Senin, 24 Oktober 2011

Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak Menuju MDGs

Oleh: dr.Teda Littik
Penulis warga Kota Kupang di Kelurahan Naikolan



Tujuan Pembangunan Milenium berisikan tujuan kuantitatif yang musti dicapai dalam jangka waktu tertentu, terutama persoalan penanggulangan kemiskinan pada tahun 2015. Tujuan ini dirumuskan dari ‘Deklarasi Milenium’dan Indonesia merupakan salah satu dari 189 negara penandatangan pada September 2000. Delapan Tujuan Pembangunan Milenium juga menjelaskan mengenai tujuan pembangunan manusia, yang secara langsung juga dapat memberikan dampak bagi penanggulangan kemiskinan ekstrim. Masing-masing tujuan MDGs terdiri dari target-target yang memiliki batas pencapaian minimum yang harus dicapai Indonesia pada 2015.

Untuk mencapai tujuan MDG tahun 2015 diperlukan koordinasi, kerjasama serta komitmen dari seluruh pemangku kepentingan, utamanya pemerintah (nasional dan lokal), masyarakat sipil, akademia, media, sektor swasta dan komunitas donor. Bersama-sama, kelompok ini akan memastikan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai tersebar merata di seluruh Indonesia. Oleh karena itu pada tanggal 23 juni 2010 Menteri Kordinator Kesejahteraan Rakyat RI Agung Laksono mencanangkan suatu gerakan yang disebut Gerakan Nasional Kesehatan Ibu dan Anak (GNKIA), sebagai komitmen dari pemerintah daerah Nusa Tenggara Timur maka pada 29 juni 2010 Gubernur NTT Frans Lebu Raya juga meluncurkan gerakan tersebut.

Gerakan nasional KIA sangat diharapkan menjadi suatu gerakan bersama untuk konsolidasi bukan saja antara Pemerintah dan organisasi atau lembaga Non Pemerintah namun juga antar instansi pemerintah agar gerak bersama tersebut dapat mensinergiskan segala upaya dan daya dalam rangka mencapai tujuan pembangunan milenium demi kesejahteraan rakyat.

Data Pencapaian MDG’s Indonesia dan Provinsi NTT
Data SDKI 2007 di skala Nasional Angka Kematian Balita (AKABA) 44/1000 kelahiran hidup (artinya dari 1000 anak balita yang lahir hidup ada 44 yang meninggal dunia sebelum berusia 5 tahun). Angka Kematian bayi (AKB) 34/1000 kelahiran hidup (artinya dari 1000 bayi yang lahir hidup ada 34 bayi meninggal), Angka Kematian Ibu (AKI) masih tetap tinggi 228/100.000 (dari 100.000 ibu melahirkan ada 228 ibu meninggal) ditargetkan pada 2014 turun ke 110/100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas) 2010 bahwa Prevalensi gizi kurang pada anak balita 18 %, Prevalensi gizi buruk 4,9% dan Saat ini angka prevalensi kasus HIV telah berhasil dipertahankan pada kisaran 0,2%. Sedangkan persentase penderita ODHA yang mendapat ARV sudah mencapai 76,8% pada tahun 2010. “Artinya telah melebihi target yang ditetapkan sebesar 70% pada tahun 2010,”

Sementara itu, angka provinsi NTT : AKABA 80/1000 kelahiran hidup, AKB 57/1000 kelahiran hidup, AKI 306/100.000 kelahiran hidup. Prevalensi gizi kurang 24,20%, Prevalensi gizi buruk 9,40%.

Apa artinya angka-angka ini?

Melihat angka-angka tersebut maka Provinsi Nusa Tenggara Timur sesungguhnya masih berada jauh dari target yang harus dicapai. Banyak upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dan organisasi atau lembaga-lembaga non-pemerintah dalam meningkatkan derajad kesehatan ibu, bayi dan anak. Baik dalam hal peningkatan ketrampilan pada tenaga kesehatan, menyediakan sarana dan prasarana, pemberdayaan kader atau masyarakat, maupun penyusunan Peraturan Pemerintah di sektor kesehatan. Hanya saja masih banyak kesulitan yang dihadapi dalam meningkatkan kesehatan ibu dan anak, sehingga angka kematian ibu masih tinggi dan masih ditemukan kematian bayi dan balita dengan angka yang sangat tinggi. Demikian juga angka kejadian gizi kurang dan buruk pada balita. Sementara pemerintah harus menghadapi masalah penyakit menular termasuk peningkatan angka kejadian penularan HIV dan orang dengan AIDS, sedangkan Malaria dan TBC masih menjadi penyakit yang mengancam kematian sebagian besar masyarakat.

 Penyebab langsung kematian bayi yang paling sering di NTT adalah infeksi, prematur, berat bayi lahir rendah /BBLR yaitu kurang dari 2500 gram, dan gangguan jalan napas. Sedangkan anak Balita penyebab paling banyak selain yang disebut diatas juga akibat gizi buruk atau busung lapar.
 Sedangkan penyebab langsung kematian ibu adalah: Perdarahan saat melahirkan, Infeksi dan Tekanan darah tinggi.
 Selain penyebab langsung di atas ada juga penyebab tidak langsung atau non-medis yaitu: Masih rendahnya cakupan pemeriksaan kehamilan yang berkualitas, pertolongan persalinan masih ditolong oleh dukun atau orang lain di luar tenaga profesional, persalinan terjadi di rumah, posisi tawar perempuan untuk mengambil keputusan pro-kesehatan masih lemah, masih banyak fasilitas kesehatan belum memadai, akses masyarakat ke fasilitas kesehatan masih sulit di beberapa daerah, keadilan dan kesetaraan gender masih lemah sehingga ibu hamil tidak bisa mengambil keputusan pada waktu tepat untuk mencari pertolongan atas kondisinya dan faktor kemiskinan menjadi pemicu semakin sulitnya mendapatkan akses pelayanan yang berkualitas. Program Keluarga Berencana belum berhasil.
Melihat begitu banyak penyebabnya maka pendekatan solusi lewat sektor kesehatan saja bukanlah jawaban problem solving. Strategi apa yang sudah dan sedang dilaksanakan oleh pemerintah daerah Kabupaten/Kota dan provinsi? Adakah strategi percepatan yang menjawab tantangan besar ini?

Kalau dilihat data per kabupaten/kota di NTT sangat bervariasi dan berfluktuasi dengan tingkat kesulitan yang berbeda pula. Karena angka Prov. NTT adalah kumulatif dari angka di kabupaten/kota tersebut maka gambaran wajah NTT tahun 2015 nanti sangat ditentukan gambaran wajah dari 21 Kabupaten/Kota. Kordinasi antar daerah juga penting dalam mengaplikasikan peluncuran gerakan KIA oleh gubernur tsb diseluruh pelosok NTT untuk saling membantu dalam banyak aspek seperti pembenahan tata pemerintahan yang baik, pelayanan publik, perencanaan terpadu, peningkatan kapasitas aparat, pengawasan pembangunan, dan pertukaran pengalaman baik antar daerah.

Yang tak kalah pentingnya juga bahwa saling melepaskan “ego sektor” antar instansi pemerintah perlu mendapat perhatian serius sebab praktek seperti itu akan menghambat gerak laju percepatan pembangunan (pelaksanaan strategi apapun itu akan terhambat) dan pelayanan publik tentunya, kalaupun semua pihak sudah berkomitmen untuk membangun kerjasama yang jelas maka janganlah dirusak oleh kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Kalau kita semua sepakat bahwa kesehatan Ibu dan Anak merupakan harga mati sebagai MODAL mencapai kualitas manusia yang unggul maka harusnya segala kepentingan dalam membangun diletakan pada kerangka kerja bersama untuk mencapainya.

Kebijakan memotong/memangkas anggaran SKPD di Setda Provinsi NTT untuk membiayai program Desa Mandiri Anggur Merah (DeMAM) kiranya tidak menjadikan semua aparat mengalami demam secara fisik tetapi harapan agar ini menjadi sulutan api yang menyala dan “membakar” semua aparat sebagai pengabdi masyarakat dimulai dari para penentu arah sampai para pelaksananya dilapangan dapat menjawab ketertinggalan Nusa Tenggara Timur dalam mencapai tujuan pembangunan milenium. Tidak ada pilihan lain selain menyikapi ide baik bapak Gubernur tsb dengan menunjukan pencapaian yang dinantikan masyarakat se-NTT dimana pencapaian itu harus terukur dan transparan.

Rapor Merah provinsi NTT harus disikapi dengan semangat tak henti dengan jujur dan berbesar hati agar intervensi yang dilakukan tepat karena segala sumber daya (manusia dan anggaran) harus dikerahkan seoptimal mungkin, tidak bisa bermain-main lagi dengan laporan “asal bapak senang”. Waktu kita hanya tersisa sekitar 3 tahun lagi menuju 2015 dimana dunia akan menilai apakah pemerintah-pemerintah di Indonesia punya komitmen dan kemauan untuk mensejahterakan rakyatnya? Maka saat ini harusnya segala kebijakan,aturan dan anggaran ditujukan pada pemberantasan gizi kurang dan buruk, menanggulangi kematian ibu dan bayi yang masih tinggi, pemberantasan penyakit-penyakit menular, mengentaskan kemiskinan dan kesempatan kerja sebagai akar dari banyaknya masalah yang ada.

Gerakan Kesehatan Ibu dan anak tidak bisa dipandang dengan “kacamata kuda” yang sempit sehingga melemparkan tanggungjawab pada dinas atau SKPD tertentu tetapi semua instansi, badan dan dinas terkait hendaknya bergandengan tangan, duduk semeja, mencari solusi cepat untuk mengatasi berbagai persoalan diatas. Mengingat faktor penyebabnya multi faktor sehingga memerlukan pemecahan dan intervensi multi pendekatan yang terpadu.

Pertanyaan akhir yang memuncah adalah apakah pencanangan Povinsi NTT sebagai Provinsi Jagung, Provinsi Ternak, Provinsi Cendana dan Provinsi Koperasi dapat menjadi jalan keluar untuk menghapus warna merah pada rapor NTT menjadi hijau seperti daerah lain di Indonesia sebelum tahun 2015?


http://www.timorexpress.com/index.php?act=news&nid=43933

Tidak ada komentar:

Posting Komentar