Selasa, 16 Maret 2010

KENALILAH POTENSI DIRI


Oleh: Pdt. Beltje J. Kesaulya-Sahetapi, S.Th
I. Latar Belakang
Generasi muda sangat melekat dengan berbagai julukan; tunas muda (bangsa), tongkat estafet, tulang punggung gereja (bangsa). Julukan-julukan ini tentunya bukanlah sesuatu yang kosong belaka untuk sekedar mendongkrak pamor pemuda sebagai generasi harapan gereja (bangsa). Sesungguhnya generasi muda identik dengan semangat muda, tenaga muda, dinamis, inovatif dan kreatif. Masa muda dikenal sebagai masa terindah di maa masa yang dapat mempersembahkan sesuatu yang terbaik bagi diri, orang lain dan Tuhan.
Alkitab mencatat banyak hal terkait peranan genarasi muda. Allah bukan saja memakai tua-tua bangsa ataupun perempuan dalam menjalankan karya agung-Nya. Allah juga memakai dan mempercayai tenaga muda untuk menyatakan kehendak-Nya. Misalnya, Yusuf, Daud, Salomo dan Daniel. Allah juga bekerja dalam sejarah bangsa Indonesia dengan memakai potensi generasi muda yang bergerak memberikan perubahan-perubahan hidup berbangsa dan bernegara. Di masa perjuangan, pemuda mengambil alih perjuangan untuk gerakan kemerdekaan. Di masa Orde Baru pemuda berinisiatif untuk melakukan tindakan reformasi. Banyak hal yang dilakukan oleh kaum muda yang berprestasi dan berpotensi dalam mengisi masa mmuda dengan penuh kebanggaan. Di sisi lain, ternyata tidak semua pemuda menyadari akan potensi dirinya. Kekaburan dalam pengenalan diri jelas tampak dalam perilaku hidup. Dunia pemuda begitu sempit dan tidak bebas. Mereka begitu terpola dengan sistim kehidupan yang tidak memiliki ruang gerak yang lain untuk mengasah potensi diri dan menjadi orang yang penuh makna bagi orang lain. Kalau masa muda ini terbuan gtanpa memaknai diri, apa yang menjadi kebanggaan pada masa tua? Dasar pemahaman inilah membuat kita mesti bangkit dari kelesuan dan ketidakberdayaan yang panjang.

II. Identifikasi Potensi Diri
Manusia dilahirkan dengan keragaman dilihat dari aspek kekuatan fisik, intelegensia, emosi, spirit, motivasi, dan sebbagainya. Meskipun memiliki keragaman dan kesamaan sejati di dalam diri manusia yaitu kemampuan menggerakan diri atau digerakan untuk mewujudkan potensi menjadi aktual. Potensi energi tubuh atau energi otak tidak bermakna apa-apa tanpa kemampuan dan kemauan untuk menggerakannya.
Apa itu potensi ? Potensi diri berarti daya, kemampuan, kekuatan. Menurut beberapa pakar pendidikan, potensi diantikan sebagai
• Kemampuan dalam diri seseorang untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan berdaya guna dan berhasil guna (Gibson, 1983).
• Perwujudan dari pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki (Blanchard, 1986).
• Unsur dalam kematangan berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pendidikan, latihan atau pengalaman (Mitfah Thoha, 1983)
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, diketahui bahwa potensi/kemampuan seseorang dalam sebuah pekerjaan merupakan aktualisassi pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, yang diperoleh melalui pendidikan, latihan dan pengalaman.
Pengetahuan tentang tugas atau yanng terkait dengan potensi diri pada umumnya dapat diperoleh melalui pendidikan formal dan informal. Pendidikan formal adalah pendidikan yang kita kenal dengan pendidikan yang teratur, bertingkat dan mengikuti syarat yang jelas dan ketat (SD-PT). Sementara pendidikan informal adalah pendidikan yang disediakan oleh medai massa, buku-buku bacaan ilmiah, keterampilan dan pelatihan yang memadai.
Untuk mengidentifikasi potensi seseorang dapat dikenali dari ciri-ciri (indikator) keberbakatan dan kecenderungan minat (Sofyan Herminanto, 2004). Menurut Munandar (1992) ciri-ciri orang berbakat yaitu:

a. Indikator intelektual atau belajar yaitu mudah menangkap pelajaran; mudah mengingat kembali; memiliki perbendaharaan kata yang luas; berpenalaran tajam; daya konsentraasi baik; menguasai banyak bahan tentang berbagai topik; senang dan sering membaca; mampu mengungkapkan pikiran dengan jelas dan lancar secara lisan dan tulis; mampu mengamat dengan cermat; senang mempelajari peta, kamus dan ensiklopedi; cepat memecahkan soal; cepat menemukan kesalahan atau kekeliruan; mampu membaca pada usia yang lebih muda; daya abstraksi cukup tinggi; selalu sibuk menangani berbagai hal
b. Indikator kreativitas: memiliki rasa ingin tahu; sering menngajukan pertanyaan berbobot; memberikan banyak gagasan terhadap suatu masalah; mampu menyampaikan pendapat secara spontan; menghargai keindahan; mengungkapkan pendapat tanpa mempengaruhi orang lain; humoris; imajinatif; mampu menyampaikan gagasan yang berbeda dari orang lain; mampu bekerja sendiri; senang mencoba hal-hal baru; mampu merinci sebuah gagasan.
c. Indikator motivasi: tekun menghadapi tugas; ulet dalam kesulitan; tidak memerlukan doronngan luar untuk berprestasi; ingin mendalami pengetahuan yang diberikan; selalu berusaha berprestasi sebanyak mungkin; berminat terhadap berbagai masalah ‘orang dewasa’ seperti masalah korupsi, keadilan, hukum dan sebagainya; senang dan rajin belajar dan bersemangat; mengajar tujuan jangka panjang; serta senang mencari dan memecahkan masalah
III. Proses Identifikasi Potensi
Potensi dapat dideteksi dari keberbakatan intelektual. Ada dua cara pengumpulan informasi untuk mengidentifikasinya dengan mengumpulkan data objektif dan subjektif. Identifikasi objektif diperoleh melalui skor tes intelegensi individual dan kelompok, skor tes prestasi, skor tes akademik, skor tes kreativitas. Sementara identifikasi melalui penggunaan data subjektif diperoleh dari cek list perilaku, nominasi orang tua, nominasi guru, nominasi teman sebaya, dan nominasi oleh diri sendiri.
IV. Pengembangan Diri
Pitensi dan sumber daya manusia adalah aset dan modal utama yang bukan saja dinimati oleh diri sendiri tetapi juga dinikmati oleh orang lain. Berdasarkan identifikasi potensi diri, dan kelanjutan keterampilan atau pengalaman yang dilakukan maka setiap orang akan menjadi berarti ketika ia berinteraksi dengan orang lain dalam bentuk kelompok masyarakat atau kelompok kerja dan sebagainya. Menurut Sastro yang dikutip Edi Suharto (1997), terdapat beberapa kelompok yang sering digunakan sebagai media pertolongan sosial yaitu kelompok percakapaan sosial, kelompok rekreasi, kelompok keterampilan rekreasi, kellompok pendidikan/kepemimpinan, kelompok pemecahan masalah dan pembuatan keputusan, kelompok mandiri, dan kelompok sosialisasi
V. Nilai Diri (Refleksi)
Nilai diri adalah penilaian menyeluruh yan gada pada seseorang tentang dirinya. Tiap orang mempunyai nilai diri. Ada yang tinggi dan ada yang rendah. Nilai diri tidak mempunyai hubungan langsung dengan status sosial atau ekonomi. Demikian pula nilai diri tidak ada hubungannya dengan kecongkakan atau kerendahan hati. Nilai diri tinggi tidak sama dengan tinggi hati, demikian pula nilai rendah bukan berarti rendah hati.
Orang yang bernilai diri tinggi mengetahui apa keunggulan dan bakatnya. Ia bangga dengan keunggulannya itu. Namun ia pun tahu apa kelemahannya dan tidak malu jika kelemahannya diketahui orang lain. Ia menghargai dan mengagumi keberhasilan orang lain. Sebaliknya orang yang bernilai diri rendah merasa tidak mempunyai keunggulan, bakat dan karunia apa-apa. Yang diketahui hanyalah kelemahan-kelemahannya. Ia takut jika kelemahan-kelemahannya diketahui orang lain. Karena merasa diri tidak mempunyai keunggulan, ia cenderung iri terhadap orang lain. Membuat penilaian diri sendiri memang tidak mudah. Jika menilai diri sendiri dari kenyataan, kita akan berpihak pada optimisme palsu yaitu mengira diri caakp padahal sebetulnya tidak. Sebaliknya jika menilai diri terlalu rendah akan membuat kita sulit percaya diri. Rasa yakin diri yang kecil aakn membuat orang menjadi kerdil, akibatnya ia kurang menyukai dirinya padahal Tuhan menghendaki agar setiap orang mencintai dirinya. Dalam perintah kasih, Tuhan Yesus berkata: “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Matius 22:39).
Daalm kehidupan nyata (berorganisasi, pergaulan) dapat dilihat dari pribadi seseorang. Ada orang yang memiliki jarang berprakarsa, sering ragu-ragu dalam membuat keputusan, cenderung bergantung pada orang lain dalam berbagai hal. Kedua orang ini memiliki nilai diri yang berbeda. Nilai diri mulai terbentuk sejak dari masa kanak-kanak hingga seseorang bertumbuh menjadi besar dan dewasa. Seorang anak mempunyai konsep tentang dirinya sesuai apa yang dilihat pada ‘cermin’ yaitu sikap atau perlakuan orang tua dan pendidik lainnya. Dorothy Nolte, seorang pendidik Australia berkata:
Anak yang hidup dalam kecaman akan belajar mencela
Anak yang hidup dalam suasana permusuhan aakn belajar bertengkar
Anak yang hidup dengan ejekan akan menjadi pemalu
Anak yang hidup dengan suasana iri akan menjadi pembenci
Anak yang hidup dengan dukungan akan belajar untuk punya yakin diri
Anak yang hidup dengan pujian akan belajar menghargai
Anak yang hidup dalam suasana adil akan belajar bersikap adil
Anak yang hidup denngan rasa aman akan mempunyai iman
Anak yang hidup dengan restu akan menyukai dirinya
Anak yang hidup dalam suasana diterima akan belajar menemukan kasih dalam dunia.


Materi ini disampaikan pada kegiatan Kemah Alkitab Pemuda Polykarpus Atambua di Jemaat Son Halan Niki-niki pada 4-7 Juli 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar