Selasa, 08 Juni 2010

KPK Prioritas Korupsi di NTT

Tingginya temuan penyimpangan keuangan negara di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ternyata sudah sampai ke lembaga superbody pemberantasan korupsi, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dugaan penyimpangan keuangan negara di NTT itu sampai ke KPK berdasarkan laporan sejumlah elemen masyarakat yang menemukan tingginya korupsi di provinsi yang masih didera kemiskinan ini.

Atas berbagai laporan publik itu, KPK telah menjadikan NTT sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang masuk konsentrasi pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Ada beberapa pengaduan korupsi yang terjadi di NTT yang dilaporkan ke KPK.

Hanya saya tidak bisa sampaikan detailnya, sebab ini telah menjadi konsentrasi khusus KPK untuk penyidikan, apalagi sejauh ini NTT menjadi salah satu provinsi yang belum KPK tangani," ungkap Kepala Biro (Karo) Humas KPK, Johan Budi S.P., saat ditemui Timor Express usai menjadi narasumber dalam kegiatan Workshop bertajuk "Meningkatkan Efektifitas UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Bagi Pemberantasan Korupsi" yang digelar Indonesian Corruption Watch (ICW) di Wisma Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Jl. Teuku Umar, Jakarta, Senin (7/6).

Menurut Johan Budi, untuk pemberantasan korupsi, selaku Karo Humas KPK, dirinya mendengar secara langsung dari para komisioner KPK, bahwa kasus-kasus dugaan korupsi di NTT masuk prioritas kebijakan KPK. "Untuk semua provinsi di Indonesia pastilah akan ada satu dua kasus yang ditangani KPK. Tapi masalahnya situasi sekarang di KPK yang tak mendukung," kata Johan.

Yang dimaksudkan suasana tak mendukung oleh Johan Budi sebagaimana kita ketahui bersama bahwa dua pimpinan KPK yang dipraperadilkan Anggodo Widjoyo gugatannya dikabulkan di Pengadilan Tinggi Jakarta, sehingga energi KPK terkuras untuk menyikapi berbagai hal ini.
Meski demikian, lanjut Johan, sudah menjadi tekad dan komitmen KPK untuk konsen menangani dugaan korupsi di NTT dalam tahun 2010 ini, walaupun tidak serta merta semua pengaduan yang masuk harus langsung disikapi dengan segera.

Johan Budi mengungkapkan, dari laporan-laporan masyarakat yang masuk ke KPK terkait dugaan korupsi di NTT, kebanyakan soal dugaan penyimpangan dana APBD di NTT. "Ia kebanyakan dugaan penyimpangan itu dana APBD," kata Johan menjawab
pertanyaan Timor Express kemarin.

Johan mengungkapkan, bukti bahwa KPK tetap berkomitmen untuk mengusut semua kasus-kasus korupsi di daerah yang merugikan negara, misalnya proses pengusutan dugaan kasus korupsi hingga ke Papua, Aceh dan daerah lainnya. "Jadi semua daerah pasti diperhatikan, namun perlu kesabaran karena SDM KPK terbatas sehingga harus melihat satu per satu," jelasnya.

Terpisah, peneliti yang juga pimpinan Indonesia Budget Centre (IBC), Roy Salam yang dimintai komentarnya terkait korupsi di NTT dan sikapnya terhadap komitmen KPK mengatakan, yang terpenting adalah KPK memberikan kepastian kepada publik bahwa NTT menjadi prioritas untuk pengananan berbagai dugaan korupsi.

Nah soal waktu/timing, IBC serahkan kepada KPK. Namun apa yang disampaikan publik ke KPK terkait dugaan korupsi, KPK harus merespon dan mewujudkan komitmennya itu kepada publik dengan memberantas dugaan korupsi itu hingga tuntas. "Ini agar aparat penegak hukum ditingkat bawah, misalnya kejaksaan tinggi NTT atau Polda NTT agar tidak main-main dengan proses hukum terhadap aparat pemerintah yang suka melakukan korupsi. Mestinya kedua lembaga penegakkan hukum ini bisa bersinergi dengan KPK untuk melakukan upaya pemberantasan korupsi di NTT.

Ini harus bisa dipastikan," tandasnya. Menurut Roy, sejauh ini, IBC sudah melakukan berbagai upaya bekerjasama dengan Save NTT dalam melakukan pengawasan dugaan penyimpangan keuangan di NTT, dan diperoleh data bahwa hampir 70 persen dana yang ada di APBD NTT digunakan

untuk pembiayaan aparatur negara dibanding fokus untuk pembiayaan terhadap kepentingan masyarakat. "Hal-hal inilah yang harus diperbaiki oleh aparat birokrasi dan penegakkan hukum di NTT. Inilah yang dilakukan IBC bekerjasama dengan teman-teman di NTT untuk terus memperkuat data dan informasi dalam memperjuangkan kepentingan rakyat," jelasnya.
Saat ditanya apakah IBC dan Indonesian Corruption Watch (ICW) sudah bekerjasama untuk menyampaikan laporan dugaan penyimpangan keuangan di NTT ke KPK?

"Mmemang, soal waktu belum dipastikan, namun koordinasi sudah jalan tinggal memantapkan agenda dan bertemu KPK untuk menyampaikan berbagai temuan-temuan tersebut," pungkas Roy.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Badan Pemeriksa Keungan (BPK) RI perwakilan NTT selama periode 2007 – 2009 menemukan penyimpangan keuangan di NTT yang menyebabkan negara rugi senilai Rp 76,45 miliar. Nilai kerugian sebesar ini ditemukan BPK pada 392 kasus penyimpangan dari hasil proses auditing.

Selain temuan BPK, IBC pimpinan Roy Salam, dalam diskusi bertajuk "Ironi Daerah Miskin Dengan Korupsi Tinggi" yang dilaksanakan ICW belum lama ini di Jakarta menyebutkan bahwa berdasarkan catatan BPK pada hasil audit APBD NTT tahun 2009 atas 20 dari 22 entitas se-NTT terungkap bahwa, dari 20 LKPD TA 2008 menunjukkan 19 dengan opini wajar dengan pengecualian (WDP) dan satu dengan opini tidak memberikan pendapat (TMP).

Hal tersebut, kata Roy, sedikit mengalami kemajuan dalam hal pencatatan/akuntasi APBD dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan catatan hasil pemantauan pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan mengungkapkan bahwa sampai dengan akhir semester II T A 2009 terdapat 1.804 temuan pemeriksaan dengan sebanyak 3.305 rekomendasi sebesar Rp 5,29 triliun.

Sebanyak 1.568 rekomendasi telah ditindaklanjuti dengan nilai Rp 2,98 triliun. Dan sebanyak 437 rekomendasi sebesar Rp 252,93 miliar sedang dalam proses tindak lanjut. Sedangkan sisanya sebanyak 1.300 rekomendasi sebesar Rp 2,06 triliun belum ditindaklanjuti.

Adapun mengenai jumlah kasus dan nilai kerugian di lingkungan Pemda dan BUMD, sampai dengan akhir semester II tahun 2009, sebut Roy, terdapat 392 kasus kerugian senilai Rp 76,45 miliar.

Yang telah diselesaikan sebanyak 112 kasus dengan adanya pengembalian ke kas negara Rp 18,40 miliar. Sehingga masih terdapat 280 kasus kerugian dengan nilai Rp 58,08 miliar yang be1um diselesaikan.(aln/fmc)

Sumber:http://www.timorexpress.com/index.php?act=news&nid=40035

Tidak ada komentar:

Posting Komentar