Kamis, 11 Februari 2010

Kasih Musiman


(Refleksi Hari Valentin Untuk Pemilukada)
Kala waktu terus bergulir dan menghanyutkan kita ke pertengahan bulan Februari, bumi seolah bermadikan kembang tujuh rupa. Jagat raya penuh dengan gelora romantisme. Gairah untuk menonjolkan kasih sayang begitu menggebu dan menderu. Di lapak-lapak pedagang kaki lima sampai etalase-etalase supermarket, dapat dijumpai aneka asesoris valentin. Ada kacamata valentin, baju valentin, kue valentin, boneka valentin, coklat valentin bahkan mungkin ada ta’i valentin dan pernak-pernik lainnya. Ucapan-ucapan puitis membanjir melalui pesan singkat di pagi buta. Kartu-kartu bernada kasih dikirim ke sana, ke mari. Dalam hiruk pikuk kendaraan yang berseliweran, bunga-bunga pertanda kasih sayang dibagi-bagikan kepada siapa saja di jalan raya. Ada juga valentine party ataupun seminar-seminar seputar valentin.
Semua yang tergambar di atas merupakan semarak valentin yang selalu kita jumpai di hari valentin. Valentine menurut salah satu versi, bermula dari zaman kerajaan Romawi, ketika St. Valentine yang saat itu menjadi pendeta terkenal di Romawi menolak perintah Kaisar Claudius yang melarang adanya pernikahan. Secara sembunyi-sembunyi St. Valentine menikahkan pasangan yang jatuh cinta. St. Valentine kemudian dihukum dan mati pada hari keempat belas bulan Februari tahun 270 M, yang bertepatan dengan tradisi pemujaan para dewa dan pemilihan pasangan bagi kaum muda. Taradisi festifal Lupercalia ini kemudian berganti nama dengan Hari St.Valentinus. Sejak itu mulailah para pria memilih gadis yang diinginkannya bertepatan pada hari Valentin. Perayaan valentin pun berkelanjutan sampai sekarang (Kapan Lagi.com, 11 Februari 2008).
Membahas mengenai valentin maka hal kasih tentu menjadi ide pokoknya. Walaupun valentin masih kontraversial namun alangkah indahnya jika nilai kasih yang terkandung di dalamnya hendaknya kita petik dan amalkan dalam hidup sehari-hari. Setiap orang tentu memiliki versi sendiri tentang pengertian kasih, cara menyatakan kasih dan tujuan dari kasih yang dipraktekannya. Ada yang menyatakan kasihnnya dengan memberikan bunga, barang, uang, dan sebagainya kepada yang dikasihinya. Ada yang mengungkapkan kasihnya dalam bentuk doa dan kata-kata penghiburan, dan masih banyak lagi cara pengungkapan kasih yang lain. Saat mewujudkan kasihnya, seseorang tentu memiliki motivasi dan maksud tertentu. Ada kasih yang didasarkan atas unsur perasaan atau emosi dan cenderung dikuasai oleh nafsu yang menuntut pemuasan. Ada kasih yang didasarkan atas perasaan kesetiakawanan dan persaudaraan. Ada kasih yang didasarkan atas hubungan darah. Ada juga kasih yang benar-benar tulus dan iklas tanpa memandang bulu serta tidak mengharapkan imbalan.
Dalam konteks Pemilukada yang sekarang mulai berkobar, masyarakat di daerah-daerah Pemilukada pasti sudah atau akan mencicipi berbagai penyataan kasih para politisi yang ikut bertarung dalam Pemilukada. Penyataan kasih tersebut seperti pemberian bantuan berupa uang, Sembako, pakaian dan sebagainya. Ungkapan kasih lainnya berupa tekad para calon pemimpin untuk membangun daerah demi terciptanya hidup yang sejahtera. Tekad itu yang dirumuskan dalam visi dan misi lalu dijabarkan ke program-program kerja. Visi dan misi serta program-program kerja sepasang calon pemimpin dipoles lagi dengan jargon-jargon bernada kasih.
Pemberian bantuan dalam bentuk apa saja dari para calon pemimpin kepada masyarakat, khususnya masyarakat kecil dan kurang mampu merupakan pemandangan klasik dalam setiap pesta demokrasi termasuk Pemilukada. Begitu pula dengan visi misi dan program kerja yang selalu penuh dengan nilai-nilai kasih. Seperti apa kasih para calon pemimpin tersebut? Dari sekian banyak pesta demokrasi yang telah terselenggara selama ini, dapat kita lihat bahwa berbagai bantuan yang diberikan kepada masyarakat sebelum waktu pemilihan atau dalam masa kampanye merupakan kasih musiman. Mengapa kasih itu adalah kasih musiman? Kasih itu kasih musiman karena ada dan marak hanya dalam situasi tertentu. Dalam masa kampanye bahkan jauh hari sebelum kampanye para calon pemimpin sangat merakyat dan sok pengasih. Kita lihat di mana-mana mereka berlomba-lomba turun hingga ke pelosok-pelosok untuk memberikan bantuan kepada masyarakat. Keesokan harinya terpampang di koran foto seorang calon pemimpin sedang memberikan suatu bantuan kepada masyarakat dan pada bantuan tersebut bertuliskan foto sang calon pemimpin bersama nomor urutnya. Saking merakyatnya para politisi tersebut hingga ada sebuah ironi mengatakan bahwa semut milik warga mati saja mereka pergi untuk layati.
Apakah selama ini mereka memang penyantun? Apakah setelah suatu pesta demokrasi selesai mereka masih terus memberikan bantuannya kepada masyarakat? Berbagai bantuan kepada masyarakat seperti yang kita lihat, hanya ada ketika seseorang mencuatkan diri sebagai calon pemimpin atau calon legislator. Bantuan pun kian marak ketika memasuki masa kampanye. Setelah pemilihan selesai tidak ada lagi bantuan serupa bahkan ada pihak tertentu yang menarik kembali bantuannya dari masyarakat karena tidak sukses dalam pemilihan. Kasih itu hanyalah kasih yang bersemi dalam semusim yakni musim pemilihan sesosok wakil rakyat atau sepasang pemimpin. Seperti dalam lirik lagu Shamila Cahya, cintamu, cinta musiman. Sayangmu, sayang musiman. Terkadang panas, terkadang dingin. Bikin hati tak karuan. Rindumu, rindu musiman. Rayumu, rayu musiman. Terkadang rindu, besok tak tentu.
Kalau kasih tersebut adalah kasih musiman, kasih yang ditonjolkan para calon pemimpin tergolong dalam kasih yang mana? Apakah kasih karena hubungan persaudaraan dan kesetiakawanan, kasih yang tulus tanpa mengharapkan imbalan ataukah kasih yang menuntut imbalan? Dalam suasana seperti Pemilukada, pemberian bantuan dalam bentuk apa saja kepada masyarakat secara implisit menuntut balasan yakni ketika hari pemilihan tiba, masyarakat penerima bantuan harus memilih calon pemimpin pemberi bantuan. Selain hal tersebut, kasih para calon pemimpin yang tercermin dari visi dan misi serta program-program kerja bahkan jargonnya dikwatirkan hanyalah manisan belaka demi meraup suara.
Di Hari Valentin ini, kasih jangan hanya diungkapkan dan dimaknai oleh para kaum muda namun juga oleh para calon pemimpin yang akan bertarung di tiap daerah penyelenggara Pemilukada sehingga kasih dalam bentuk apapun bukanlah kasih musiman dan tidak menuntut balasan. Apabila terpilih, setiap program kerja yang sarat dengan nilai kasih hendaknya menjadi setetes embun bagi masyarakat yang berada dalam kedahagaan. Apabila tidak terpilih pun hendaknya terus mewujudkan kasihnya di medan layan yang lain.
Kasih itu hendaknya jangan pura-pura dan penuh kemunafikan. Jika kasih itu hendak dideraskan, biarlah kasih itu datang dari sebuah kemurnian hati hingga mereka yang mencicipinya dikaruniai kesejahteraan abadi.
Semoga Pemilukada di delapan kabupaten di NTT selalu dilingkupi oleh kasih yang sejati. Katakanlah kasih dengan demokrasi!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar