih. Stresor yang satu lagi yakni tekanan (pressure), merupakan tekanan mencapai tujuan atau tekanan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu. Dalam tekanan, individu dipaksa atau terpaksa melakukan sesuatu yang tidak ia inginkan atau tidak bisa ia lakukan.
Stres yang dialami para murid mulai awal tahun ajaran baru. Ketika duduk di kelas VI sekolah dasar, kelas IX sekolah menengah atau kelas XII sekolah menengah atas/kejuruan, mereka berhadapan dengan tekanan untuk mengikuti les tambahan baik di pagi buta maupun sore hari di sekolah. Mereka harus melumat habis materi pelajaran dan soal-soal UN tahun-tahun sebelumnya. Waktu bermain, menonton televisi, atau bersenang-senang dikurangi bahkan ditiadakan oleh pihak sekolah dan orang tua.

Seandainya mereka berperilaku seperti membuat kegaduhan di kelas saat guru tidak masuk kelas, mereka bisa saja dimarahi guru lain bahwa mereka harus belajar bukan membuat kegaduhan karena akan mengikuti UN. Les-les tambahan dan tuntutan untuk selalu belajar agar lulus UN merupakan pressure yang diberondong kepada para murid yang akan mengikuti UN. Akibatnya mereka mengalami stress.

Selain stres karena pressure, para murid mengalami stres karena konflik akibat adanya dua tuntutan atau kebutuhan yang sama kekuatannya dalam diri mereka. Misalnya, di tengah keharusan belajar, si murid butuh untuk nongkrong bersama teman-temannya. Konflik pun terjadi karena ia harus memilih untuk belajar atau nongkrong.

Bagaimana dengan kondisi psikis para murid setelah mengikuti UN dan tidak lulus? Sudah pasti mereka mengalami frustrasi karena kelulusan yang diharapkan tidak tercapai atau keinginan untuk melanjutkan pendidikan terhambat oleh ketidaklulusannya. Dalam keadaan frustrasi, perilaku yang terfrustrasikan seperti merusak fasilitas sekolah, menganiaya guru, minum minuman keras bahkan minum racun bisa terjadi.

Sebentar lagi UN akan tiba. Berdasarkan Peraturan Mentri nomor 46 tahun 2010, UN untuk SMA dan yang sederajat pada 18-21 April 2011 sedangkan SMP dan yang sederajat pada 25-28 April 2011. Artinya tidak lama lagi para peserta akan mengikuti UN. Sejak semester I sampai semester II yang sedang bergulir, para murid yang akan mengikuti UN pasti mengalami stres baik karena frustasi, konflik maupun tekanan. Kalau selama ini orang tua, kepala sekolah dan guru menekan si murid yang akan ikut UN untuk tekun belajar agar lulus UN, sebaiknya tekanan itu dikurangi bahkan tidak perlu menekan para mereka. Kontrol saja dan dampingi anak atau murid untuk belajar semampu mereka dan berikan waktu bagi mereka untuk bermain, refreshing, menonton televisi, dan bergaul dengan teman-temannya.

Satu hal yang patut diwaspadai adalah jangan sampai murid-murid terus ditekan guru atau kepala sekolah untuk lulus UN lantaran ada tekanan dari sang bos alias Kadis PPO. Sementara Kadis PPO-nya mendapat tekanan dari kepala daerah. Kepala daerahnya mungkin takut malu kalau hasil UN di daerahnya terpuruk. Tekanan dari atas ke bawah untuk lulus UN bisa menumbalkan kejiwaan anak didik.

Selain tidak memberikan tekanan, para murid tidak perlu ditakuti dengan standar kelulusan dan hasil kelulusan tahun lalu yang buruk. Momok UN hendaknya dijauhkan dari mereka. Rasa optimismelah yang patut ditanamkan. Optimisme itu tentu berdasarkan ketekunan belajar mereka. Ketekunan belajar itu tentu bukan dilihat dari seberapa banyak mengikuti les dan seberapa lama mengurung diri dalam kamar untuk menghafal pelajaran.
Optimisme menurut Lawrence E. Shapire dalam Mengajarkan Emotional Intellegence pada Anak, merupakan kecenderungan memandang segala sesuatu dari sisi baiknya. Optimisme juga akan mengubah pikiran negatif menjadi positif dan kalau terjadi sesuatu yang buruk, orang yang optimis akan memandangnya secara realistis.

Apabila para murid memiliki rasa optimis, UN bukanlah momok namun merupakan anak tangga menuju kesuksesan. Ketika tidak lulus, bisa menerima kenyataan atau realistis bahwa ia memang belum mencapai standar kemampuan akademik yang dipatok.

Wujud pengoptimisan para murid bisa berupa kata-kata pengobar semangat belajar atau kata-kata yang memberi pengharapan realistis, baik sebelum UN, sementara UN dan sesudah UN. Saat sesudah UN, apalagi setelah pengumuman hasilnya, murid-murid yang tidak lulus wajib dicurahi kata-kata penguatan, optimis atau yang menghibur. Lebih dari sekedar kata-kata, mereka wajib pula untuk didampingi guru atau orang tua.

