Oleh: Adrianus Ngongo
Mengajar di SMK N 2 Kupang dan STIBA – CNK Kupang
Persentase kelulusan siswa/I NTT setingkat SMA/SMK tahun ini membanggakan. Ada peningkatan luar biasa dibanding tahun sebelumnya. Jika di tahun 2010, persentase kelulusan siswa berada di bawah 50%, tahun ini di atas 90%. Jika tahun sebelumnya, banyak sekolah di NTT yang nol persen, tahun ini berbalik menjadi lebih banyak yang seratus persen.
Di Kabupaten Alor tingkat kelulusan tahun ini meningkat sangat tajam. Dari sebelumnya yang tidak pernah di atas 75%, sekarang menjadi 99,76%. Boleh dikatakan bahwa ini adalah awal kebangkitan pendidikan di Kabupaten Alor dan bahkan NTT secara umum.
Data kuantitatif ini menerangkan bahwa ada perkembangan penanganan pendidikan di NTT. Juga bisa kita katakan bahwa Program Siaga Ujian Nasional yang dicanangkan Gubernur NTT juga memberikan hasil yang memuaskan. Upaya dan jerih lelah dari setiap insan pendidikan menjadi sungguh bermakna. Pemimpin wilayah, dinas pendidikan, guru, siswa dan orang tua terpuaskan. Segala pengorbanan seakan terbayar lunas.
Akan tetapi euphoria kegembiraan ini hemat saya tidak boleh menjerumuskan kita pada sikap ‘cukup’. Mesti ada upaya lebih dari sekedar lulus. Seperti dikatakan oleh Bupati Ende, Don Bosco Wangge, bukan persentasenya tetapi mutunya itu yang lebih penting. Non multa sed multum. Upaya perbaikan mesti terus digencarkan. Layanan pendidikan diperbaiki. Mutu guru ditingkatkan. Sarana prasarana diperbaharui. Kesejahteraan guru juga ditingkatkan. Mengapa perlu terus memperbaiki diri dan tidak boleh merasa ‘cukup’ dengan hasil yang kita peroleh?
Karena hasil UN tahun ini tak luput dari kejanggalan-kejanggalan yang membuat kita harus berpikir lebih keras agar tak terulang pada tahun-tahun mendatang.
Beberapa Kejanggalan
Persentase kelulusan yang membanggakan ini hemat saya masih menyisakan beberapa kejanggalan. Pertama, ada kontradiksi antara hasil Ujian Sekolah dan hasil Ujian Nasional. Hasil Ujian Sekolah menempatkan NTT pada urutan keenam secara nasional, tetapi hasil tersebut tidak tersurat dalam Hasil Ujian Nasional di mana Propinsi NTT menempati urutan paling buntut. Mestinya jika hasil Ujian Sekolah sudah dalam lingkaran 10 besar nasional, maka hasil paling fair untuk UN juga dalam kisaran tersebut.
Kedua, pola laku siswa/i. Jika kita sedikit peduli dan melihat realitas keseharian sekolah-sekolah di propinsi ini, maka akan kita temukan bahwa cukup banyak siswa/i yang berseliweran saat jam pelajaran.
Nah, ketika semua siswa ini tercakup dalam kelompok yang lulus, rasanya ada sebuah logika yang terputus, tidak nyambung. Seorang orang tua siswa mengatakan pada saya bahwa anaknya tidak pernah belajar tetapi masuk dalam tiga besar siswa berprestasi di sekolahnya. Baginya, ini terasa aneh tetapi karena begitu kenyataannya ia terima saja walau masih tak percaya.
Ketiga, lonjakan persentase yang sangat tinggi di tingkat sekolah. Ada beberapa sekolah yang lonjakan prestasinya sangat tinggi; dari nol persen menjadi seratus persen. Ini prestasi luar biasa sebenarnya. Logikanya, pasti ada usaha luar biasa (extraordinary effort) sehingga terjadi lonjakan setinggi itu. Pertanyaannya, apakah memang telah ada fakta bahwa sekolah tersebut melakukan upaya luar biasa demi meningkatkan prestasi sekolahnya?
Hal demikian nampak juga pada level kabupaten/kota. Beberapa kabupaten yang sebelumnya berprestasi anjlok tahun ini melompat sangat tinggi. Pertanyaannya sama, apakah memang kabupaten tersebut telah sungguh melaksanakan upaya luar biasa untuk hasil yang luar biasa ini?
Non multa sed multum
Persentase kelulusan yang tinggi tidak boleh menjerumuskan kita pada sikap jumawa dan merasa sudah sukses. Karena masih ada tantangan berikutnya yang jauh lebih rumit yaitu mutu lulusan yang kita hasilkan. Maksudnya, jumlah lulusan yang secara kuantitatif memuaskan akan tak bermakna jika tak ada ilmu, pengetahuan dan keterampilan yang memadai yang membekali mereka terjun ke tengah masyarakat dan siap berkompetisi dengan siapa saja.
Setiap siswa bisa saja lulus, tetapi bekal ilmu yang mereka miliki belum tentu seperti yang diharapkan. Inilah yang terus menggerogoti kita di propinsi ini dan bahkan negara ini. Seringkali kita terpukau dengan persentase kuantitatif dan alpa memperhatikan kualitas.
Akibatnya anak-anak kita memang banyak yang berijazah, tetapi hanya segelintir yang sanggup bersaing di level nasional. Coba kita hitung, berapa jumlah anak-anak dari NTT yang berhasil masuk ke perguruan tinggi-perguruan tinggi prestisius di Indonesia. Tidak seberapa. Paling banter mereka mampu bersaing hanya di tingkat lokal NTT. Jago kandang. Kalau keluar kandang, seringkali KO (knock-out).
Ini menyiratkan bahwa kita perlu bekerja lebih keras agar anak-anak yang kita hasilkan tidak sekadar lulus tetapi bermutu dan siap serta mampu bersaing dengan siapa pun juga. Setiap stakeholder pendidikan dan siapa saja yang punya kepedulian terhadap nasib pendidikan NTT tak boleh berpangku tangan dan berpuas diri. Ayo, mari kita dorong anak-anak kita agar menjadi makhluk yang tidak sekedar lulus tetapi BERMUTU. NON MULTA SED MULTUM!
http://www.timorexpress.com/index.php?act=news&nid=43153
Tidak ada komentar:
Posting Komentar