Anggota DPR RI, Fary Dj Francis, Sabtu (26/11) melakukan pemantauan sejumlah proyek APBN di Kecamatan Sasitamean dan Kecamatan Io Kufeu Kabupaten Belu. Selain melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan proyek, ia juga melakukan diskusi dengan masyarakat untuk mendengarkan aspirasi guna diperjuangkan di tingkat pusat.
Fary Francis dalam kunjungan itu didampingi ketua DPC Gerindra Belu, Salmon Tonak, fungsionaris Partai Gerindra, Jhon Atet dan anggota DPRD Belu, Walde Berek serta sejumlah pengurus partai lainnya.
Sementarta, jajaran pemerintah yang hadir antaranya, Camat Sasitamean, Gabriel Meni Tae, Camat Io Kufeu, Wandelinus Y Un, kepala SMKN Sasitamean, Maksimus Berek dan salah satu kabid di Bappeda, Yohanes Andes P.
Sebelum melakukan pemantauan terhadap sejumlah proyek, sempat dilakukan pertemuan dengan masyarakat, guru maupun tokoh agama di aula SMKN Sasitamean untuk mendengarkan aspirasi masyarakat soal berbagai kebutuhan masyarakat maupun dunia pendidikan.
Usai melakukan dialog, politisi Partai Gerindra itu melakukan pemantauan proyek seperti jalan lingkungan dengan dana yang bersumber dari APBN, pembangunan gedung SMKN Pertanian Sasitamen, maupun usaha peternakan ayam yang dirintisnya pada desa itu.
Fary Francis kepada wartawan usai melakukan pemantauan pelaksanaan proyek menyebutkan, kunjungan yang dilakukan merupakan kunjungan biasa, terutama untuk memenuhi undangan masyarakat Sasitamean dan Io Kufeu. "Ini kunjungan biasa yang saya lakukan untuk memenuhi undangan masyarakat," katanya.
Dia menyebutkan, setidaknya ada sejumlah proyek tahun 2010 dan 2011 yang dilaksanakan dan pihaknya berkepentingan untuk melakukan pemantauan sejauhmana pelaksanaan dan penggunaanya oleh masyarakat.
"Saya juga berkunjung untuk lihat proyek yang dikerjakan dan melihat pemanfaatannya," kata Fary.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI itu menyebutkan, dari pantauannya ternyata semua sudah dikerjakan dan telah dimanfaatkan oleh masyarakat dan kedepan sejumlah aspirasi yang telah didengarnya akan diperjuangkan pada tahun anggaran nanti dengan tujuan masyarakat Sasitamean dan Io Kufeu bisa terus mengalami kemajuan.
Bukan saja Io Kufeu dan Sasitamean, pihaknya juga akan mendengar juga apsirasi masyarakat Kabupaten Belu lainnya untuk diperjuangkan.
"Saya minta doa, semoga semua aspirasi bisa diperjuangkan dan masyarakat NTT dan khususnya Kabupaten Belu bisa terus diperhatikan dan bergerak maju," urainya.
Dia sempat menyoroti pelaksanaan pendidikan di SMKN Sasitamean. Sebab, SMKN tersebut tidak memiliki fasilitas praktek sehingga lebih banyak mendapatkan materi daripada praktek. Padahal, harusnya praktek 70 persen, teori 30 persen.
Dia berjanji akan memperjuangkan pembangunan embung untuk kepentingan SMKN Sasitamean dan masyarakat sekitarnya.
http://www.timorexpress.com/index.php?act=news&nid=44159
PENSIL PATA
Senin, 28 November 2011
Jonathan Banunaek Dicecar 20 Pertanyaan
Proses penyidikan kasus dugaan penyelewengan dana rutin tahun 2008 pada Dinas Budpar Kabupaten TTS terus berlanjut.
Hingga Selasa (22/11) kemarin, sedikitnya delapan saksi telah dimintai keterangan oleh tim penyidik Kejaksaan Negeri SoE. Kemarin, giliran mantan Kadis Budpar TTS tahun 2008, Jonathan Banunaek yang diperiksa.
Sebagai mantan kadis pada bulan November hingga Desember 2008, Jonathan diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut. Jonathan diperiksa Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri SoE, Anton Londa sejak pukul 09.30 Wita hingga pukul 12.30 Wita. Sebanyak 20 pertanyaan diberikan kepada Jonathan terkait penggunaan dana rutin baik belanja langsung maupun belanja tidak langsung yang secara keseluruhan berjumlah lebih dari Rp 3 miliar.
Kepada wartawan usai diperiksa, Jonathan mengatakan, pemeriksaan dirinya seputar penggunaan dana rutin tersebut. Namun menurut dia, dirinya telah menggunakan dana secara prosedural.
Terkait data penggunaan atau realisasinya, Jonathan meminta agar dikonfirmasi kepada bendaranya saat itu yakni, Trodinia Kabu. Selain itu, Jonathan juga enggan berkomentar banyak soal pertanggungjawaban atas beberapa item pekerjaan. Pasalnya, sebelum pekerjaan selesai, dirinya telah dinonjobkan dari jabatan kadis.
"Saya bekerja sesuai dengan prosedur. Memang saat kepemimpinan saya, ada beberapa kegiatan. Namun pelaksanaannya pada awal tahun 2009 dan selesainya saya sudah tidak menjabat lagi.
Karena saya dipecat April 2009 di saat itu pekerjaan-pekerjaan itu masih sementara berjalan. Sehingga memang saya tidak memberikan pertanggungjawaban. Namun secara rinci nanti ditanyakan ke bendahara karena setiap pengeluaran atau pencairan dana, saya yang menyetujui dan secara administrasi bendahara yang tahu," terangnya.
Ditanya terkait penggunaan dana untuk pembelian sebidang tanah di Fatumnasi, Jonathan mengakui adanya pos pengeluaran tersebut. Walau belum merinci jumlah dana yang digunakan. Dia menjelaskan, program tersebut termasuk dalam program tahun berjalan, sehingga dilaksanakan pada saat kepemimpinannya.
"Itu sudah ada memang dari sebelum saya ada. Saya yang melaksanakan. Tapi jumlahnya saya sudah lupa jadi nanti tanyakan di bendahara saja. Apakah sudah realisasi atau belum, namun secara prosedur memang sudah saya perintahkan untuk direalisasi," jelasnya.
Sementara itu, Kasi Pidsus, Anton Londa yang dikonfirmasi menjelaskan, Jonathan merupakan saksi ke delapan yang diperiksa. Namun masih terdapat dua saksi lagi yang akan diperiksa yakniTrodinia Kabu dan Wasti Naklui sebagai mantan bendahara barang. Menurut Anton, Jonathan masih diperiksa sebagai saksi dan yang bersangkutan diperiksa seputar tupoksinya sebagai kadis saat itu.
Terkait calon tersangkan dalam kasus tersebut, Anton belum memastikan. Pasalnya, kasus tersebut ditangani secara tim. Sehingga keterangan saksi akan dirampungkan untuk kemudian menentukan tersangka.
"Untuk sementara tim masih melakukan pemeriksaan saksi. Setelah itu, kita rapat dan menggabungkan hasil pemeriksaan kemudian baru kita dapat siapa yang harus bertanggung jawab. Itu bisa dalam waktu dekat," beber Anton.
http://www.timorexpress.com/index.php?act=news&nid=44129
Hingga Selasa (22/11) kemarin, sedikitnya delapan saksi telah dimintai keterangan oleh tim penyidik Kejaksaan Negeri SoE. Kemarin, giliran mantan Kadis Budpar TTS tahun 2008, Jonathan Banunaek yang diperiksa.
Sebagai mantan kadis pada bulan November hingga Desember 2008, Jonathan diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut. Jonathan diperiksa Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri SoE, Anton Londa sejak pukul 09.30 Wita hingga pukul 12.30 Wita. Sebanyak 20 pertanyaan diberikan kepada Jonathan terkait penggunaan dana rutin baik belanja langsung maupun belanja tidak langsung yang secara keseluruhan berjumlah lebih dari Rp 3 miliar.
Kepada wartawan usai diperiksa, Jonathan mengatakan, pemeriksaan dirinya seputar penggunaan dana rutin tersebut. Namun menurut dia, dirinya telah menggunakan dana secara prosedural.
Terkait data penggunaan atau realisasinya, Jonathan meminta agar dikonfirmasi kepada bendaranya saat itu yakni, Trodinia Kabu. Selain itu, Jonathan juga enggan berkomentar banyak soal pertanggungjawaban atas beberapa item pekerjaan. Pasalnya, sebelum pekerjaan selesai, dirinya telah dinonjobkan dari jabatan kadis.
"Saya bekerja sesuai dengan prosedur. Memang saat kepemimpinan saya, ada beberapa kegiatan. Namun pelaksanaannya pada awal tahun 2009 dan selesainya saya sudah tidak menjabat lagi.
Karena saya dipecat April 2009 di saat itu pekerjaan-pekerjaan itu masih sementara berjalan. Sehingga memang saya tidak memberikan pertanggungjawaban. Namun secara rinci nanti ditanyakan ke bendahara karena setiap pengeluaran atau pencairan dana, saya yang menyetujui dan secara administrasi bendahara yang tahu," terangnya.
Ditanya terkait penggunaan dana untuk pembelian sebidang tanah di Fatumnasi, Jonathan mengakui adanya pos pengeluaran tersebut. Walau belum merinci jumlah dana yang digunakan. Dia menjelaskan, program tersebut termasuk dalam program tahun berjalan, sehingga dilaksanakan pada saat kepemimpinannya.
"Itu sudah ada memang dari sebelum saya ada. Saya yang melaksanakan. Tapi jumlahnya saya sudah lupa jadi nanti tanyakan di bendahara saja. Apakah sudah realisasi atau belum, namun secara prosedur memang sudah saya perintahkan untuk direalisasi," jelasnya.
Sementara itu, Kasi Pidsus, Anton Londa yang dikonfirmasi menjelaskan, Jonathan merupakan saksi ke delapan yang diperiksa. Namun masih terdapat dua saksi lagi yang akan diperiksa yakniTrodinia Kabu dan Wasti Naklui sebagai mantan bendahara barang. Menurut Anton, Jonathan masih diperiksa sebagai saksi dan yang bersangkutan diperiksa seputar tupoksinya sebagai kadis saat itu.
Terkait calon tersangkan dalam kasus tersebut, Anton belum memastikan. Pasalnya, kasus tersebut ditangani secara tim. Sehingga keterangan saksi akan dirampungkan untuk kemudian menentukan tersangka.
"Untuk sementara tim masih melakukan pemeriksaan saksi. Setelah itu, kita rapat dan menggabungkan hasil pemeriksaan kemudian baru kita dapat siapa yang harus bertanggung jawab. Itu bisa dalam waktu dekat," beber Anton.
http://www.timorexpress.com/index.php?act=news&nid=44129
Jumat, 04 November 2011
Kapolda Siap Bermitra dengan Berbagai Komponen
Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur, Brigjen Pol Ricky HP Sitohang bertekad di masa kepimimpinannya sebagai Kapolda Nusa Tenggara Timur akan terus membangun kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan baik itu pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan berbagai komponen masyarakat untuk bersama-sama membangun Nusa Tenggara Timur.
Ricky Sitohang kepada wartawan usai acara temu-pisah di Mapolda NTT, Kamis (3/11) kemarin menegaskan sudah saatnya polisi merubah mindset berpikirnya dari cara tindak yang lama menjadi cara tindak yang baru.
"Polisi hadir untuk melayani bukan untuk dilayani. Oleh karena itu, tidak zamannya lagi polisi mengintimidasi masyarakat atau bertindak menakut-nakuti masyarakat. Paradigma lama harus sudah dirubah, polisi harus menjadi pelayan, pelindung dan pengayom masyarakat. Kalau ada polisi yang masih rajin mengintimidasi masyarakat maka saya akan tindak tegas," tandasnya.
Bukan hanya dengan pemerintah dan unsur TNI, namun polisi akan bermitra juga dengan masyarakat dengan cara-cara yang humnanis. "Untuk anggota polisi, saya ingatkan sekali lagi, tinggalkan arogansi sikap dan kedepankan pelayanan. Mari hidup bersama masyarakat sampai di pelosok-pelosok. Berikan sentuhan kepastian hukum kepada mereka, biar hidup lebih aman dan tenteram," himbau mantan Kapolres Alor ini.
Ditanyai terkait komitmennya untuk memberantas masalah korupsi di Nusa Tenggara Timur, mantan Dir Reskrim Polda NTT ini, mengatakan, persoalan korupsi bukan hanya persoalan polisi namun hal tersebut menjadi persoalan semua pihak. Oleh karena itu sebagai pimpinan polisi di Nusa Tenggara Timur ia meminta agar uang rakyat harus dinikmati oleh rakyat bukan oleh yang tidak berhak. "Uang rakyat ya untuk kepentingan rakyat.
Bukan untuk kepentingan orang-orang tertentu. Oleh karena itu polisi akan konsentrasi juga terhadap penuntasan kasus-kasus korupsi yang terjadi di NTT. Kalau yang menjadi haknya rakyat dinikmati oleh orang lain maka bersiap-siaplan anda berhadapan dengan hukum," ujarnya.
Ricky Sitohang pada kesempatan tersebut juga menyampaikan terimakasih kepada mantan Kapolda NTT, Brigjen Pol Yorry Yance Worang yang selama ini memimpin Polda Nusa Tenggara Timur. "Bagi saya NTT adalah daerah saya sendiri, karena di tanah inilah saya dibesarkan. Dan, saat ini saya kembali lagi untuk ketiga kalinya. Mungkin, saya tidak akan kembali untuk keempat kalinya. Oleh karena itu saya sudah bertekad memberikan yang terbaik di masa pengabdian saya sebagai Kapolda Nusa Tenggara Timur ini," ujarnya.
Sementara mantan Kapolda NTT, Brigjen Pol Yorry Yance Worang pada kesempatan yang sama kepada wartawan, menyampaikan terimakasih kepada semua komponen masyarakat Nusa Tenggara Timur yang telah bermitra menjaga keamanan dan ketertiban selama masa kepemimpinannya.
"Pak Kapolda yang baru ini sebenarnya 'pulang ke kampungnya' ya..karena bukan orang baru lagi. Sebelumnya, beliau sudah mengabdi dan dikenal di NTT," ujar Yorry Yance Worang yang akan bertugas di BNN Mabes Polri. Acara temu-pisah Kapolda baru dan lama kemarin dilaksanakan dengan berbagai rangkaian seperti upacara bendera, parade pasukan dan malam temu-pisah kamis tadi malam. Acara temu pisah ini dihadiri para pejabat lingkup Polda NTT serta para Kapolres se-NTT bersama jajarannya.
http://www.timorexpress.com/index.php?act=news&nid=44002
Ricky Sitohang kepada wartawan usai acara temu-pisah di Mapolda NTT, Kamis (3/11) kemarin menegaskan sudah saatnya polisi merubah mindset berpikirnya dari cara tindak yang lama menjadi cara tindak yang baru.
"Polisi hadir untuk melayani bukan untuk dilayani. Oleh karena itu, tidak zamannya lagi polisi mengintimidasi masyarakat atau bertindak menakut-nakuti masyarakat. Paradigma lama harus sudah dirubah, polisi harus menjadi pelayan, pelindung dan pengayom masyarakat. Kalau ada polisi yang masih rajin mengintimidasi masyarakat maka saya akan tindak tegas," tandasnya.
Bukan hanya dengan pemerintah dan unsur TNI, namun polisi akan bermitra juga dengan masyarakat dengan cara-cara yang humnanis. "Untuk anggota polisi, saya ingatkan sekali lagi, tinggalkan arogansi sikap dan kedepankan pelayanan. Mari hidup bersama masyarakat sampai di pelosok-pelosok. Berikan sentuhan kepastian hukum kepada mereka, biar hidup lebih aman dan tenteram," himbau mantan Kapolres Alor ini.
Ditanyai terkait komitmennya untuk memberantas masalah korupsi di Nusa Tenggara Timur, mantan Dir Reskrim Polda NTT ini, mengatakan, persoalan korupsi bukan hanya persoalan polisi namun hal tersebut menjadi persoalan semua pihak. Oleh karena itu sebagai pimpinan polisi di Nusa Tenggara Timur ia meminta agar uang rakyat harus dinikmati oleh rakyat bukan oleh yang tidak berhak. "Uang rakyat ya untuk kepentingan rakyat.
Bukan untuk kepentingan orang-orang tertentu. Oleh karena itu polisi akan konsentrasi juga terhadap penuntasan kasus-kasus korupsi yang terjadi di NTT. Kalau yang menjadi haknya rakyat dinikmati oleh orang lain maka bersiap-siaplan anda berhadapan dengan hukum," ujarnya.
Ricky Sitohang pada kesempatan tersebut juga menyampaikan terimakasih kepada mantan Kapolda NTT, Brigjen Pol Yorry Yance Worang yang selama ini memimpin Polda Nusa Tenggara Timur. "Bagi saya NTT adalah daerah saya sendiri, karena di tanah inilah saya dibesarkan. Dan, saat ini saya kembali lagi untuk ketiga kalinya. Mungkin, saya tidak akan kembali untuk keempat kalinya. Oleh karena itu saya sudah bertekad memberikan yang terbaik di masa pengabdian saya sebagai Kapolda Nusa Tenggara Timur ini," ujarnya.
Sementara mantan Kapolda NTT, Brigjen Pol Yorry Yance Worang pada kesempatan yang sama kepada wartawan, menyampaikan terimakasih kepada semua komponen masyarakat Nusa Tenggara Timur yang telah bermitra menjaga keamanan dan ketertiban selama masa kepemimpinannya.
"Pak Kapolda yang baru ini sebenarnya 'pulang ke kampungnya' ya..karena bukan orang baru lagi. Sebelumnya, beliau sudah mengabdi dan dikenal di NTT," ujar Yorry Yance Worang yang akan bertugas di BNN Mabes Polri. Acara temu-pisah Kapolda baru dan lama kemarin dilaksanakan dengan berbagai rangkaian seperti upacara bendera, parade pasukan dan malam temu-pisah kamis tadi malam. Acara temu pisah ini dihadiri para pejabat lingkup Polda NTT serta para Kapolres se-NTT bersama jajarannya.
http://www.timorexpress.com/index.php?act=news&nid=44002
Selasa, 01 November 2011
GMIT Harus Menjadi Keluarga Ideal
Jabatan Ketua Sinode GMIT tak lagi disandang Pendeta Eben Nuban Timo. Senin (31/10) kemarin, dia secara resmi menyerahkan jabatannya kepada Pendeta Bobby Litelnoni dalam acara serah terima Ketua Sinode GMIT yang dirangkai dengan penthabisan gedung kebaktian GMIT Elim Lasiana.
Acara itu dihadiri langsung Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, Wakil Gubernur NTT, Esthon Foenay, Walikota Kupang, Daniel Adoe, Ketua Majelis Jemaat Elim Lasiana, Pendeta Ina Ngefak-Bara Pa, para anggota Majelis Sinode GMIT yang terpilih dalam Sidang Sinode GMIT XXXII di Naibonat serta ratusan warga jemaat setempat. Tampak hadir sejumlah kepala dinas/kantor/badan lingkup Pemerintah Provinsi NTT.
Para anggota Majelis Sinode GMIT Periode 2011-2015 yang mengikuti acara serah terima itu, yakni Wakil Ketua Pendeta Welmintje Kameli-Maleng, Sekretaris Pendeta Benyamin Naralulu, Wakil sekretaris Ince Ay-Touselak, Ketua Bidang Hukum Inche Sayuna, Bidang Ekonomi Sofia Malelak-de Haan, dan Bidang Politik Abraham Paul Liyanto.
Acara serah terima jabatan Majelis Sinode GMIT itu berlangsung setelah acara penthabisan gedung kebaktian GMIT Elim Lasiana. Acara serah terima juga dirangkai dengan ibadah Hari Reformasi Gereja serta HUT GMIT ke-64. Rangkaian ibadah itu dipimpin langsung Pendeta Eben Nuban Timo.
Pada acara serah terima itu, Pendeta Nuban Timo menyampaikan terima kasih kepada seluruh jemaat GMIT yang telah mendukung Majelis Sinode GMIT periode sebelumnya. Selain itu, dia juga menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh warga GMIT jika dalam masa kepemimpinan mereka, belum memberikan yang terbaik. "Kami menyampaikan terima kasih atas dukungannya selama satu periode ini dan sekaligus menyampaikan permohonan maaf jika ada tindakan yang salah," kata Eben.
Sementara itu, Ketua Sinode yang baru, Pendeta Bobby Litelnoni, dalam suara gembalanya mengatakan GMIT harus bisa merajut perbedaan-perbedaan tanpa bermaksud mempertentangkan satu dengan yang lain. Menurutnya, GMIT tidak hanya membangun komunikasi dengan mereka yang berada pada jalan yang sama dan karena itu mengusahakan bentuk layanan yang seragam.
GMIT dalam hal ini mesti menjadi keluarga dimana orang dari berbagai latarbelakang dapat berhimpun dan mengekspresikasn kehidupan iman mereka secara bertanggungjawab dan tidak mengabaikan mereka yang berada di jalan yang berbeda. "Relasi persaudaraan sebagai satu keluarga akan terus didorong sehingga GMIT menjadi keluarga ideal dimana anggota-anggota keluarga di dalam kepelbagaian mereka dapat hidup bersama dalam suasana saling menghargai satu dengan yang lain," kata Bobby.
Terkait penthabisan gedung kebaktian jemaat Elim Lasiana, Pendeta Bobby berharap tempat ibadah itu menjadi rumah Tuhan yang selalu terbuka sehingga tidak menjadi rumah yang asing bagi warga jemaat Elim, tetapi juga bagi mereka yang berkeinginan atau membutuhkan kehadiran jemaat ini di tengah-tengah masyarakat.
"Perlu saya tekankan bahwa kebanggaan kita sebagai gereja bukan terletak pada kemampuan kita untuk membangun suatu gedung tempat ibadah dengan mengorbankan banyak hal, tetapi bagaimana tempat ibadah yang dibangun dapat dimanfaatkan sebagai rumah bagi semua dan selalu membuka pintunya menjadi pintu damai sejahtera Allah," jelas Pendeta Bobby.
Sementara itu, Gubernur NTT Frans Lebu Raya sebelum menandatangani prasasti, dalam sambutannya, mengatakan rumah Tuhan yang indah dan dan megah ini mesti terus penuh saat hari Minggu atau saat beribadah. Menurutnya, kalau rumahnya megah, indah dan kokoh, maka harus membawa iman setiap jemaat menjadi kokoh kepada Tuhan.
Lebih lanjut menurutnya, peristiwa penthabisan ini bukan merupakan kebetulan belaka, tapi merupakan rencana Tuhan. "Sesuatu pembangunan harus melalui sebuah proses yang bisa berjalan cepat dan bisa berjalan lama juga adanya kerjasama yang baik di antara semua pihak," kata Gubernur.
Terkait serah terima Majelis Sinode GMIT, Gubernur percaya bahwa pengurus yang baru akan membangun daerah ini dengan baik. "Saya percaya para pengurus yang baru pasti bisa saling bekerjasama untuk memberdayakan ekonomi jemaat supaya ke depan bisa lebih maju lagi," pinta Gubernur Lebu Raya.
Dia menyatakan mendukung semua anggota Majelis Sinode GMIT untuk melaksanakan program-program yang sedang dan akan dilaksanakan. Lebu Raya juga meminta agar program-program Pemerintah Provinsi NTT juga mesti disinergikan dengan program Sinode sehingga lebih menyentuh kebutuhan warga dan jemaat.
http://www.timorexpress.com/index.php?act=news&nid=43978
Acara itu dihadiri langsung Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, Wakil Gubernur NTT, Esthon Foenay, Walikota Kupang, Daniel Adoe, Ketua Majelis Jemaat Elim Lasiana, Pendeta Ina Ngefak-Bara Pa, para anggota Majelis Sinode GMIT yang terpilih dalam Sidang Sinode GMIT XXXII di Naibonat serta ratusan warga jemaat setempat. Tampak hadir sejumlah kepala dinas/kantor/badan lingkup Pemerintah Provinsi NTT.
Para anggota Majelis Sinode GMIT Periode 2011-2015 yang mengikuti acara serah terima itu, yakni Wakil Ketua Pendeta Welmintje Kameli-Maleng, Sekretaris Pendeta Benyamin Naralulu, Wakil sekretaris Ince Ay-Touselak, Ketua Bidang Hukum Inche Sayuna, Bidang Ekonomi Sofia Malelak-de Haan, dan Bidang Politik Abraham Paul Liyanto.
Acara serah terima jabatan Majelis Sinode GMIT itu berlangsung setelah acara penthabisan gedung kebaktian GMIT Elim Lasiana. Acara serah terima juga dirangkai dengan ibadah Hari Reformasi Gereja serta HUT GMIT ke-64. Rangkaian ibadah itu dipimpin langsung Pendeta Eben Nuban Timo.
Pada acara serah terima itu, Pendeta Nuban Timo menyampaikan terima kasih kepada seluruh jemaat GMIT yang telah mendukung Majelis Sinode GMIT periode sebelumnya. Selain itu, dia juga menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh warga GMIT jika dalam masa kepemimpinan mereka, belum memberikan yang terbaik. "Kami menyampaikan terima kasih atas dukungannya selama satu periode ini dan sekaligus menyampaikan permohonan maaf jika ada tindakan yang salah," kata Eben.
Sementara itu, Ketua Sinode yang baru, Pendeta Bobby Litelnoni, dalam suara gembalanya mengatakan GMIT harus bisa merajut perbedaan-perbedaan tanpa bermaksud mempertentangkan satu dengan yang lain. Menurutnya, GMIT tidak hanya membangun komunikasi dengan mereka yang berada pada jalan yang sama dan karena itu mengusahakan bentuk layanan yang seragam.
GMIT dalam hal ini mesti menjadi keluarga dimana orang dari berbagai latarbelakang dapat berhimpun dan mengekspresikasn kehidupan iman mereka secara bertanggungjawab dan tidak mengabaikan mereka yang berada di jalan yang berbeda. "Relasi persaudaraan sebagai satu keluarga akan terus didorong sehingga GMIT menjadi keluarga ideal dimana anggota-anggota keluarga di dalam kepelbagaian mereka dapat hidup bersama dalam suasana saling menghargai satu dengan yang lain," kata Bobby.
Terkait penthabisan gedung kebaktian jemaat Elim Lasiana, Pendeta Bobby berharap tempat ibadah itu menjadi rumah Tuhan yang selalu terbuka sehingga tidak menjadi rumah yang asing bagi warga jemaat Elim, tetapi juga bagi mereka yang berkeinginan atau membutuhkan kehadiran jemaat ini di tengah-tengah masyarakat.
"Perlu saya tekankan bahwa kebanggaan kita sebagai gereja bukan terletak pada kemampuan kita untuk membangun suatu gedung tempat ibadah dengan mengorbankan banyak hal, tetapi bagaimana tempat ibadah yang dibangun dapat dimanfaatkan sebagai rumah bagi semua dan selalu membuka pintunya menjadi pintu damai sejahtera Allah," jelas Pendeta Bobby.
Sementara itu, Gubernur NTT Frans Lebu Raya sebelum menandatangani prasasti, dalam sambutannya, mengatakan rumah Tuhan yang indah dan dan megah ini mesti terus penuh saat hari Minggu atau saat beribadah. Menurutnya, kalau rumahnya megah, indah dan kokoh, maka harus membawa iman setiap jemaat menjadi kokoh kepada Tuhan.
Lebih lanjut menurutnya, peristiwa penthabisan ini bukan merupakan kebetulan belaka, tapi merupakan rencana Tuhan. "Sesuatu pembangunan harus melalui sebuah proses yang bisa berjalan cepat dan bisa berjalan lama juga adanya kerjasama yang baik di antara semua pihak," kata Gubernur.
Terkait serah terima Majelis Sinode GMIT, Gubernur percaya bahwa pengurus yang baru akan membangun daerah ini dengan baik. "Saya percaya para pengurus yang baru pasti bisa saling bekerjasama untuk memberdayakan ekonomi jemaat supaya ke depan bisa lebih maju lagi," pinta Gubernur Lebu Raya.
Dia menyatakan mendukung semua anggota Majelis Sinode GMIT untuk melaksanakan program-program yang sedang dan akan dilaksanakan. Lebu Raya juga meminta agar program-program Pemerintah Provinsi NTT juga mesti disinergikan dengan program Sinode sehingga lebih menyentuh kebutuhan warga dan jemaat.
http://www.timorexpress.com/index.php?act=news&nid=43978
Sabtu, 29 Oktober 2011
PAD Sabu Raijua Terendah di Indonesia
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Sabu Raijua yang hanya Rp 1,2 miliar per tahun, merupakan kabupaten dengan PAD terendah dari 544 kabupaten di Indonesia.
Hal itu dikatakan Wakil Gubernur NTT, Ir. Esthon L Foenay dalam rapat bersama para pimpinan SKPD Tingkat Propinsi NTT di Kantor Gubernur NTT, Kamis (14/7/2011).
Esthon mengatakan, berdasarkan data pada Pemerintah Propinsi (Pemprop) NTT, dari 20 kabupaten/kota di NTT, hanya Kota Kupang yang mengantongi PAD terbesar di NTT, yaitu Rp 51 miliar pada tahun 2011. Menyusul kabupaten lain di NTT yang memiliki PAD sebesar Rp 40 miliar.
Untuk Kabupaten Sabu Raijua demikian Esthon, merupakan daerah yang sangat rendah PAD-nya bila dibandingkan dengan PAD dari kabupaten lain di NTT.
“Penduduk di Kabupaten Sabu Raijua sekitar 78 ribu jiwa lebih. Sementara pohon tuaknya sekitar 150 ribu pohon lebih. Jadi jumlah pohon tuaknya lebih banyak dari jumlah penduduk,” katanya.
Potensi pohon tuak seperti kata Esthon, harus dilirik pemerintah daerah setempat sebagai salah satu potensi ekonomi berupa bahan baku pembuatan gula yang bisa mendokrak peningkatan PAD.
“Kalau di Sabu, gula sabu hanya Rp 500/botol. Sementara di Timor Leste bisa sampai tiga dolar/botol atau sekitar Rp 25.000/botol. Kalau potensi itu dikemas secara baik, maka PAD Sabu bisa meningkat tajam karena potensinya sudah ada tinggal dikelola secara baik,” tegas Foenay.
Pemerintah kata dia, seharusnya bisa menggali potensi yang ada di daerahnya untuk meningkatkan PAD, sehingga proses pembangunan di daerah di NTT bisa berjalan maksimal.
http://kupang.tribunnews.com/read/artikel/66206/sabu/pad-sabu-raijua-terendah-di-indonesia
Hal itu dikatakan Wakil Gubernur NTT, Ir. Esthon L Foenay dalam rapat bersama para pimpinan SKPD Tingkat Propinsi NTT di Kantor Gubernur NTT, Kamis (14/7/2011).
Esthon mengatakan, berdasarkan data pada Pemerintah Propinsi (Pemprop) NTT, dari 20 kabupaten/kota di NTT, hanya Kota Kupang yang mengantongi PAD terbesar di NTT, yaitu Rp 51 miliar pada tahun 2011. Menyusul kabupaten lain di NTT yang memiliki PAD sebesar Rp 40 miliar.
Untuk Kabupaten Sabu Raijua demikian Esthon, merupakan daerah yang sangat rendah PAD-nya bila dibandingkan dengan PAD dari kabupaten lain di NTT.
“Penduduk di Kabupaten Sabu Raijua sekitar 78 ribu jiwa lebih. Sementara pohon tuaknya sekitar 150 ribu pohon lebih. Jadi jumlah pohon tuaknya lebih banyak dari jumlah penduduk,” katanya.
Potensi pohon tuak seperti kata Esthon, harus dilirik pemerintah daerah setempat sebagai salah satu potensi ekonomi berupa bahan baku pembuatan gula yang bisa mendokrak peningkatan PAD.
“Kalau di Sabu, gula sabu hanya Rp 500/botol. Sementara di Timor Leste bisa sampai tiga dolar/botol atau sekitar Rp 25.000/botol. Kalau potensi itu dikemas secara baik, maka PAD Sabu bisa meningkat tajam karena potensinya sudah ada tinggal dikelola secara baik,” tegas Foenay.
Pemerintah kata dia, seharusnya bisa menggali potensi yang ada di daerahnya untuk meningkatkan PAD, sehingga proses pembangunan di daerah di NTT bisa berjalan maksimal.
http://kupang.tribunnews.com/read/artikel/66206/sabu/pad-sabu-raijua-terendah-di-indonesia
Kamis, 27 Oktober 2011
Di Sabu Raijua : Menenun Itu Wajib
Aktivitas menenun di Kabupaten Sabu Raijua telah menjadi tradisi dalam masyarakat. Para remaja perempuan dan ibu-ibu selalu menenun. Bahkan sejak masih kecil, anak-anak juga sudah dilatih menenun.
“Ini fakta yang ada di masyarakat. Ibu-ibu selalu menenun. Remaja perempuan juga begitu. Bahkan sejak kecil, anak-anak juga sudah bisa menenun. Jadi menenun itu wajib sifatnya bagi perempuan. Ini potensi yang selalu kami kembangkan di Sabu Raijua,” kata Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Sabu Raijua, Ny. Irna Kristina Dira Tome Dai, ketika ditemui Pos Kupang di Kupang, Selasa (25/10/2011).
Dikatakannya, mengingat menenun telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Sabu Raijua, maka pihaknya terus memberi dorongan agar pekerjaan tersebut terus digeluti. Hanya kendalanya, pemasaran.
Selama ini, lanjut Ny. Irna Dira Tome, kain tenunan sulit dipasarkan. Pemasaran yang ada pun hanya di lingkungan sekitar. Untungnya, masyarakat tak pernah menyerah dengan keadaan ini.
“Itu yang menjadi modal. Makanya, kami di Dekranasda akan terus berusaha melakukan yang terbaik untuk memperkenalkan tenun ikat Sabu Raijua kepada publik terutama di luar Sabu Raijua,” ujar Ny. Irna Dira Tome.
Selama ini, lanjut dia, Dekranasda Sabu Raijua sering mengikuti berbagai kegiatan di luar NTT. Pernah ke Medan, Sumatera Utara (Sumut), lalu ke Bali. Di Pulau Dewata itu, malah Sabu Raijua terpilih sebagai juara umum dalam sebuah pameran.
“Kami punya potensi yang luar biasa. Dalam tenun menenun, misalnya, masyarakat sudah mewarisinya sejak dulu. Bahkan di kalangan anak-anak perempuan, menenun itu wajib sifatnya. Ini yang selalu kami sebut sebagai potensi yang harus difasilitasi oleh pemerintah,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, pihaknya juga mengeluhkan ketiadaan dana bagi Dekranasda untuk menyelenggarakan sejumlah kegiatan yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat setempat.
Meski demikian, Ny. Irna Dira Tome menyadari bahwa sebagai daerah yang baru dimekarkan, keterbatasan dana untuk itu tak bisa ditepis. Ia meminta pemerintah kabupaten setempat terus menghidupkan home industri karena merupakan salah satu sandaran ekonomi masyarakat setempat.
http://kupang.tribunnews.com/read/artikel/72162/regionalntt/sabu/2011/10/29/di-sabu-raijua-menenun-itu-wajib
“Ini fakta yang ada di masyarakat. Ibu-ibu selalu menenun. Remaja perempuan juga begitu. Bahkan sejak kecil, anak-anak juga sudah bisa menenun. Jadi menenun itu wajib sifatnya bagi perempuan. Ini potensi yang selalu kami kembangkan di Sabu Raijua,” kata Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Sabu Raijua, Ny. Irna Kristina Dira Tome Dai, ketika ditemui Pos Kupang di Kupang, Selasa (25/10/2011).
Dikatakannya, mengingat menenun telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Sabu Raijua, maka pihaknya terus memberi dorongan agar pekerjaan tersebut terus digeluti. Hanya kendalanya, pemasaran.
Selama ini, lanjut Ny. Irna Dira Tome, kain tenunan sulit dipasarkan. Pemasaran yang ada pun hanya di lingkungan sekitar. Untungnya, masyarakat tak pernah menyerah dengan keadaan ini.
“Itu yang menjadi modal. Makanya, kami di Dekranasda akan terus berusaha melakukan yang terbaik untuk memperkenalkan tenun ikat Sabu Raijua kepada publik terutama di luar Sabu Raijua,” ujar Ny. Irna Dira Tome.
Selama ini, lanjut dia, Dekranasda Sabu Raijua sering mengikuti berbagai kegiatan di luar NTT. Pernah ke Medan, Sumatera Utara (Sumut), lalu ke Bali. Di Pulau Dewata itu, malah Sabu Raijua terpilih sebagai juara umum dalam sebuah pameran.
“Kami punya potensi yang luar biasa. Dalam tenun menenun, misalnya, masyarakat sudah mewarisinya sejak dulu. Bahkan di kalangan anak-anak perempuan, menenun itu wajib sifatnya. Ini yang selalu kami sebut sebagai potensi yang harus difasilitasi oleh pemerintah,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, pihaknya juga mengeluhkan ketiadaan dana bagi Dekranasda untuk menyelenggarakan sejumlah kegiatan yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat setempat.
Meski demikian, Ny. Irna Dira Tome menyadari bahwa sebagai daerah yang baru dimekarkan, keterbatasan dana untuk itu tak bisa ditepis. Ia meminta pemerintah kabupaten setempat terus menghidupkan home industri karena merupakan salah satu sandaran ekonomi masyarakat setempat.
http://kupang.tribunnews.com/read/artikel/72162/regionalntt/sabu/2011/10/29/di-sabu-raijua-menenun-itu-wajib
Mengasah Potensi, Lestarikan Budaya
SASANDO adalah sebuah alat instrumen musik petik ikon NTT. Instrumen musik ini berasal dari Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur.
Secara harfiah nama Sasando, menurut asal katanya, berasal dari bahasa Rote, Sasandu. Artinya, alat yang bergetar atau berbunyi. Konon sasando digunakan dikalangan masyarakat Rote sejak abad ke-7.
Bentuk sasando ada miripnya dengan instrumen petik lainnya seperti gitar, biola dan kecapi. Bagian utama sasando berbentuk tabung panjang yang biasa terbuat dari bambu.
Pada bagian tengah melingkar dari atas ke bawah diberi ganjalan-ganjalan di mana senar-senar (dawai-dawai) yang direntangkan di tabung, dari atas kebawah bertumpu.
Ganjalan-ganjalan ini memberikan nada yang berbeda-beda kepada setiap petikan senar. Lalu tabung sasando ini ditaruh dalam sebuah wadah yang terbuat dari semacam anyaman daun lontar yang dibuat seperti kipas.
Wadah ini merupakan tempat resonansi sasando. Sebagai sebuah lembaga pendidikan tinggi, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Citra Husada Mandiri Kupang (CHMK) melalui juru kemudinya, dr. Jafry Jap, tidak ingin alat musik tradisionalini menjadi punah karena tidak dikenal oleh generasi mudanya.
Walaupun lembaga yang digawanginya adalah lembaga yang seharusnya menciptakan tenaga kesehatan yang handal, namun ia juga menginginkan anak asuhanya tidak saja profesional di bidangnya tetapi juga memiliki nilai plus yakni kompetensi di bidang musik, terutama mewarisi nilai luhur budaya bangsa dan melestarikannya.
Lembaga pendidikan tinggi ini ingin menyuguhkan sesuatu yang lain atau inovasi yang tidak pernah ada di lembaga pendidikan lainnya di NTT.
Mengasah kompetensi mahasiswa, selain bidang keahlianya, dr. Jefri juga membentuk beberapa komunitas lainnya sesuai dengan bakat dan kemampuan anak didiknya.
Tidak tanggung-tanggung ada 10 komunitas di lembaga ini, diantaranya CHMK Coor Comunity dan Komunitas Jurnalis yang sudah menghasilkan sebuah buletin dikampus ini.
Semua ini dilakukan untuk mengasah potensi serta bakat dan minat mahasiswa. Komunitas Sasando sendiri anggotanya terdiri dari enam srikandi yang cantik-cantik yakni Istha L Muskananfola, Lely Ndaumanu, Deby Ello, Arsyanti danYolanda Ndaumanu.
Keenamnya adalah mahasiswa STIKES CHMK dari jurusan S1 Keperawatan. Sesungguhnya komunitas sasando ini merupakan kegiatan ekstra kurikuler di luar jam kuliah dikampus yang dibalut dalam istilah keren yakni CHMK Sasando Community.
Dari sekian banyak komunitas di lembaga pendidikan tinggi ini yang paling menonjol adalah komunitas sasando.
Selain tampil dalam berbagai even lokal di Kota Kupang, seperti digereja, resepsi pernikahan, wisuda, komunitas ini juga pernah tampil memeriahkan pada even pariwisata bergengsi di daerah ini, yakni Entex.
Bahkan, salah satu personelnya Istha Muskananfola pernah tampil diJakarta beberapa waktu lalu pada peringatan Hari Aksara Nasional yang diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan Internasional (Kemendiknas) RI tanggal 21-22 Oktober 2011.
Saat ini, ia juga dipanggil untuk memainkan sasando di Jakarta Convention Centre (JCC). Dr. Jafry Jap, kepada Pos Kupang di STIKES CHMK, Rabu (25/10/2011), mengata-kan, spirit utama dari komunitas ini adalah tetap meles-tarikan budaya dan tradisi NTT yang hampir punah.
“Spiritnya sih sebenarnya hanya ingin menampilkan nuansa etniknya dan melestarikan budaya dan tradisi yang makin hari ditinggalkan oleh generasi mudanya karena terpengaruh dengan masuknya budaya-budaya luar,” katanya.
Makanya, selain sasando, ia juga memasukkan gong Rote sebagai salah satu instrumen musik dilembaga ini. Jafry sendiri menginginkan agar mahasiswa yang memiliki bakat dan talenta diberikan kesempatan untuk berekspresi. Sehingga, lembaga ini membentuk komunitas sasando dan membayar pelatih sasando.
http://kupang.tribunnews.com/read/artikel/72132/mengasah-potensi-lestarikan-budaya
Secara harfiah nama Sasando, menurut asal katanya, berasal dari bahasa Rote, Sasandu. Artinya, alat yang bergetar atau berbunyi. Konon sasando digunakan dikalangan masyarakat Rote sejak abad ke-7.
Bentuk sasando ada miripnya dengan instrumen petik lainnya seperti gitar, biola dan kecapi. Bagian utama sasando berbentuk tabung panjang yang biasa terbuat dari bambu.
Pada bagian tengah melingkar dari atas ke bawah diberi ganjalan-ganjalan di mana senar-senar (dawai-dawai) yang direntangkan di tabung, dari atas kebawah bertumpu.
Ganjalan-ganjalan ini memberikan nada yang berbeda-beda kepada setiap petikan senar. Lalu tabung sasando ini ditaruh dalam sebuah wadah yang terbuat dari semacam anyaman daun lontar yang dibuat seperti kipas.
Wadah ini merupakan tempat resonansi sasando. Sebagai sebuah lembaga pendidikan tinggi, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Citra Husada Mandiri Kupang (CHMK) melalui juru kemudinya, dr. Jafry Jap, tidak ingin alat musik tradisionalini menjadi punah karena tidak dikenal oleh generasi mudanya.
Walaupun lembaga yang digawanginya adalah lembaga yang seharusnya menciptakan tenaga kesehatan yang handal, namun ia juga menginginkan anak asuhanya tidak saja profesional di bidangnya tetapi juga memiliki nilai plus yakni kompetensi di bidang musik, terutama mewarisi nilai luhur budaya bangsa dan melestarikannya.
Lembaga pendidikan tinggi ini ingin menyuguhkan sesuatu yang lain atau inovasi yang tidak pernah ada di lembaga pendidikan lainnya di NTT.
Mengasah kompetensi mahasiswa, selain bidang keahlianya, dr. Jefri juga membentuk beberapa komunitas lainnya sesuai dengan bakat dan kemampuan anak didiknya.
Tidak tanggung-tanggung ada 10 komunitas di lembaga ini, diantaranya CHMK Coor Comunity dan Komunitas Jurnalis yang sudah menghasilkan sebuah buletin dikampus ini.
Semua ini dilakukan untuk mengasah potensi serta bakat dan minat mahasiswa. Komunitas Sasando sendiri anggotanya terdiri dari enam srikandi yang cantik-cantik yakni Istha L Muskananfola, Lely Ndaumanu, Deby Ello, Arsyanti danYolanda Ndaumanu.
Keenamnya adalah mahasiswa STIKES CHMK dari jurusan S1 Keperawatan. Sesungguhnya komunitas sasando ini merupakan kegiatan ekstra kurikuler di luar jam kuliah dikampus yang dibalut dalam istilah keren yakni CHMK Sasando Community.
Dari sekian banyak komunitas di lembaga pendidikan tinggi ini yang paling menonjol adalah komunitas sasando.
Selain tampil dalam berbagai even lokal di Kota Kupang, seperti digereja, resepsi pernikahan, wisuda, komunitas ini juga pernah tampil memeriahkan pada even pariwisata bergengsi di daerah ini, yakni Entex.
Bahkan, salah satu personelnya Istha Muskananfola pernah tampil diJakarta beberapa waktu lalu pada peringatan Hari Aksara Nasional yang diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan Internasional (Kemendiknas) RI tanggal 21-22 Oktober 2011.
Saat ini, ia juga dipanggil untuk memainkan sasando di Jakarta Convention Centre (JCC). Dr. Jafry Jap, kepada Pos Kupang di STIKES CHMK, Rabu (25/10/2011), mengata-kan, spirit utama dari komunitas ini adalah tetap meles-tarikan budaya dan tradisi NTT yang hampir punah.
“Spiritnya sih sebenarnya hanya ingin menampilkan nuansa etniknya dan melestarikan budaya dan tradisi yang makin hari ditinggalkan oleh generasi mudanya karena terpengaruh dengan masuknya budaya-budaya luar,” katanya.
Makanya, selain sasando, ia juga memasukkan gong Rote sebagai salah satu instrumen musik dilembaga ini. Jafry sendiri menginginkan agar mahasiswa yang memiliki bakat dan talenta diberikan kesempatan untuk berekspresi. Sehingga, lembaga ini membentuk komunitas sasando dan membayar pelatih sasando.
http://kupang.tribunnews.com/read/artikel/72132/mengasah-potensi-lestarikan-budaya
Hemmm! Pura-pura Pingsan karena Takut Ditilang
Ada-ada saja ulah oknum warga untuk menghindari tilang. Di SoE, Ibukota Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), untuk menghindari pemeriksaan kelengkapan surat-surat kendaraan seorang lelaki muda tiba-tiba jatuh dan pingsan.
Peristiwa yang terjadi Selasa (25/10/2011) itu, saat ada razia kendaraan bermotor oleh polisi dan petugas Dispenda TTS. Razia itu untuk memeriksa kelengkapan surat-surat kendaraan dan SIM pengendara sepeda motor.
Usut punya usut, ternyata lelaki itu hanya pura-pura pingsan. Aksi itu ketahuan setelah polisi membawanya ke rumah sakit.
"Setelah dokter menyatakan akan menyuntikan obat ke tubuh korban dengan jarum suntik tiba-tiba saja dia sadarkan diri. Dari situlah kami tahu kalau sebenarnya pria itu pura-pura jatuh pingsan di lokasi razia agar terhindar dari pemeriksaan," ujar Kasat Lantas Polres TTS, Iptu Asdini Pratama Putra, AM.dik kepada Pos Kupang, Rabu (26/10/2011).
Ia menegaskan polisi tetap menilang pria yang berpura-pura pingsan itu. Saat diperiksa, petugas mendapati pria itu tidak membawa kelengkapan surat-surat kendaaraan.
Asdini menyatakan kejadian berlangsung ketika Satlantas Polres TTS menggelar operasi gabungan dengan Dispenda setempat. Selain mengecek kelengkapan kendaraan bermotor dan surat- surat, petugas juga mengecek kadaluwarsa pajak kendaraan bermotor.
Bila ditemukan pelanggaran, kata Asdini, petugas menilang setiap pelanggar lalin yang terjaring dalam razia kendaraan bermotor di Kota SoE. Sementara bagi penunggak pajak kendaraan bermotor, pemilik kendaraan bermotor diwajibkan melunasi tunggakan pajak kendaraan yang belum dibayar ke samsat.
Tak hanya operasi kelengkapan kendaraan bermotor, demikian Asdini, polisi juga merazia kendaraan bermotor yang menggunakan knalpot racing. Sepeda motor berknalpot racing yang terjaring razia selain dikenakan tilang, juga wajib mengganti knalpot standar.
http://kupang.tribunnews.com/read/artikel/72091/hemmm-pura-pura-pingsan-karena-takut-ditilang
Peristiwa yang terjadi Selasa (25/10/2011) itu, saat ada razia kendaraan bermotor oleh polisi dan petugas Dispenda TTS. Razia itu untuk memeriksa kelengkapan surat-surat kendaraan dan SIM pengendara sepeda motor.
Usut punya usut, ternyata lelaki itu hanya pura-pura pingsan. Aksi itu ketahuan setelah polisi membawanya ke rumah sakit.
"Setelah dokter menyatakan akan menyuntikan obat ke tubuh korban dengan jarum suntik tiba-tiba saja dia sadarkan diri. Dari situlah kami tahu kalau sebenarnya pria itu pura-pura jatuh pingsan di lokasi razia agar terhindar dari pemeriksaan," ujar Kasat Lantas Polres TTS, Iptu Asdini Pratama Putra, AM.dik kepada Pos Kupang, Rabu (26/10/2011).
Ia menegaskan polisi tetap menilang pria yang berpura-pura pingsan itu. Saat diperiksa, petugas mendapati pria itu tidak membawa kelengkapan surat-surat kendaaraan.
Asdini menyatakan kejadian berlangsung ketika Satlantas Polres TTS menggelar operasi gabungan dengan Dispenda setempat. Selain mengecek kelengkapan kendaraan bermotor dan surat- surat, petugas juga mengecek kadaluwarsa pajak kendaraan bermotor.
Bila ditemukan pelanggaran, kata Asdini, petugas menilang setiap pelanggar lalin yang terjaring dalam razia kendaraan bermotor di Kota SoE. Sementara bagi penunggak pajak kendaraan bermotor, pemilik kendaraan bermotor diwajibkan melunasi tunggakan pajak kendaraan yang belum dibayar ke samsat.
Tak hanya operasi kelengkapan kendaraan bermotor, demikian Asdini, polisi juga merazia kendaraan bermotor yang menggunakan knalpot racing. Sepeda motor berknalpot racing yang terjaring razia selain dikenakan tilang, juga wajib mengganti knalpot standar.
http://kupang.tribunnews.com/read/artikel/72091/hemmm-pura-pura-pingsan-karena-takut-ditilang
Warga Biboki Tolak Dubes, Dukung DPRD
Sejumlah warga Biboki yang tergabung dalam Forum Peduli Masyarakat Biboki Anleu, Rabu (26/10) pagi menggelar demo menolak keberadaan Raymundus Sau Fernandes-Aloysius Kobes (Dubes) sebagai Bupati dan Wakil Bupati TTU hasil Pemilukada 2010 yang sudah ... disahkan Mendagri sejak Desember 2010 lalu. Demo warga Biboki yang berlangsung bertepatan dengan pelantikan Kepala Desa Nonotbatan Kecamatan Biboki Anleu ini sebagai wujud dukungan warga Biboki atas rekomendasi DPRD TTU pada tanggal 5 September lalu yang salah satu point rekomendasinya adalah menonaktifkan Raymundus Sau Fernandes dan Aloysius Kobes sebagai bupati dan wakil bupati.
"DPRD TTU sejak 5 September lalu sudah non aktifkan Mundus Fernandes dan Alo Kobes dari jabatan sabagai Bupati-Wakil Bupati TTU. Kenapa mereka dua masih terus berkuasa di TTU," kata Koordinator Forum Peduli Masyarakat Biboki Anleu, Yoakim Ulu didampingi Sekretaris Rofinus Uskenat usai menggelar demo di Biboki Anleu kemarin.
Menurut Ulu Besin-- sapaan akrab-- Koordinator Forum Peduli Masyarakat Biboki Anleu, sebagai penguasa di wilayah Kabupaten TTU, Dubes seharus menunjukan teladan dalam berbagai aspek kepada masyarakat TTU.
Rekomendasi sidang paripurna DPRD TTU sebagai forum pengambilan keputusan tertinggi di lembaga legislatif tingkat Kabupaten TTU seharusnya mendapat tempat terhormat di mata Dubes dalam menegakan kebenaran dan keadilan bagi masyarakat TTU.
"Masak DPRD TTU sudah nonaktifkan mereka tapi tidak laksanakan rekomendasi sesuai aturan. Malah balik ancam DPRD TTU untuk tidak bayar gaji mereka kalau tidak ikut sidang. Lebih parah lagi, mereka (Dubes Red) masih buat keputusan-keputusan termasuk SK pelantikan Kepala Desa Nonotbatan hari ini yang tentunya meresahkan masyarakat TTU. Ini logika berpikirnya sudah tidak benar," ujar Yoakim Ulu.
Rekomendasi DPRD TTU menonaktifkan Dubes dari kursi kepemimpinan Pemkab TTU periode 2010-2015 hasil Pemilukada TTU 11 Oktober 2010 lalu menurut Ulu Besin, sangat mendasar dan mempunyai kekuatan hukum yang harus di hormati dan dihargai publik TTU sebagai bentuk ketaatan kepada supremasi hukum.
Selain putusan MA RI nomor 119.K/TUN/2011 tentang kasasi sengketa tata usaha negara Pemilukada TTU yang dimenangkan paket ESA melawan KPU TTU dan Tatib DPRD TTU, juga proses penetapan SK pelantikan paket Dubes selaku Bupati dan Wakil Bupati TTU lima tahun ke depan berawal dari usulan DPRD TTU ke Mendagri melalui Gubernur NTT.
"Rekomendasi DPRD TTU sangat kuat sehingga tidak ada alasan untuk tidak dilaksanakan. Kenapa rekomendasi DPRD seolah-olah diabaikan begitu saja oleh DUbes. Ini yang perlu mendapat reaksi dari masyarakat TTU yang cinta akan kebenaran dan Keadilan," katanya.
Forum Peduli Masyarakat Biboki Anleu kata dia, akan tetap berjuang untuk mendukung rekomendasi sidang paripurna DPRD TTU guna menjamin rasa keadilan masyarakat TTU di mata hukum. Dia menilai wibawah penegakan hukum akan tercoreng bagi masyarakat umum khususnya masyarakat TTU jika putusan MA atas sengketa Pemilukada TTU dan rekomendasi sidang paripurna DPRD TTU tidak terlaksana sebagaimana mestinya.
"Katanya di mata hukum tidak ada yang istimewa, koq kenapa putusan lembaga pengadilan tertinggi dan produk hukum DPRD TTU berupa rekomendasi sidang paripurna tidak berlaku. Kalau kami orang kecil yang tidak punya uang dan kuasa dipaksa untuk menjalankan aturan hukum, masak hukum tidak berlaku untuk para pejabat," protesnya.
http://www.timorexpress.com/index.php?act=news&nid=43948
"DPRD TTU sejak 5 September lalu sudah non aktifkan Mundus Fernandes dan Alo Kobes dari jabatan sabagai Bupati-Wakil Bupati TTU. Kenapa mereka dua masih terus berkuasa di TTU," kata Koordinator Forum Peduli Masyarakat Biboki Anleu, Yoakim Ulu didampingi Sekretaris Rofinus Uskenat usai menggelar demo di Biboki Anleu kemarin.
Menurut Ulu Besin-- sapaan akrab-- Koordinator Forum Peduli Masyarakat Biboki Anleu, sebagai penguasa di wilayah Kabupaten TTU, Dubes seharus menunjukan teladan dalam berbagai aspek kepada masyarakat TTU.
Rekomendasi sidang paripurna DPRD TTU sebagai forum pengambilan keputusan tertinggi di lembaga legislatif tingkat Kabupaten TTU seharusnya mendapat tempat terhormat di mata Dubes dalam menegakan kebenaran dan keadilan bagi masyarakat TTU.
"Masak DPRD TTU sudah nonaktifkan mereka tapi tidak laksanakan rekomendasi sesuai aturan. Malah balik ancam DPRD TTU untuk tidak bayar gaji mereka kalau tidak ikut sidang. Lebih parah lagi, mereka (Dubes Red) masih buat keputusan-keputusan termasuk SK pelantikan Kepala Desa Nonotbatan hari ini yang tentunya meresahkan masyarakat TTU. Ini logika berpikirnya sudah tidak benar," ujar Yoakim Ulu.
Rekomendasi DPRD TTU menonaktifkan Dubes dari kursi kepemimpinan Pemkab TTU periode 2010-2015 hasil Pemilukada TTU 11 Oktober 2010 lalu menurut Ulu Besin, sangat mendasar dan mempunyai kekuatan hukum yang harus di hormati dan dihargai publik TTU sebagai bentuk ketaatan kepada supremasi hukum.
Selain putusan MA RI nomor 119.K/TUN/2011 tentang kasasi sengketa tata usaha negara Pemilukada TTU yang dimenangkan paket ESA melawan KPU TTU dan Tatib DPRD TTU, juga proses penetapan SK pelantikan paket Dubes selaku Bupati dan Wakil Bupati TTU lima tahun ke depan berawal dari usulan DPRD TTU ke Mendagri melalui Gubernur NTT.
"Rekomendasi DPRD TTU sangat kuat sehingga tidak ada alasan untuk tidak dilaksanakan. Kenapa rekomendasi DPRD seolah-olah diabaikan begitu saja oleh DUbes. Ini yang perlu mendapat reaksi dari masyarakat TTU yang cinta akan kebenaran dan Keadilan," katanya.
Forum Peduli Masyarakat Biboki Anleu kata dia, akan tetap berjuang untuk mendukung rekomendasi sidang paripurna DPRD TTU guna menjamin rasa keadilan masyarakat TTU di mata hukum. Dia menilai wibawah penegakan hukum akan tercoreng bagi masyarakat umum khususnya masyarakat TTU jika putusan MA atas sengketa Pemilukada TTU dan rekomendasi sidang paripurna DPRD TTU tidak terlaksana sebagaimana mestinya.
"Katanya di mata hukum tidak ada yang istimewa, koq kenapa putusan lembaga pengadilan tertinggi dan produk hukum DPRD TTU berupa rekomendasi sidang paripurna tidak berlaku. Kalau kami orang kecil yang tidak punya uang dan kuasa dipaksa untuk menjalankan aturan hukum, masak hukum tidak berlaku untuk para pejabat," protesnya.
http://www.timorexpress.com/index.php?act=news&nid=43948
Senin, 24 Oktober 2011
Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak Menuju MDGs
Oleh: dr.Teda Littik
Penulis warga Kota Kupang di Kelurahan Naikolan
Tujuan Pembangunan Milenium berisikan tujuan kuantitatif yang musti dicapai dalam jangka waktu tertentu, terutama persoalan penanggulangan kemiskinan pada tahun 2015. Tujuan ini dirumuskan dari ‘Deklarasi Milenium’dan Indonesia merupakan salah satu dari 189 negara penandatangan pada September 2000. Delapan Tujuan Pembangunan Milenium juga menjelaskan mengenai tujuan pembangunan manusia, yang secara langsung juga dapat memberikan dampak bagi penanggulangan kemiskinan ekstrim. Masing-masing tujuan MDGs terdiri dari target-target yang memiliki batas pencapaian minimum yang harus dicapai Indonesia pada 2015.
Untuk mencapai tujuan MDG tahun 2015 diperlukan koordinasi, kerjasama serta komitmen dari seluruh pemangku kepentingan, utamanya pemerintah (nasional dan lokal), masyarakat sipil, akademia, media, sektor swasta dan komunitas donor. Bersama-sama, kelompok ini akan memastikan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai tersebar merata di seluruh Indonesia. Oleh karena itu pada tanggal 23 juni 2010 Menteri Kordinator Kesejahteraan Rakyat RI Agung Laksono mencanangkan suatu gerakan yang disebut Gerakan Nasional Kesehatan Ibu dan Anak (GNKIA), sebagai komitmen dari pemerintah daerah Nusa Tenggara Timur maka pada 29 juni 2010 Gubernur NTT Frans Lebu Raya juga meluncurkan gerakan tersebut.
Gerakan nasional KIA sangat diharapkan menjadi suatu gerakan bersama untuk konsolidasi bukan saja antara Pemerintah dan organisasi atau lembaga Non Pemerintah namun juga antar instansi pemerintah agar gerak bersama tersebut dapat mensinergiskan segala upaya dan daya dalam rangka mencapai tujuan pembangunan milenium demi kesejahteraan rakyat.
Data Pencapaian MDG’s Indonesia dan Provinsi NTT
Data SDKI 2007 di skala Nasional Angka Kematian Balita (AKABA) 44/1000 kelahiran hidup (artinya dari 1000 anak balita yang lahir hidup ada 44 yang meninggal dunia sebelum berusia 5 tahun). Angka Kematian bayi (AKB) 34/1000 kelahiran hidup (artinya dari 1000 bayi yang lahir hidup ada 34 bayi meninggal), Angka Kematian Ibu (AKI) masih tetap tinggi 228/100.000 (dari 100.000 ibu melahirkan ada 228 ibu meninggal) ditargetkan pada 2014 turun ke 110/100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas) 2010 bahwa Prevalensi gizi kurang pada anak balita 18 %, Prevalensi gizi buruk 4,9% dan Saat ini angka prevalensi kasus HIV telah berhasil dipertahankan pada kisaran 0,2%. Sedangkan persentase penderita ODHA yang mendapat ARV sudah mencapai 76,8% pada tahun 2010. “Artinya telah melebihi target yang ditetapkan sebesar 70% pada tahun 2010,”
Sementara itu, angka provinsi NTT : AKABA 80/1000 kelahiran hidup, AKB 57/1000 kelahiran hidup, AKI 306/100.000 kelahiran hidup. Prevalensi gizi kurang 24,20%, Prevalensi gizi buruk 9,40%.
Apa artinya angka-angka ini?
Melihat angka-angka tersebut maka Provinsi Nusa Tenggara Timur sesungguhnya masih berada jauh dari target yang harus dicapai. Banyak upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dan organisasi atau lembaga-lembaga non-pemerintah dalam meningkatkan derajad kesehatan ibu, bayi dan anak. Baik dalam hal peningkatan ketrampilan pada tenaga kesehatan, menyediakan sarana dan prasarana, pemberdayaan kader atau masyarakat, maupun penyusunan Peraturan Pemerintah di sektor kesehatan. Hanya saja masih banyak kesulitan yang dihadapi dalam meningkatkan kesehatan ibu dan anak, sehingga angka kematian ibu masih tinggi dan masih ditemukan kematian bayi dan balita dengan angka yang sangat tinggi. Demikian juga angka kejadian gizi kurang dan buruk pada balita. Sementara pemerintah harus menghadapi masalah penyakit menular termasuk peningkatan angka kejadian penularan HIV dan orang dengan AIDS, sedangkan Malaria dan TBC masih menjadi penyakit yang mengancam kematian sebagian besar masyarakat.
Penyebab langsung kematian bayi yang paling sering di NTT adalah infeksi, prematur, berat bayi lahir rendah /BBLR yaitu kurang dari 2500 gram, dan gangguan jalan napas. Sedangkan anak Balita penyebab paling banyak selain yang disebut diatas juga akibat gizi buruk atau busung lapar.
Sedangkan penyebab langsung kematian ibu adalah: Perdarahan saat melahirkan, Infeksi dan Tekanan darah tinggi.
Selain penyebab langsung di atas ada juga penyebab tidak langsung atau non-medis yaitu: Masih rendahnya cakupan pemeriksaan kehamilan yang berkualitas, pertolongan persalinan masih ditolong oleh dukun atau orang lain di luar tenaga profesional, persalinan terjadi di rumah, posisi tawar perempuan untuk mengambil keputusan pro-kesehatan masih lemah, masih banyak fasilitas kesehatan belum memadai, akses masyarakat ke fasilitas kesehatan masih sulit di beberapa daerah, keadilan dan kesetaraan gender masih lemah sehingga ibu hamil tidak bisa mengambil keputusan pada waktu tepat untuk mencari pertolongan atas kondisinya dan faktor kemiskinan menjadi pemicu semakin sulitnya mendapatkan akses pelayanan yang berkualitas. Program Keluarga Berencana belum berhasil.
Melihat begitu banyak penyebabnya maka pendekatan solusi lewat sektor kesehatan saja bukanlah jawaban problem solving. Strategi apa yang sudah dan sedang dilaksanakan oleh pemerintah daerah Kabupaten/Kota dan provinsi? Adakah strategi percepatan yang menjawab tantangan besar ini?
Kalau dilihat data per kabupaten/kota di NTT sangat bervariasi dan berfluktuasi dengan tingkat kesulitan yang berbeda pula. Karena angka Prov. NTT adalah kumulatif dari angka di kabupaten/kota tersebut maka gambaran wajah NTT tahun 2015 nanti sangat ditentukan gambaran wajah dari 21 Kabupaten/Kota. Kordinasi antar daerah juga penting dalam mengaplikasikan peluncuran gerakan KIA oleh gubernur tsb diseluruh pelosok NTT untuk saling membantu dalam banyak aspek seperti pembenahan tata pemerintahan yang baik, pelayanan publik, perencanaan terpadu, peningkatan kapasitas aparat, pengawasan pembangunan, dan pertukaran pengalaman baik antar daerah.
Yang tak kalah pentingnya juga bahwa saling melepaskan “ego sektor” antar instansi pemerintah perlu mendapat perhatian serius sebab praktek seperti itu akan menghambat gerak laju percepatan pembangunan (pelaksanaan strategi apapun itu akan terhambat) dan pelayanan publik tentunya, kalaupun semua pihak sudah berkomitmen untuk membangun kerjasama yang jelas maka janganlah dirusak oleh kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Kalau kita semua sepakat bahwa kesehatan Ibu dan Anak merupakan harga mati sebagai MODAL mencapai kualitas manusia yang unggul maka harusnya segala kepentingan dalam membangun diletakan pada kerangka kerja bersama untuk mencapainya.
Kebijakan memotong/memangkas anggaran SKPD di Setda Provinsi NTT untuk membiayai program Desa Mandiri Anggur Merah (DeMAM) kiranya tidak menjadikan semua aparat mengalami demam secara fisik tetapi harapan agar ini menjadi sulutan api yang menyala dan “membakar” semua aparat sebagai pengabdi masyarakat dimulai dari para penentu arah sampai para pelaksananya dilapangan dapat menjawab ketertinggalan Nusa Tenggara Timur dalam mencapai tujuan pembangunan milenium. Tidak ada pilihan lain selain menyikapi ide baik bapak Gubernur tsb dengan menunjukan pencapaian yang dinantikan masyarakat se-NTT dimana pencapaian itu harus terukur dan transparan.
Rapor Merah provinsi NTT harus disikapi dengan semangat tak henti dengan jujur dan berbesar hati agar intervensi yang dilakukan tepat karena segala sumber daya (manusia dan anggaran) harus dikerahkan seoptimal mungkin, tidak bisa bermain-main lagi dengan laporan “asal bapak senang”. Waktu kita hanya tersisa sekitar 3 tahun lagi menuju 2015 dimana dunia akan menilai apakah pemerintah-pemerintah di Indonesia punya komitmen dan kemauan untuk mensejahterakan rakyatnya? Maka saat ini harusnya segala kebijakan,aturan dan anggaran ditujukan pada pemberantasan gizi kurang dan buruk, menanggulangi kematian ibu dan bayi yang masih tinggi, pemberantasan penyakit-penyakit menular, mengentaskan kemiskinan dan kesempatan kerja sebagai akar dari banyaknya masalah yang ada.
Gerakan Kesehatan Ibu dan anak tidak bisa dipandang dengan “kacamata kuda” yang sempit sehingga melemparkan tanggungjawab pada dinas atau SKPD tertentu tetapi semua instansi, badan dan dinas terkait hendaknya bergandengan tangan, duduk semeja, mencari solusi cepat untuk mengatasi berbagai persoalan diatas. Mengingat faktor penyebabnya multi faktor sehingga memerlukan pemecahan dan intervensi multi pendekatan yang terpadu.
Pertanyaan akhir yang memuncah adalah apakah pencanangan Povinsi NTT sebagai Provinsi Jagung, Provinsi Ternak, Provinsi Cendana dan Provinsi Koperasi dapat menjadi jalan keluar untuk menghapus warna merah pada rapor NTT menjadi hijau seperti daerah lain di Indonesia sebelum tahun 2015?
http://www.timorexpress.com/index.php?act=news&nid=43933
Penulis warga Kota Kupang di Kelurahan Naikolan
Tujuan Pembangunan Milenium berisikan tujuan kuantitatif yang musti dicapai dalam jangka waktu tertentu, terutama persoalan penanggulangan kemiskinan pada tahun 2015. Tujuan ini dirumuskan dari ‘Deklarasi Milenium’dan Indonesia merupakan salah satu dari 189 negara penandatangan pada September 2000. Delapan Tujuan Pembangunan Milenium juga menjelaskan mengenai tujuan pembangunan manusia, yang secara langsung juga dapat memberikan dampak bagi penanggulangan kemiskinan ekstrim. Masing-masing tujuan MDGs terdiri dari target-target yang memiliki batas pencapaian minimum yang harus dicapai Indonesia pada 2015.
Untuk mencapai tujuan MDG tahun 2015 diperlukan koordinasi, kerjasama serta komitmen dari seluruh pemangku kepentingan, utamanya pemerintah (nasional dan lokal), masyarakat sipil, akademia, media, sektor swasta dan komunitas donor. Bersama-sama, kelompok ini akan memastikan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai tersebar merata di seluruh Indonesia. Oleh karena itu pada tanggal 23 juni 2010 Menteri Kordinator Kesejahteraan Rakyat RI Agung Laksono mencanangkan suatu gerakan yang disebut Gerakan Nasional Kesehatan Ibu dan Anak (GNKIA), sebagai komitmen dari pemerintah daerah Nusa Tenggara Timur maka pada 29 juni 2010 Gubernur NTT Frans Lebu Raya juga meluncurkan gerakan tersebut.
Gerakan nasional KIA sangat diharapkan menjadi suatu gerakan bersama untuk konsolidasi bukan saja antara Pemerintah dan organisasi atau lembaga Non Pemerintah namun juga antar instansi pemerintah agar gerak bersama tersebut dapat mensinergiskan segala upaya dan daya dalam rangka mencapai tujuan pembangunan milenium demi kesejahteraan rakyat.
Data Pencapaian MDG’s Indonesia dan Provinsi NTT
Data SDKI 2007 di skala Nasional Angka Kematian Balita (AKABA) 44/1000 kelahiran hidup (artinya dari 1000 anak balita yang lahir hidup ada 44 yang meninggal dunia sebelum berusia 5 tahun). Angka Kematian bayi (AKB) 34/1000 kelahiran hidup (artinya dari 1000 bayi yang lahir hidup ada 34 bayi meninggal), Angka Kematian Ibu (AKI) masih tetap tinggi 228/100.000 (dari 100.000 ibu melahirkan ada 228 ibu meninggal) ditargetkan pada 2014 turun ke 110/100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas) 2010 bahwa Prevalensi gizi kurang pada anak balita 18 %, Prevalensi gizi buruk 4,9% dan Saat ini angka prevalensi kasus HIV telah berhasil dipertahankan pada kisaran 0,2%. Sedangkan persentase penderita ODHA yang mendapat ARV sudah mencapai 76,8% pada tahun 2010. “Artinya telah melebihi target yang ditetapkan sebesar 70% pada tahun 2010,”
Sementara itu, angka provinsi NTT : AKABA 80/1000 kelahiran hidup, AKB 57/1000 kelahiran hidup, AKI 306/100.000 kelahiran hidup. Prevalensi gizi kurang 24,20%, Prevalensi gizi buruk 9,40%.
Apa artinya angka-angka ini?
Melihat angka-angka tersebut maka Provinsi Nusa Tenggara Timur sesungguhnya masih berada jauh dari target yang harus dicapai. Banyak upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dan organisasi atau lembaga-lembaga non-pemerintah dalam meningkatkan derajad kesehatan ibu, bayi dan anak. Baik dalam hal peningkatan ketrampilan pada tenaga kesehatan, menyediakan sarana dan prasarana, pemberdayaan kader atau masyarakat, maupun penyusunan Peraturan Pemerintah di sektor kesehatan. Hanya saja masih banyak kesulitan yang dihadapi dalam meningkatkan kesehatan ibu dan anak, sehingga angka kematian ibu masih tinggi dan masih ditemukan kematian bayi dan balita dengan angka yang sangat tinggi. Demikian juga angka kejadian gizi kurang dan buruk pada balita. Sementara pemerintah harus menghadapi masalah penyakit menular termasuk peningkatan angka kejadian penularan HIV dan orang dengan AIDS, sedangkan Malaria dan TBC masih menjadi penyakit yang mengancam kematian sebagian besar masyarakat.
Penyebab langsung kematian bayi yang paling sering di NTT adalah infeksi, prematur, berat bayi lahir rendah /BBLR yaitu kurang dari 2500 gram, dan gangguan jalan napas. Sedangkan anak Balita penyebab paling banyak selain yang disebut diatas juga akibat gizi buruk atau busung lapar.
Sedangkan penyebab langsung kematian ibu adalah: Perdarahan saat melahirkan, Infeksi dan Tekanan darah tinggi.
Selain penyebab langsung di atas ada juga penyebab tidak langsung atau non-medis yaitu: Masih rendahnya cakupan pemeriksaan kehamilan yang berkualitas, pertolongan persalinan masih ditolong oleh dukun atau orang lain di luar tenaga profesional, persalinan terjadi di rumah, posisi tawar perempuan untuk mengambil keputusan pro-kesehatan masih lemah, masih banyak fasilitas kesehatan belum memadai, akses masyarakat ke fasilitas kesehatan masih sulit di beberapa daerah, keadilan dan kesetaraan gender masih lemah sehingga ibu hamil tidak bisa mengambil keputusan pada waktu tepat untuk mencari pertolongan atas kondisinya dan faktor kemiskinan menjadi pemicu semakin sulitnya mendapatkan akses pelayanan yang berkualitas. Program Keluarga Berencana belum berhasil.
Melihat begitu banyak penyebabnya maka pendekatan solusi lewat sektor kesehatan saja bukanlah jawaban problem solving. Strategi apa yang sudah dan sedang dilaksanakan oleh pemerintah daerah Kabupaten/Kota dan provinsi? Adakah strategi percepatan yang menjawab tantangan besar ini?
Kalau dilihat data per kabupaten/kota di NTT sangat bervariasi dan berfluktuasi dengan tingkat kesulitan yang berbeda pula. Karena angka Prov. NTT adalah kumulatif dari angka di kabupaten/kota tersebut maka gambaran wajah NTT tahun 2015 nanti sangat ditentukan gambaran wajah dari 21 Kabupaten/Kota. Kordinasi antar daerah juga penting dalam mengaplikasikan peluncuran gerakan KIA oleh gubernur tsb diseluruh pelosok NTT untuk saling membantu dalam banyak aspek seperti pembenahan tata pemerintahan yang baik, pelayanan publik, perencanaan terpadu, peningkatan kapasitas aparat, pengawasan pembangunan, dan pertukaran pengalaman baik antar daerah.
Yang tak kalah pentingnya juga bahwa saling melepaskan “ego sektor” antar instansi pemerintah perlu mendapat perhatian serius sebab praktek seperti itu akan menghambat gerak laju percepatan pembangunan (pelaksanaan strategi apapun itu akan terhambat) dan pelayanan publik tentunya, kalaupun semua pihak sudah berkomitmen untuk membangun kerjasama yang jelas maka janganlah dirusak oleh kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Kalau kita semua sepakat bahwa kesehatan Ibu dan Anak merupakan harga mati sebagai MODAL mencapai kualitas manusia yang unggul maka harusnya segala kepentingan dalam membangun diletakan pada kerangka kerja bersama untuk mencapainya.
Kebijakan memotong/memangkas anggaran SKPD di Setda Provinsi NTT untuk membiayai program Desa Mandiri Anggur Merah (DeMAM) kiranya tidak menjadikan semua aparat mengalami demam secara fisik tetapi harapan agar ini menjadi sulutan api yang menyala dan “membakar” semua aparat sebagai pengabdi masyarakat dimulai dari para penentu arah sampai para pelaksananya dilapangan dapat menjawab ketertinggalan Nusa Tenggara Timur dalam mencapai tujuan pembangunan milenium. Tidak ada pilihan lain selain menyikapi ide baik bapak Gubernur tsb dengan menunjukan pencapaian yang dinantikan masyarakat se-NTT dimana pencapaian itu harus terukur dan transparan.
Rapor Merah provinsi NTT harus disikapi dengan semangat tak henti dengan jujur dan berbesar hati agar intervensi yang dilakukan tepat karena segala sumber daya (manusia dan anggaran) harus dikerahkan seoptimal mungkin, tidak bisa bermain-main lagi dengan laporan “asal bapak senang”. Waktu kita hanya tersisa sekitar 3 tahun lagi menuju 2015 dimana dunia akan menilai apakah pemerintah-pemerintah di Indonesia punya komitmen dan kemauan untuk mensejahterakan rakyatnya? Maka saat ini harusnya segala kebijakan,aturan dan anggaran ditujukan pada pemberantasan gizi kurang dan buruk, menanggulangi kematian ibu dan bayi yang masih tinggi, pemberantasan penyakit-penyakit menular, mengentaskan kemiskinan dan kesempatan kerja sebagai akar dari banyaknya masalah yang ada.
Gerakan Kesehatan Ibu dan anak tidak bisa dipandang dengan “kacamata kuda” yang sempit sehingga melemparkan tanggungjawab pada dinas atau SKPD tertentu tetapi semua instansi, badan dan dinas terkait hendaknya bergandengan tangan, duduk semeja, mencari solusi cepat untuk mengatasi berbagai persoalan diatas. Mengingat faktor penyebabnya multi faktor sehingga memerlukan pemecahan dan intervensi multi pendekatan yang terpadu.
Pertanyaan akhir yang memuncah adalah apakah pencanangan Povinsi NTT sebagai Provinsi Jagung, Provinsi Ternak, Provinsi Cendana dan Provinsi Koperasi dapat menjadi jalan keluar untuk menghapus warna merah pada rapor NTT menjadi hijau seperti daerah lain di Indonesia sebelum tahun 2015?
http://www.timorexpress.com/index.php?act=news&nid=43933
Langganan:
Postingan (Atom)