Dalam UN tingkat SMP dan yang sederajat pada tahun tahun lalu, seorang murid SMPN I Karang Anyar sebagai peraih nilai tertinggi secara nasional, mendapat telepon dari SBY. Bisakah di tahun ini SBY, Mendiknas, para kepala daerah, atau para Kadis PPO berkenan memberikan para murid sebuah kata penguatan sebelum UN? Setelah hasil UN diumumkan, bisakah mereka berkenan menelepon seorang murid peserta UN yang tidak lulus dengan nilai terendah, untuk memberikan satu kata pengharapan baginya?

Semoga dalam persiapan menghadapi UN, aspek kejiwaan para murid yang akan mengikuti UN juga turut dipersiapkan. Dengan demikian, setelah hasilnya diumumkan dan ternyata ada yang belum lulus, mereka dapat menerimanya dengan realistis dan optimis untuk terus berjuang.

Selasa, 11 Januari 2011

Inilah Gerbang Universitas Berorientasi Global


Pintu gerbang Universitas Nusa Cendana hampir rampung. Gerbang ini dibangun dengan dana 765 juta dari APBN. Pada gerbang ini tertulis The University of Nusa Cendana, global oriented university. Akankah universitas ini bisa menjadi universitas yang berwawasan global????
Mari kita lihat!Jangan sampai gerbangnya yang 'global'.

Sedia Payung Sebelum Hujan


Seorang ibu di Niki-niki, TTS, berpayung di bawah cuaca mendung.
Akibat fenomena la nina,hujan masih akan mengguyur NTT hingga awal Maret.
Sedia payung sebelum hujan ya!!!

OBAMA


Seorang Obama (ojek batu mangan) di Niki niki, Timor Tengah Selatan.
Jasa ojek merupakan sarana alternatif dalam mengangkut mangan ketika pengangkutan mangan dengan truk kerap dicekal aparat.

Selasa, 04 Januari 2011

REKOR TERUKIR DI BAWAH NAUNGAN TIANG AWAN


KIRI: pelepasan balon gas sebagai tanda dimulainya St. Claus Manekat.
KANAN ATAS: perwakilan Museum Rekor Indonesia (MURI), Paulus Pangga, SH memberikan piagam penghargaan kepada Bpk. Charles Naramesakh
KANAN BAWAH: perwakilan Museum Rekor Indonesia (MURI), Paulus Pangga, SH memberikan piagam penghargaan kepada Bpk. Wellem Tan
Kedua penerima penghargaan tersebut merupakan anggota Jemaat Son Halan Niki-niki yang mencatat rekor MURI ke 4.677 dengan memotori kegiatan St. Claus Manekat. Dalam kegiatan tersebut, dibagikan hadiah kepada 3.500 anak di 17 posko yang tersebar di Kota Niki-niki dan beberapa desa di sekitarnya



Sejak pertengahan Desember 2010, hujan terus mengguyur sebagian wilayah NTT, tak terkecuali Niki-niki, ibu kota Kecamatan Amanuban Tengah, Timor Tengah Selatan. Hujan yang terus-menerus tersebut menjadi ujian iman bagi warga setempat dan sekitarnya yang merayakan Natal dengan aneka kegiatan, terutama yang dilakukan di alam terbuka. Salah satu kegiatan tersebut misalnya, kegiatan membagi-bagi hadiah oleh “St. Claus Manekat” kepada ribuan anak di Niki-niki dan beberapa desa sekitarnya pada 30 Desember 2010. Sebelum kegiatan tersebut dilaksanakan, banyak orang berdoa dan berharap agar cuaca bersahabat ketika kegiatan St. Claus Manekat dilaksanakan. Sehari sebelumnya, Ketua Majelis Jemaat Son Halan Niki-niki, Pdt. B.J. Kesaulya-Sahetapi, S.Ag, dalam ibadah persiapan untuk perjamuan kudus, berdoa agar cuaca bersahabat ketika kegiatan berlangsung. Doa serupa juga dipanjatkan oleh Ketua KPWK Amanuban Tengah Utara, Pdt. S.B. Telnoni-Tahun, S.Th, saat membawakan doa pembukaan kegiatan St. Claus Manekat. Pdt. Telnoni-Tahun memohon kiranya Tuhan memberikan tiang awan pada siang hari dan tiang awan pada malam agar kegiatan berjalan dengan lancar.

Selain kedua pendeta tersebut, tentu banyak pihak yang berdoa agar cuaca mendukung kelancaran kegiatan. Lalu apakah doa-doa tersebut dijawab oleh Tuhan? Tulisan ini adalah salah satu saksi bahwa doa orang benar besar kuasanya dan Tuhan telah membuktikan bahwa Ia berkuasa atas alam semesta yang dicipakan-Nya.

Kalau hari-hari sebelumnya hujan turun dengan deras, pada 30 Desember 2010 hanya mendung. Di bawah naungan awan, St. Claus Manekat berkonvoi dengan ratusan jemaat Soh Halan serta jemaat sekitarnya menggunakan puluhan kendaraan roda dua dan empat. Dari sekretariat St Claus Manekat di Niki niki, rombongan menuju Posko I di Desa Oe O, Kecamatan Oe Nino, TTS. Kemudian menuju Posko II di Desa Niki niki Un, Posko III dan IV di Desa Sopo, Posko V-XIII di Niki-niki, Posko XIV di Desa Nobi nobi, Posko XV di Desa Supul, Posko XVI di Desa Tetaf dan Posko XVII di Desa Lakat.

Di setiap posko telah berkumpul ratusan anak-anak yang datang dari rayon atau jemaat setempat dan sekitarnya. St. Claus Manekat dan rombongan lalu mengunjungi mereka dan memberikan hadiah (makanan ringan dan alat tulis yang dipaket dalam satu tas kecil). Sebelum memberikan hadiah, ada anak-anak yang diminta mengucapkan doa, menyanyi atau membaca puisi. Setelah memberikan hadiah, Opa St. Claus Manekat yang didampingi ibu peri, berpesan kepada anak-anak agar patuh pada orang tua dan rajin beribadah. Jangan hanya mau rajin ketika St. Claus Manekat mau membagi-bagi hadiah.

Setelah berkeliling membagi-bagi hadiah, rombongan St. Claus Manekat kembali ke sektretariat pada 19.45 Wita. Kegiatan ini berlangsung lancar berkat lindungan tiang awan dari Tuhan. Hujan tidak turun dan matahari tidak terik sehingga St. Claus bisa berkeliling dari posko ke posko untuk membagi hadiah. Hujan rintik sempat mengguyur kawasan posko I dan terlihat hujan lebat beberapa kilo meter di depan namun saat rombongan St. Claus memasuki kawasan tersebut, yang terlihat hanya jalan raya yang basah. Rupanya hujan baru saja reda. Bagaimana mungkin? Suatu mujizat! Kalau saat final Piala AFF di Glora Bung Karno pada 29 Desember 2010, pawang hujan dikerahkan untuk menahan hujan namun saat St. Claus Manekat di Niki niki, imanlah yang menghasilkan cuaca baik.
Banyak jemaat yang asyik menoton dan berkonvoi dengan St. Claus. Banyak anak yang menerima hadiah dari St. Claus. Sadarkah mereka kalau semua itu berkat cuaca baik yang diberikan Tuhan?

Rekor Terukir
Kegiatan St. Claus Manekat berupa pembagian hadiah kepada 3.500 anak yang tersebar di 17 posko, sepanjang 21,4 Km. Menurut Ketua Panitia, Charles Naramesak, kegiatan tersebut yang sudah lima kali dilaksanakan bertujuan menyatakan kasih kepada sesama. Selain itu juga mengajarkan anak-anak untuk mau berbagi dengan siapa saja.

Kegiatan tersebut tercatat dalam Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai rekor ke 4.677. Charles Naramesak dan Wellem Tan sebagai penggagas kegiatan ini mendapat penghargaan dari MURI yang diserahkan langsung perwakilan MURI, Paulus Pangga, SH. Pada kesempatan itu, Pangga berharap agar pemerintah bisa peka dengan kegiatan seperti itu sehingga bisa menjadi agenda wisata rohani. Sementara itu, perwakilan Majelis Sinode GMIT, Pdt. Weli Kamelia-Maleng, M. Th dalam sambutan pembukaan St. Claus Manekat, mengungkapkan sukacita Majelis Sinode karena ada jemaat yang misioner dan mau berbagi kasih. “Semoga kegiatan ini menjadi inspirasi bagi kita untuk saling berbagi dengan tulus dengan sesama, seperti Tuhan yang telah memberikan Anak-Nya untuk menebus kita dari dosa,” kata Pdt. Kamelia-Maleng.

ST. CLAUS MANEKAT


St. Claus Manekat dan ibu peri membagikan hadiah kepada 3.500 anak di Niki niki dan beberapa desa di sekitarnya. Kegiatan ini dalam rangka perayaan Natal dan bertujuan mengajarkan anak-anak untuk hidup berbagi dengan sesama.

ANEKA POHON NATAL HASIL KREASI


Aneka pohon natal hasil kreasi guru sekolah minggu dan anak-anak sekolah minggu. Mereka membuat pohon natal di posko yang akan dikunjungi St. Claus Manekat

EKSPRESI ANAK-ANAK


Inilah ekspresi anak-anak ketika dikunjungi St. Claus Manekat.
Ceria, takut, dan berani berbaur menjadi satu.

TEROMPET DAN NAFIRI


Peniup nafiri dan terompet menyemarakan kegiatan St. Claus Manekat di Niki-niki

ANTUSIAS


Warga Niki-niki dan sekitarnya antusias melihat St. Claus Manekat yang membagi-bagi hadiah di Niki-niki dan beberapa desa di sekitarnya.