Rabu, 31 Maret 2010

KETIKA MENDERITA SEBAGAI PEMIMPIN


Sebuah kelompok, baik yang terdiri dari beberapa orang saja maupun yang terdiri dari sekumpulan orang dalam jumlah besar tentu memiliki seorang pemimpin. Setiap orang dalam suatu kelompok selalu berlomba-lomba menjadi pemimpin dengan berbagai motivasi. Menjadi seorang pemimpin tentu tidak senikmat yang dibayangkan. Pada tingkatan kelompok kecil, seorang kepala keluarga tentu harus berupaya sekeras mungkin untuk menafkahi keluarganya. Sementara pada tingkatan kelompok masyarakat yang lebih besar, seorang bupati, gubernur atau presiden tentu harus menderita karena dituntut berupaya menyejahterakan masyaratnya, belum lagi kalau diserang lawan politiknya. Tidur mereka juga pasti terganggu oleh segudang persoalan. Singkatnya, menjadi pemimpin berarti ada sejumlah tanggungjawab dan resiko yang harus dipikul bahkan keselamatan terancam.
Seorang figur pemimpin besar yang telah menjadi contoh bahwa seorang pemimpin memiliki sejumlah tanggungjawab, tantangan dan penderitaan, yaitu Yesus Kristus. Dalam Alkitab, Yesus disebut sebagai Raja, Guru, Gembala dan sebutan lain yang merujuk pada kepemimpinan Yesus. Nabi Zakharia dalam nubuatannya menyebut Yesus sebagai Raja. Bersorak-soraklah dengan nyaring, hai puteri Sion, bersorak-sorailah, hai puteri Yerusalem! Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda (Zakharia 9:9). Sementara itu, dalam Surat Ibrani disaksikan bahwa Yesus adalah Gembala Agung. Maka Allah damai sejahtera, yang oleh darah perjanjian yang kekal telah membawa kembali dari antara orang mati Gembala Agung segala domba, yaitu Yesus, Tuhan kita (Ibrani 13:20). Dalam Injil, Yesus kerab disapa sebagai guru.
Apapun sebutannya, Yesus merupakan seorang pemimpin yang menuntun umat manusia menuju keselamatan. Visi mulia yang dibawa Yesus yaitu menyelamatkan umat manusia dari dosa. Seperti yang disaksikan dalam Injil, berbagai ‘program kerja’ telah dilaksanakan Yesus di dunia seperti mengajar, menyembuhkan orang sakit, menghardik setan dan puncak dari karya-Nya di dunia yaitu mengorbankan nyawa bagi orang-orang yang digembalakan atau dipimpin-Nya.
Yesus, Sang Gembala yang mengorbakan nyawa di atas salib, tentu mengalami sejumlah penderitaan fisik dan psikis seperti; dikhianati murid-Nya, Yudas (Lukas 22:3-4); sangat ketakutan hingga keringat-Nya berupa darah (Lukas 22:44); disangkal murid-Nya, Petrus (Lukas 22:56-60); menjadi korban ‘cuci tangan’ penguasa (Matius 27:24); diolok-olok dan dipukul (Lukas 22:63-63); mendapat tuduhan palsu (Lukas 23:2); dipakaikan mahkota duri dan diludahi (Matius 27:29-30); ditinggalkan oleh Allah (Matius 27:46) dan berbagai penderitaan lainnya.
Penderitaan Yesus amatlah kompleks dan berat. Sejak awal saja Yesus sudah mengalami tekanan berat ketika berada di Getsemani. Berbagai pukulan, tusukan mahkota duri dan cambukan mencabik-cabik tubuh Yesus. Dalam kondisi demikian, Yesus harus memikul palang horisontal salib menuju Golgota. Sudah begitu, Yesus disangkali muridnya, Petrus. Yesus diolok-olok dan dikenai tuduhan palsu juga, bahkan ketika di atas salib, Yesus ditinggalkan oleh Allah.
Yesus memang menderita tapi dalam penderitaan itu Yesus melakukan beberapa hal yang patut kita teladani yaitu pertama, tidak memaksakan kehendak. Ketika Yesus berada di taman Getsemani, Ia berdoa “Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi” (Lukas 22:42). Kutipan ayat ini menunjukan bahwa Yesus memohon agar “cawan” diambil dari-Nya. Dalam doa ini Yesus tidak memaksa Allah untuk mengambil atau tidak mengambil “cawan” itu tetapi justru menyerahkan sepenuhnya kepada Allah. Yesus ingin agar yang terjadi bukanlah kehendak-Nya melainkan kehendak Allah.
Kedua, semakin sungguh-sungguh berdoa sekalipun mengalami tekanan besar. Menjelang penangkapan dirinya, Yesus sangat ketakutan (Lukas 22:44) serta sedih dan rasanya mau mati (Markus 14:34). Kala berada dalam situasi itu Yesus justru bersungguh-sungguh berdoa (Lukas 22:44). Yesus sebagai Anak Allah, ketika berada dalam masalah tetap berada pada jalinan hubungan-Nya dengan Allah melalui kesungguhan doa.
Ketiga, menghadapi kekerasan dengan sentuhan kasih. Seperti yang dikisahkan Rasul Petrus bahwa “Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil” (I Petrus 2:23). Semua olokan, cambukan dan ketidakadilan diterima Yesus tanpa membalas dengan kekerasan. Justru Yesus membalas kekerasan dan olokan dengan pengasihan dan pengampunan. Waktu Yesus didatangi para imam dan gerombolan orang yang membawa pedang dan pentungan, salah seorang murid menyerang salah satu imam sampai telinganya putus. Kala itu Yesus justru menunjukan kasih-Nya dengan menyambung kembali telinga sang imam. Selain itu juga Yesus mempertanyakan keberadaan gerombolan orang yang hendak menangkap diri-Nya dengan pedang dan pentungan (Lukas 22:50-52). Hal ini berarti bahwa Yesus tidak menginginkan penyelesaian masalah dengan jalan kekerasan dan Maha Pengampun.
Keempat, bertanggungjawab. Pertanggungjawaban Yesus misalnya ketika Ia diinterogasi para Imam Besar di hadapan Hanas. Jawab Yesus kepadanya: Aku berbicara terus terang kepada dunia: Aku selalu mengajar di rumah-rumah ibadat dan di Bait Allah, tempat semua orang Yahudi berkumpul; Aku tidak pernah berbicara sembunyi-sembunyi (Yohanes 11:20). Jawaban Yesus menunjukan bahwa Yesus tidak berbohong untuk meloloskan dirinya namun berani menjawab menurut apa yang telah dilakukan.
Kelima, terus menunjukan kasih-Nya kepada orang lain sekalipun berada dalam penderitaan. Kalau kita manusia biasa, ketika berada dalam penderitaan tentu tidak bisa berbuat apa-apa untuk orang lain namun tidak demikian bagi Yesus. Ketika dalam perjalanan menuju Golgota dengan tubuh yang pastinya penuh dengan luka, Ia masih sempat memberikan penguatan dan nasihat kepada puteri-puteri Yerusalem yang menangisinya (Lukas 23:28-31). Yesus memberikan pengampunan juga kepada mereka yang berlaku jahat walau Ia sudah berada di atas salib (Lukas 23:34).
Keenam, mengerjakan misi-Nya di dunia hingga tuntas. Kehadiran Yesus di dunia untuk menebus manusia dari dosa. Misi itu telah dinyatakan dalam berbagai hal seperti mengajarkan kasih, menyembuhkan orang sakit, menghardik setan dan sebagainya hingga sampai pada puncaknya yaitu pengorbanan diri Yesus di atas salib. Pengorbanan Yesus menunjukan bahwa Yesus melaksanakan tugasnya di dunia hingga tuntas. Itulah sebabnya sebelum menghembuskan nafas-Nya di atas salib, Yesus berkata “Sudah selesai” (Yohanes 19:30). Hal ini berarti bahwa dengan kematian-Nya, karya Yesus di dunia telah selesai dan telah menyelesaikan kehendak Allah.
Urian di atas hanyalah beberapa dari sekian banyak keteladanan Yesus sebagai seorang Pemimpin sekalipun berada penderitaan. Hal inilah yang hendaknya menjadi referensi keteladanan bagi para pemimpin dan juga para calon pemimpin pada berbagai tingkatan dalam menjalankan tugas, tanggungjawab serta dalam menghadapi berbagai penderitaan, tantangan, bahkan ancaman.
Pada masa sekarang banyak pergumulan hidup yang pasti membuat para pemimpin terbeban. Dalam situasi demikian, iman para pemimpin hendaknya tidak menjadi rapuh namun semakin teguh. Para pemimpin tentunya memiliki berbagai kehendak namun kehendak itu sebaiknya dimusyawarahkan dan dimufakatkan sehingga kehendak itu tidak dipaksakan kepada orang-orang yang dipimpinnya. Di samping itu, berbagai kejahatan atau kekerasan yang terjadi hendaknya disikapi dengan kelembutan. Selain fokus melaksanakan tugas utamanya, para pemimpin sebaiknya membuat sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Satu hal yang patut diingat adalah para pemimpin juga hendaknya menuntaskan visi yang diembannya. Visi yang diemban jangan sampai hanya sebatas kata-kata belaka. Dalam momentum Paskah ini, semoga keteladanan Yesus sebagai seorang pemimpin yang ditunjukan-Nya sekalipun berada dalam penderitaan, dapat ditiru oleh para pemimpin, mulai dari kepala keluarga sampai kepala negara. Amin!


Opini ini dipublikasikan pada Harian Pagi Timor Express Edisi Selasa, 30 Maret 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar