Kamis, 14 Oktober 2010

Massa Desak KPU Batalkan Pemilukada TTU

Tensi politik di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) makin memanas paska Pemilukada yang digelar Senin (11/10) lalu.

Aksi demo mendesak Pemilukada dibatalkan terus digulir. Kamis (14/10) kemarin, massa dari dua pasangan calon bupati-wakil bupati menolak Pemilukada TTU kembali berlangsung di Kefa ibukota Kabupaten TTU.

Pantauan koran ini, sekira pukul 13.20 Wita, ribuan massa pasangan Funan-Suni yang pertama mendatangi Kantor KPU TTU. Disusul massa pendukung pasangan Gabriel-Simon. Massa kedua pasangan ini menolak rekapitulasi perhitungan suara masing-masing pasangan calon di 24 PPK. Kehadiran massa pendukung Funan-Suni sempat mengundang emosi aparat kepolisian karena massa memaksa menembus pagar betis aparat kepolisian yang berjaga di depan Kantor KPU TTU.

Massa pendukung dua pasangan ini diterima Ketua KPU TTU, Aster E. da Cunha dan Ketua Panwaslukada, Victor E. Manbait yang didampingi Kapolres AKBP. Adi Wibowo.
Dihadapan Ketua KPU TTU, Aster da Cunha dan Ketua Panwaslukada, Victor Manbait, massa menuding KPU TTU tidak independen dalam menyelenggarakan Pemilukada. KPU TTU dinilai menjadi tim sukses dari salah satu pasangan.

Indikasi keterlibatan KPU TTU ini dengan lolosnya salah seorang
anak berumur 7 tahun dari desa Nian ikut mencoblos pasangan tertentu
atas perintah salah seorang kepala dusun di Desa Nian.

"Sekarang juga ada saksi kami, yang saat itu ribut bersama saksi pasangan calon lainnya karena surat suara yang diterima dari KPPS dalam keadaan sudah tercoblos. Dia bisa berikan kesaksian sekarang juga," ungkap Yohanes Tnesi, Sekretaris Tim Sukses pasangan Gabriel-Simon.

Mereka juga menyoal pengurangan perolehan suara pemilih pasangan
calon tertentu di salah satu TPS di Desa Fatunisuan saat perhitungan suara. Termasuk puluhan ribu pemilih Biboki dan Insana yang tidak

menggunakan hak pilihnya karena tidak mendapat undangan dari KPPS.
"Ini sebuah skenario pengurangan suara pemilih yang diatur secara sistimatis oleh KPU agar pemilih dibasis paket Funan-Suni dan Gabriel-Simon tidak menggunakan hak pilihnya," ungkap Tnesi.

Sementara Koordinator Pasangan Funan-Suni, Theodorus Tahoni mengatakan, kasus surat undangan pemilih untuk melakukan pencoblosan sebenarnya sudah diperingatkan oleh pasangan Funan-Suni satu hari jelang pencoblosan.

Namun kata dia, KPU TTU melalui juru bicaranya, Dolfi Kolo menjamin bahwa semua pemilih akan menerima undangan sebelum pencoblosan. Meski demikian kata Tahoni fakta di lapangan bertentangan dengan janji juru bicara KPUD. "Kami ingin tahu mengapa di wilayah Insana ada 17 ribu pemilih yang tidak menggunakan hak pilih karena tidak mendapat
undangan. Bukankah ini sebuah skenario sistematis yang sudah dibuat leh
KPU TTU sebelumnya," aku Tahoni.

Sementara itu tiga pasangan calon bupati-wakil bupati masing-masing,
Funan-Suni, Pijar dan Gabriel-Simon dalam suratnya menolak proses Pemilukada TTU sebelum Panwaslu mengungkap 17 kasus kecurangan sejak kampanye dan masa tenang.

Kecurangan itu antara lain banyak pemilih dadakan dari luar kabupaten TTU. Selain itu adanya kasus penggelembungan suara pemilih dari 350 menjadi 450 pemilih di salah satu TPS tertentu di kota Kefamenanu.

Kasus lainnya menurut ketiga paket calon tersebut yaitu adanya kasus tim sukses paket tertentu mengambil paksa format model C2 dan berita acara dari PPK Insana Fafinesu, Kamis (14/10) kemarin.

Berdasarkan berbagai persoalan ini ketiga pasangan calon mendesak KPU
NTT segera membekukan KPU TTU sekaligus melaksanakan Pemilukada ulang. Sebab Pemilukada, Senin (11/10) Oktober lalu syarat kecurangan yang dilakukan KPU TTU dan paket tertentu.

Ketiga paket calon ini menyatakan tegas tidak mengakui proses Pemilukada karena KPU TTU tidak independen dan netralitas. Apabila KPU TTU tidak menghentikan semua tindakan intimidasi yang dilakukan tim pasangan tertentu maka mereka akan menempuh proses hukum.Sekitar 30 Ribu Pemilih Tidak Coblos

Anggota DPRD NTT, Anton Timo, meminta KPU Kabupaten TTU untuk bertanggungjawab atas kesalahannya dalam melaksanakan tahapan Pemilukada TTU. Pasalnya, dari 142 ribu lebih rakyat TTU yang terdaftar dalam DPT, lebih dari 30.000 pemilih tidak mencoblos. Pasalnya, mereka tidak mendapatkan surat undangan dari KPU untuk mencoblos di TPS.

Selain itu, Anton menyebutkan, terdapat sejumlah kejanggalan, yakni ada anak sembilan tahun yang mendapat undangan untuk ikut mencoblos.
Hal ini dikatakan politisi PKB ini, Kamis (14/10) kemarin, seraya meminta agar Pemilukada TTU dibatalkan karena penuh kecurangan.

Kepada Timor Express, dia menjelaskan, banyak pemilih yang ikut memilih pada Pileg dan Pilpres 2009 lalu, namun tidak ikut memilih dalam Pemilukada, karena tidak mendapatkan undangan dari KPU. Padahal, nama mereka terdaftar dalam DPT.

Kasus ini terjadi hampir di semua kecamatan. Namun, yang paling banyak justru terjadi di Kecamatan Insana, yakni jumlah yang tidak memilih mencapai 17.000 lebih. Hal yang sama terjadi di Kecamatan Kota Kefamenanu yakni sekitar 9.000 pemilih tidak memilih. "Anehnya, ada orang yang sudah meninggal tapi dapat undangan untuk memilih. Ada juga anak bawah umur yang dipaksa mencoblos paket tertentu," katanya.

Oleh karena itu, dia meminta KPU Provinsi NTT harus turun tangan untuk menyelidiki kasus yang sedang terjadi di TTU. Sebab, menurutnya, hal ini terjadi akibat kelemahan KPU TTU dan Panwas TTU. Anton juga meminta agar wilayah di mana banyak pemilih yang tidak memilih sebelumnya harus dilakukan pencoblosan ulang. Alasannya karena para pemilih sudah terdaftar dalam DPT.

"Saya kira ini bisa disengajakan, karena tidak logis kalau sekian ribuan pemilih itu tidak diundang. Saya minta harus ada pencoblosan ulang di wilayah-wilayah itu untuk mengakomodir hak-hak politik masyarakat," tandasnya.

Selanjutnya, Anton menyatakan prihatin atas keterlibatan sejumlah pejabat di lingkup Pemkab TTU dalam politik praktis. Bahkan, sejumlah PNS tertangkap sedang membagi-bagikan uang. Hal ini menurutnya, akibat kegagalan Bupati dan Wakil Bupati dalam membina stafnya.

Oleh karena itu, kasus ini harus ditindaklanjuti oleh penyidik kepolisian. Selanjutnya, nama-nama pejabat yang terlibat itu diusulkan ke Mendagri agar dapat diberikan sanksi. "Polres harus proaktif menyidik mereka yang terlibat politik uang, karena mereka sudah menciderai demokrasi di TTU. Mereka yang terlibat aksi-aksi intimidasi terhadap pemilih perlu ditindak," kata Anton lagi.

Melihat fakta-fakta ini, Anton menyatakan, patut diduga sejumlah anggota Panwas dan KPU TTU tidak independen dan mendukung paket calon tertentu. Oleh karena itu, dia meminta KPU NTT agar segera menyelidiki permasalahan yang terjadi di TTU.

Selanjutnya, kepada paket calon yang merasa dirugikan akibat tindakan KPU dan Panwas agar dapat menggunakan jalur-jalur resmi untuk menggugat KPU. Hal ini untuk menegakkan demokrasi di TTU.

Menurut Anton, setelah pleno penetapan, paket calon yang dirugikan tersebut sudah harus mengajukan gugatan. "Paket calon Funan-Suni pasti akan gugat karena kami merasa sangat dirugikan.

Kami akui kemenangan dan kekalahan, tapi kami tidak mengakui proses yang sedang berjalan ini, karena KPU dan Panwas dengan sengaja telah membuat kesalahan yang merugikan rakyat," kata Anton.

Aksi demonstrasi besar-besaran yang ditandai dengan penolakan hasil pemilukada TTU yang berlangsung sejak Senin (11/10) lalu turut menyita perhatian Gubernur NTT, Frans Lebu Raya. Kamis (14/10) kemarin, Gubernur Frans Lebu Raya meminta masyarakat TTU bersikap dewasa dalam merespon berbagai hal dan tidak mudah terprovokasi dengan oknum-oknum dengan kepentingan-kepentingan tertentu.

Ketua DPD PDIP NTT ini juga meminta agar masyarakat TTU jangan memperkeruh suasana dengan melakukan aksi-aksi anarkis, tetapi perlu menyikapi berbagai masalah itu secara elegan dan sesuai dengan mekanismenya. "Yang namanya Pemilukada pasti ada yang menang dan ada yang kalah.

Ada yang puas dan tidak puas, tapi sikapilah itu dengan tenang dan tempuh sesuai jalurnya. Jangan main hakim sendiri. Kalau ada data-data dan bukti-bukti, sampaikanlah itu dengan baik," katanya.

Ia juga meminta agar masyarakat TTU tidak membuat gejolak yang akan merugikan masyarakat sendiri. Tapi harus menyikapi berbagai masalah itu sesuai dengan prosedur yang berlaku. Dengan demikian, masyarakat tidak dirugikan bahkan tidak dikorbankan, lantaran kepentingan oknum tertentu.

http://www.timorexpress.com/index.php?act=news&nid=41202

Tidak ada komentar:

Posting Komentar