Sabtu, 01 Agustus 2009

Ada Sinyal di Tengah Sawah

Secara de jure, saya menjadi anggota GMKI Cabang Kupang pada 13 Desember 2007 namun sejak awal Juli saya sudah aktif organisasi kemahasiswaan ini. Debut di GMKI dimulai ketika mengikuti Kemah Kerja Ilmiah (KKI) Komisariat Rabbi, di Desa Tuasene, Kabupaten Timor Tengah Selatan, pada 4 Juli- 8 Juli 2007.
Ketika di penghujung bulan Juni, menjelang masa liburan panjang, saya bersama kawan-kawan seperjuangan nongkrong di teras depan Pusat Bahasa, Universitas Nusa Cendana setelah mengetahui jika kursus bahasa Inggris ditunda dan akan dilaksanakan pada 9 Juli. Tiba-tiba ada ajakan dari salah satu teman, Veki Tun, “nyadu, son jadi kursus ni. Karmana kitong iko kegiatan GMKI. Bilang di So’e sana. Tanggal 4 su barangkat” Daripada bingung menanti waktu tibanya kursus, lebih baik ikut kegiatan GMKI saja.
Tanggal 4 Juli 2007 pagi, saya berjalan deg-degan membawa tas berisi pakaian dan sedikit makanan ringan menuju secretariat GMKI di Jl. Durian, samping kampus lama Undana. Pintu berdaun dua berwarna biru yang terbuka seakan membuka tangan menyongsong saya. “Slamat pagi kaka”. Si gondrong berkaos biru (Sekcab GMKI Kupang, Om Yerianus Riwu Hadjo) membalas sapaan saya “syalom!”. Ah! diberi selamat pagi kok balasnya syalom? Sementara masih bingung di tempat baru ini, Kakak berambut gondrong ini menyodorkan tangan dan menyalami saya. Kami lalu berbasa-basi dan menonton Copa Amerika sembari menunggu waktu. Ternyata saya baru tahu jika syalom menjadi salam di GMKI karena beberapa orang yang saya dengar selalu mengucapkan syalom ketika berada di ambang rumah berwarna biru itu. O, iya ya. . .!!!
Setelah mengulur waktu beberapa jam, kami pun berangkat ke tempat kegiatan, yang mencapai 100 km arah selatan timur Kota Kupang. Bung Ketua Cabang berpesan agar bisa menunjukan ke-maha-an kita di masyarakat dan saling berkordinasi di lapangan. Perjalanan melelahkan yang memakan waktu sekitar 3 jam membawa kami tiba di desa Tuasene, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Kami disambut dengan tarian Foti (tarian asal Rote) lalu diikuti pengalungan selendang kepada beberapa senior. Setelah seremoni kilat ini, kami mengangkut barang-barang ke gedung SD sebagai tempat penginapan kami.
Ibadah pembukaan kegiatan yang bernama Kemah Kerja Ilmiah (KKI) Komisariat Rabbi, dengan tema Bangkitlah Menjadi Taruk Bagi Bangsa dan subtema Memperjuangkan Solidaritas Kemanusiaan dan Demokrasi Substansial Menuju Indonesia Yang Berkeadilan dan Bermartabat, dibuka pada malam harinya dengan ibadah yang berlangsung di Gereja Paulus Tuasene. Pada kesempatan itu hadir beberapa senior dari So’e, salah satu diantarannya Bung Yefta Mella. Beberapa kegiatan yang akan dilaksanakan yaitu penyuluhan pertanian dan kesehatan, pelatihan silabus bagi para guru, diskusi managerial organisasi, kerja bakti dan sebagainya.
Dalam seremoni pembukaan KKI, Kepala Desa Tuasene, Abed Nego Engo berharap agar kehadiran kami dapat memberikan sesuatu yang berarti bagi masyarakat setempat. Menyambung dari itu, Ketua Komisariat Rabbi, Usi Yuli Manukale mengatakan bahwa kami sebagai mahasiswa membutuhkan kehadiran masyarakat untuk melayani mereka. Sementara itu Bung Yefta Mella berharap kepada kami untuk belajar dari masyarakat. Bung Ketua Cabang pun meminta agar menjadikan Tuasene sebagai rumah kami sendiri.
Selamat pagi Tuasene. Udara yang dingin membuat kami masih meringkuk di balik selimut dan terpaku di atas bentangan karpet biru namun akhirnnya dibangunkan untuuk ibadah pagi dan persiapan untuk hari pertama.
Kegiatan hari ini yakni kerja bakti bersama masyarakat menimbun jalan yang berlubang. Sore harinya pertandingan bola kaki dan selanjutnnya kami pergi melayati istri staf desa yang meninggal dunia. Oh iya, ketika melayat dalam kondisi udara yang dingin, Usi Yuli Manukale, Ketua Komisariat Rabbi (FKIP Undana) mendapat jatah selimut dari seorang pemuda Tuasene. E..hemm! Cuma berdehem saja ya.
Di hari kedua KKI ini, diadakan penyuluhan peternakan dan penyuluhan tentang penyakita malaria. Rupanya partisipasi masyarakat dalam KKI tidak begitu menggembirakan. Bung David Natun (senior member), Bung Ebets Masu (konsultan BPC), Bung Patje (Ketua Cabang), Usi Dewi Sombu (Kabid Organisasi) dan beberapa yang baru tiba dari Kupang, bersama kami membahas penyebab minimnya partisipasi masyarakat dalam KKI. Apa karena mereka sibuk mengurus sawah? Silahkan SMS dan tanyakan kepada Kepala Gerakan. Ha ha ha!! Menyinggung soal HP, desa ini memiliki semacam hot spot di tengah sawah yang terletak dibelakang kantor desanya untuk membantu teman-teman yang memiliki HP dan mau menelpon atau ber-SMS. Sinyal HP sepertinya hanya bisa diperoleh jika berada di kawasan persawahan. Siapa yang mau berkomunikasi menggunakan HP, silahkan pergi ke tengah sawah dan mengacungkan HP-nya. Wah! Teman-teman kadang pergi ke seputaran sawah bersama-sama untuk mendapat sinyal sehingga di sekitar situ menjadi ramai mendadak. Yah! Tidak apap-apa kan mencari sinyal sambil mengusir burung pengganggu padi petani. Ha ha ha!!!
Memasuki hari ketiga, walaupun kedinginan terus mengigilkan kami namun semangat terus mengobarkan semangat untuk bekerja. Hari ini diadakan diskusi managerial organisasi yang dipimpin Bung David Natun. Setelah itu dilanjutkan dengan penyuluhan pertanian. Ketika mau melatih petani untuk membuat pupuk bokasi, eh! masyaraka sudah tau.
Malam minggu di Tuasene di isi dengan Kebaktian Penyegaran Iman (KPI). Dalam KPI ini derefleksikan kata taruk. Kita sebagai taruk diharapkan untuk membawa nuansa baru di semua medan layan. Sehabis KPI bukanya langsung tidur tetapi masih berdiskusi dengan pemuda setempat yang kebanyakan laki-laki. Katanya perempuan di desa itu dilarang berkeliaran di luar rumah. Memang benar sejak hari pertama tiada bunga desa yang nongol.
Setelah mengikuti ibadah bersama jemaat, kami membereskan barang-barang untuk pulang. Dalam ibadah perpisahan di kantor desa, Kepala Desa meminta maaf atas dukungan yang tidak maksimal dari masyarakat. Ketua Komisariat pu meminta maaf atas kekeliruan yang telah kami lakukan selama beberapa hari di Tuasene.
Sebuah truk dan bus lalu membawa kami meninggalkan Tuasene, miniature suku Rote menuju Kupang. Selamat berpisah Tuasene. Terima kasih karena di sinilah saya mempunyai banyak teman baru dan mengawali proses belajar di wadah ini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar