Minggu, 20 Juni 2010

DPD Minta Data, YPTB Minta Dana

Senator asal NTT, Paul Liyanto didamping sekretarisnya John Manafe terlibat diskusi hangat dengan Pemred Timex, Simon Petrus Nilli saat berkunjung ke Redaksi Timor Express, Sabtu (19/6).(FOTO:SEMY BALUKH/TIMEX)

KUPANG, Timex--Berlarut-larutnya masalah pencemaran Laut Timor akibat tumpahan ladang minyak Montara mendapat perhatian serius para senator di Jakarta. Salah satunya adalah dari Paul Liyanto, senator asal NTT yang meraih suara tertinggi dalam Pemilu Legislatif lalu.

Paul Liyanto mengakui hingga saat ini kajian tentang jumlah kerugian akibat pencemaran Laut Timor belum selesai. Data kerugian pun belum dikantongi Tim Nasional yang dibentuk Pemerintah Pusat. Sementara pemerintah daerah pun belum bisa memberikan data akurat.
"Kita tidak berikan data riil tentang kerugian yang dialami masyarakat di pesisir pantai. Yang dibutuhkan itu adalah data pemeriksaan terhadap sampel rumput laut yang rusak terkena minyak. Nah, data ini yang tidak akurat, sehingga belum diketahui pasti berapa besar kerugiannya," tandas Paul Liyanto Sabtu (19/6) saat berkunjung ke redaksi Harian Pagi Timor Express.

Paul--sapan karibnya-- mengaku dirinya sudah pernah bertemu Menteri Perhubungan terkait kasus ini, namun belum ada tindaklanjut karena masih terkendala kekurangan data.
Menurut Paul, sebelumnya diusulkan biaya ganti rugi sebesar Rp 500 miliar, namun belum disetujui karena tidak ada data akurat. Oleh karena itu, masih dibutuhkan kajian lebih lanjut.

"Jangan sampai bukan Rp 500 miliar tapi US$ 500 miliar. Jadi kita masih kendala data akurat tentang kerugian ini. Tes kerusakan rumput laut itu seperti tes DNA, jadi harus dites di laboratorium, sehingga diketahui apakah kerusakan itu akibat tumpahan minyak itu atau bukan. Kalau memang positif karena tumpahan minyak, maka tinggal dihitung berapa banyak yang mengalami kerusakan. Data ini yang belum lengkap," kata Paul.

Bangun Kantor DPD di Daerah

Paul Liyanto juga menjelaskan, DPD sudah merencanakan pembangunan kantor perwakilan di ibukota provinsi sesuai UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang Susduk MPR, DPR dan DPD pada Pasal 227 ayat (4). Oleh karena itu, telah disepakati agar kantor perwakilan DPD NTT segera dibangun di Kupang.

Menurut Paul, dengan adanya kantor perwakilan di masing-masing provinsi diharapkan para anggota DPD dapat lebih dekat dengan masyarakat di daerah. Selain itu, anggota DPD dapat melihat langsung fenomena di dan kondisi riil di daerah, sehingga akomodasi dan aspirasi yang disampaikan ke pusat nantinya diharapkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan daerah. "Kantor ini menjadi media untuk memudahkan masyarakat berkomunikasi dengan wakil daerahnya.

Paul juga menjelaskan, beberapa rencana strategis DPD pada periode 2010 hingga 2014 adalah mengenai otonomi dan perimbangan kekuasaan pusat dan daerah dalam rangka pemerataan pembangunan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat di daerah. Selain itu, pembangunan infrastruktur dan pendayagunaan sumber daya alam nasional sebagai prime mover pertumbuhan perekonomian daerah dan pemerataan kesejahteraan rakyat.

Tak ketinggalan, turut mengontrol peningkatan dana transfer ke daerah. "Masih ada beberapa hal yang menjadi perhatian DPD adalah peningkatan efektivitas pencegahan dan pemberantasan korupsi, pertimbangan rancangan anggaran dan pendapatan belanja negara, pengawasan pelaksanaan APBN dan pemeriksaan keuangan negara, penyusunan program serta urutan prioritas pembahasan RUU sebagai usulan DPD untuk Prolegnas," jelas Paul.

Dijelaskan juga tentang RUU yang menjadi prioritas pembahasan di DPD tahun 2010 yakni RUU Kelautan, RUU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, RUU tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Nasional, RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 32 2004 tentang Pemerintah Daerah, RUU tentang administrasi Daerah, RUU tentang Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, RUU tentang Pemilihan Kepala Daerah, RUU tentang Informasi Geospasial dan RUU tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

"Ini berbeda dengan saat UU Nomor 10 tahun 2004 masih berlaku di mana DPD tidak pernah diikutsertakan dalam pembahasan prolegnas. Untuk itu DPD saat ini sedang mendalami UU Nomor 10 tahun 2004 tersebut. Prolegnas menjadi salah satu sarana DPD untuk memperjuangkan kepentingan lokal atau daerah di tingkat nasional," urai Paul.

Umumkan Hasil Investigasi


Sementara Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni kepada pers di Kupang, Sabtu (19/6) mendesak pemerintah Australia untuk segera mengumumkan hasil temuan dan rekomendasi Komisi Penyelidik Australia yang dibentuk Pemerintah Federal Australia. "Komisi ini menyerahkan hasil temuan dan rekomendasinya kepada Pemerintah Australia pada Jumat (18/6) 2010, namun Pemerintah Australia masih membungkusnya rapat-rapat dan belum mau mengumunkannya secara terbuka kepada publik," kata Ferdi.

Ia mengatakan, alasan Pemerintah Australia yang disampaikan PM Australia Kevin Rudd dan Menteri Sumber Daya Martin Ferguson bahwa Pemerintahannya masih akan mempelajari temuan dan rekomendasi Komisi Penyelidik Australia yang dihasilkan dari sebuah investigasi yang dilakukan sejak bulan Nopember 2009 terhadap meledaknya sumur minyak West Atlas di ladang Montara yang terletak di Laut Timor pada tanggal 21 Agustus 2009 lalu dan telah mencemari perairan Australia Barat-Utara dan Indonesia itu.

“Tidak ada alasan bagi Pemerintah Australia untuk memperlambat penyampaian temuan dan rekomendasi kepada publik karena seluruh proses investigasi yang dilakukan oleh Komisi Penyelidik sejak awal telah dilakukan secara terbuka dan transparan kepada publik," katanya.
Di dalam investigasinya jelas dia, Komisi Penyelidik menemukan bahwa, senior supervisor PTTEP Australasia Noel Tresurer mengakui dirinya salah menghitung volume/konten semen yang dimasukkan kedalam sumur minyak itu sebelum meledak,yang mengakibatkan ledakan di Blok West Atlas.

Sementara itu manajer sumur minyak yang bertanggungjawab atas pekerjaan di Blok West Atlas Donald Millar mengakui telah lalai dan kurang tekun melakukan pengontrolan dalam pekerjaan itu serta tidak mengelak bahwa dirinya kurang memiliki keahlian yang cukup untuk melakukan pekerjaan itu. ”Seharusnya saya sudah dapat melihat kesalahan itu dan mengantisipasinya minimal 6 minggu sebelum terjadinya ledakan tersebut”,kata Noel Tresurer dan Donald Millar yang dikutip Ketua YPTB Ferdi Tanoni dari hasil investigasi Komisi Penyelidik Australia.

Ia menambahkan, pemerintah Federal Australia didesak mantan agen imigrasi Keduataan Besar Australia ini agar tidak membuat berbagai alasan untuk perlambat umumkan hasil investigasi Komisi Penyelidik Australia dengan tujuan-tujuan tertentu.

Pemerintah Australia kata dia, harus mengakui bahwa ledakan sumur minyak di Blok West Atlas bukan hanya sebagai sebuah kelalain yang dilakukan akan tetapi merupakan sebuah bentuk kejahatan terhadap lingkungan dan kemanusiaan yang harus dituntut secara perdata dan pidana terhadap pelakunya atau yang bertanggungjawab.

Penulis buku Skandal laut Timor,Sebuah barter Politik Ekonomi Canberra Jakarta ini juga meminta Presiden Susilo bambang Yudhoyono untuk memerintahkan Menlu Negeri Marty Natalegawa dan Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhamad Hatta untuk segera mendapatkan hasil investigasi Komisi Penyelidik Australia secara lengkap dari Pemerintah Australia. Sebab jelas dia, yang paling dirugikan dalam bencana Montara ini adalah Indonesia.

Terlebih lagi sejak bencana Montara ini terjadi selama 10 bulan perusahaan yang bertanggungjawab yakni PTTEP Australasia dan Pemerintah Australia tidak pernah menunjukkan kepeduliannya dalam mengantisipasi meluasnya ribuan barel minyak mentah,gas,condensat,zat timah hitam dan bubuk kimia berbahaya “dispersant” di perairan Indonesia.

Bila dibandingkan dengan ledakan sumur minyak di teluk Mexico,Presiden AS Barrack Obama langsung menuntut British Petroleum untuk membayar ganti rugi minimal 20 miliar dolar AS (190 triliun rupiah) dan diharuskan membersihkan tumpahan minyak dan memulihkan kembali berbagai kerusakan yang terjadi di laut.Bahkan Barrack Obama samakan ledakan sumur minyak di teluk Mexico lebih dahsyat dari kasus ledakan World Trade Centre 11 September 2000 lalu.Bahkan ia langsung mengeluarkan moratorium terhadap pengeboran minyak laut dalam.

Pernyataan Barrack Obama ini sangatlah tepat,sebab akibat dari tumpahan minyak yang terjadi itu telah mematikan puluhan ribu orang yang menggantungkan nasibnya di laut serta kerusakan alam yang maha dahsyat terjadi. "Sama halnya dengan bencana Montara di Laut Timor telah pula mengorbankan puluhan ribu orang Indonesia di Timor Barat,Rote Ndao,Sabu,Alor,Sumba,Flores dan Lembata yang menggantungkan nasibnya di Laut serta seluruh masyarakat di Nusa Tenggara Timur yang mengkonsumsi ikan dan biota laut lain," pungkasnya. (sam/vit)

Sumber: http://www.timorexpress.com/index.php?act=news&nid=40221

Tidak ada komentar:

Posting Komentar