Kamis, 27 Oktober 2011

Mengasah Potensi, Lestarikan Budaya

SASANDO adalah sebuah alat instrumen musik petik ikon NTT. Instrumen musik ini berasal dari Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur.

Secara harfiah nama Sasando, menurut asal katanya, berasal dari bahasa Rote, Sasandu. Artinya, alat yang bergetar atau berbunyi. Konon sasando digunakan dikalangan masyarakat Rote sejak abad ke-7.

Bentuk sasando ada miripnya dengan instrumen petik lainnya seperti gitar, biola dan kecapi. Bagian utama sasando berbentuk tabung panjang yang biasa terbuat dari bambu.

Pada bagian tengah melingkar dari atas ke bawah diberi ganjalan-ganjalan di mana senar-senar (dawai-dawai) yang direntangkan di tabung, dari atas kebawah bertumpu.

Ganjalan-ganjalan ini memberikan nada yang berbeda-beda kepada setiap petikan senar. Lalu tabung sasando ini ditaruh dalam sebuah wadah yang terbuat dari semacam anyaman daun lontar yang dibuat seperti kipas.

Wadah ini merupakan tempat resonansi sasando. Sebagai sebuah lembaga pendidikan tinggi, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Citra Husada Mandiri Kupang (CHMK) melalui juru kemudinya, dr. Jafry Jap, tidak ingin alat musik tradisionalini menjadi punah karena tidak dikenal oleh generasi mudanya.

Walaupun lembaga yang digawanginya adalah lembaga yang seharusnya menciptakan tenaga kesehatan yang handal, namun ia juga menginginkan anak asuhanya tidak saja profesional di bidangnya tetapi juga memiliki nilai plus yakni kompetensi di bidang musik, terutama mewarisi nilai luhur budaya bangsa dan melestarikannya.

Lembaga pendidikan tinggi ini ingin menyuguhkan sesuatu yang lain atau inovasi yang tidak pernah ada di lembaga pendidikan lainnya di NTT.

Mengasah kompetensi mahasiswa, selain bidang keahlianya, dr. Jefri juga membentuk beberapa komunitas lainnya sesuai dengan bakat dan kemampuan anak didiknya.

Tidak tanggung-tanggung ada 10 komunitas di lembaga ini, diantaranya CHMK Coor Comunity dan Komunitas Jurnalis yang sudah menghasilkan sebuah buletin dikampus ini.

Semua ini dilakukan untuk mengasah potensi serta bakat dan minat mahasiswa. Komunitas Sasando sendiri anggotanya terdiri dari enam srikandi yang cantik-cantik yakni Istha L Muskananfola, Lely Ndaumanu, Deby Ello, Arsyanti danYolanda Ndaumanu.

Keenamnya adalah mahasiswa STIKES CHMK dari jurusan S1 Keperawatan. Sesungguhnya komunitas sasando ini merupakan kegiatan ekstra kurikuler di luar jam kuliah dikampus yang dibalut dalam istilah keren yakni CHMK Sasando Community.

Dari sekian banyak komunitas di lembaga pendidikan tinggi ini yang paling menonjol adalah komunitas sasando.

Selain tampil dalam berbagai even lokal di Kota Kupang, seperti digereja, resepsi pernikahan, wisuda, komunitas ini juga pernah tampil memeriahkan pada even pariwisata bergengsi di daerah ini, yakni Entex.

Bahkan, salah satu personelnya Istha Muskananfola pernah tampil diJakarta beberapa waktu lalu pada peringatan Hari Aksara Nasional yang diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan Internasional (Kemendiknas) RI tanggal 21-22 Oktober 2011.

Saat ini, ia juga dipanggil untuk memainkan sasando di Jakarta Convention Centre (JCC). Dr. Jafry Jap, kepada Pos Kupang di STIKES CHMK, Rabu (25/10/2011), mengata-kan, spirit utama dari komunitas ini adalah tetap meles-tarikan budaya dan tradisi NTT yang hampir punah.

“Spiritnya sih sebenarnya hanya ingin menampilkan nuansa etniknya dan melestarikan budaya dan tradisi yang makin hari ditinggalkan oleh generasi mudanya karena terpengaruh dengan masuknya budaya-budaya luar,” katanya.

Makanya, selain sasando, ia juga memasukkan gong Rote sebagai salah satu instrumen musik dilembaga ini. Jafry sendiri menginginkan agar mahasiswa yang memiliki bakat dan talenta diberikan kesempatan untuk berekspresi. Sehingga, lembaga ini membentuk komunitas sasando dan membayar pelatih sasando.

http://kupang.tribunnews.com/read/artikel/72132/mengasah-potensi-lestarikan-budaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar