Senin, 21 Desember 2009

Herodes vs Yesus Menuju Pilkada 2010

“Politik bukan alat untuk mendapatkan kekuasaan melainkan etika untuk melayani”
(Johanes Leimena)
Di bulan Desember ini terdengar kidung-kidung Natal menggema di mana-mana. Petasan acap menyeramakan setiap hari dengan desingan dan dentuman. Pernak-pernik Natal di pedagang kaki lima sampai supermarket-supermarket pun laris manis. Suasana ini merupakan corak Natal yang kita jumpai tahun. Natal yang kita rayakan di tahun 2009 ini semakin semarak karena berbarengan dengan tapakan-tapakan dini menuju Pilkada 2010 di delapan kabupaten di NTT yaitu Flores Timur, Ngada, Manggarai Barat, Manggarai, Sumba Timur, Sumba Barat, Timor Tengah Utara dan Sabu Raijua. Seperti yang kita ketahui, di kabupaten-kabupaten tersebut sudah tampak denyutan-denyutan politik menuju Pilkada 2010. Beberapa tokoh masyarakat, politisi dan pejabat pemerintah mulai mengungkapkan tekadnnya untuk bertarung menjadi pemimpin. Ada yang sibuk mencari pasangan yang ideal sebagai pendamping, ada juga yang sibuk menawarkan diri sebagai pendamping dalam pertarungan pada Pilkada 2010. Di beberapa daerah bahkan para calon Bupati sudah melamar ke partai yang dipilihnya sebagai kendaraan politik.
Mengawali hajatan-hajatan politik yang klimaksnya pada sepanjang 2010, kita sebagai keluarga Flobamora, simpatisan kandidat pemimpin, pengurus partai, tim sukses dan bakal-bakal pemimpin, hendaknya bercermin dan terus bercermin dengan peristiwa Natal ini. Dalam Natal ini ada dua hal yang perlu dicopot sebagai pelajaran ketika mengawali, menjalani dan mengakhiri Pilkada 2010 yaitu kedatangan seorang pemimpin (Yesus) yang membawa pembebasan bagi dunia dan kegusaran seorang pemimpin (Herodes) mengahadapi “rivalnya”.
Kelahiran Yesus sudah dinubuatkan oleh para nabi sebelumnya. Nubuatan para nabi itu tentang kebangkitan seorang yang akan memimpin Israel (Kitab Mikha pasal 5 ayat 1), kelahiran seorang anak yang disebut sebagai Raja Damai dan kekuasaannya tidak akan berkesudahan (Kitab Yesaya pasal 9) dan kedatangan raja yang adil, jaya, membawa damai dan wilayah kekuasaannya dari ujung bumi sampai ujung bumi (Kitab Zakharia pasal 9). Kehadiran Yesus membawa sebuah harapan bagi bangsa Israel pada waktu itu yang berada dalam himpitan-himpitan kesulitan hidup. Catatan pelayanan Yesus dalam Injil-Injil menjadi bukti di mana Yesus memberikan harapan yang besar bagi bangsa Israel dan semua umat manusia. Orang-orang miskin dibela Yesus, orang sakit disembuhkan dan orang lemah dikuatkan. Selain memberikan pelayanan yang praktis, Yesus juga menaburkan ajaran-ajaran kasih dengan penuh kebijaksanaan bagi banyak orang dan mendobrak tradisi yang keliru. Akhir dari pelayanan Yesus di dunia yaitu penebusan dosa manusia melalui pengorbanan-Nya di atas salib.
Kelahiran Yesus sebagai Raja dengan kekuasaan wilayah kekuasaan yang tidak terbatas rupaya menyebabkan sebuah kekagetan bagi Herodes yang sedang berkuasa pada waktu itu (Injil Matius pasal 2 ayat 3). Kekagetan itu meningkat menjadi sebuah kekuatiran ketika mengetahui bahwa Yesus yang lahir merupakan jawaban atas nubuatan para nabi. Hal ini terlihat dari dikumpulkannya para imam kepala dan ahli Taurat oleh Herodes untuk dimintai keterangan terkait kelahiran Yesus, permohonan kepada para orang majus untuk menginformasikan keberadaan Yesus serta pembantaian anak-anak di Betlehem (Injil Matius pasal 2). Herodes pasti berpikir bahwa Yesus akan mengkudetanya dari kursi raja hingga Herodes kehilangan jabatan dan wilayah kekuasaan. Apa yang Herodes lakukan merupakan sebuah upaya memproteksi kekuasaannya atau posisinya dengan kekerasan.
Dua tokoh dalam Natal ini—Yesus dan Herodes dengan karakter dan tindakan mereka kiranya menjadi referensi berarti dalam Pilkada 2010 yang sudah bergema. Sama halnya dengan visi dan misi Yesus, para calon kepala daerah sering mengoar-ngoarkan keberpihakan pada rakyat dan bertekat membangun daerahnya. Progam-program kerja yang ditawarkan sangatlah heroik membela rakyat kecil misalnya pembebasan biaya sekolah bagi siswa dari keluarga miskin. Apakah itu adalah sebuah tekad yang tulus ataukah hanya retorika belaka untuk meluluhkan hati rakyat dan mendapat suara sebanyak-banyaknya? Perlu dicatat oleh para calon-calon pemimpin di delapan kabupaten bahwa masyarakat setempat membutuhkan seorang pemimpin seperti Yesus yang memberikan harapan dan memberikan pembebasan. Mereka yang mencuatkan diri sebagai calon pemimpin hendaknya bisa membebaskan masyarakat dari kebodohan dan pembodohan, kemiskinan dan pemiskinan, ketertinggalan, dan selaksa masalah yang kian mencekik batang leher.
Ketika memiliki niat mulia untuk membangun masyarakat dan daerah, siapa pun yang menjadi calon pemimpin dalam Pilkada 2010 hendaknya mewaspadai para ‘Herodes’ generasi baru. ‘Herodes’ dimaksud adalah calon bupati atau calon wakil bupati yang kuatir bahkan takut dengan kemunculan kandidat yang lain. Kekuatiran dan ketakutan itu menyangkut peluang yang akan diraih semakin kecil. Misalnya, ada dua kandidat bupati yang melamar sebuah partai untuk mengusungnya dalam Pilkada, pasti hanya satu yang diterima dan yang satunya akan merasa ‘terancam’. Dalam kondisi demikian, saling menjegal di antara kandidat bukanlah kemustahilan. Pada pelaksanaan Pilkada, saling menjegal, mencari-cari kesalahan lawan politik, kampanye hitam dan tindakan anarkis lainnya yang tidak mencerminkan kedewasaan berdemokrasi sering terjadi. Hal ini sudah kita saksikan pada berbagai pesta demokrasi di seluruh penjuru tanah air dan bisa saja terulang pada berbagai Pilkada di NTT pada tahun depan. Salah satu penyebabnya sama seperti apa yang dialami Herodes yaitu kuatir dan takut jika lawannya akan lebih banyak mendapat dukungan sehingga keberadaannya terancam, peluangnya untuk sukses dalam Pilkada hanya sedikit hingga akhirnya tidak berhasil mendapat jabatan sebagai bupati atau wakil bupati.
Pada penyelengaraan Pilkada 2010 yang sekarang sudah mulai bergelora, pasti ada figur yang berniat membawa perubahan dan pembebasan bagi masyarakat dan daerah. Semoga saja itu adalah sebuah ketulusan yang akan nyata dan dirasakan oleh kita semua. Kemunculan pihak lain dalam pertarungan di Pilkada hendaknya tidak dipandang sebagai penghambat meraih jabatan dan kekuasaan melainkan kompetitor yang mengobarkan kematangan berdemokrasi untuk muwujudkan pelayanan kepada masyarakat merata material dan spiritual. Kiranya Natal menjadi terang bagi tapakan-tapakan awal menuju Pilkada 2010. Syalom!

Tiga Buah Mangga

(Refleksi Tentang Pembentukan Kabupaten Mollo, Amanatun dan Amanuban)


Bagai benih yang dicurahi hujan, pemekaran daerah di berbagai penjuru tanah air semakin marak apalagi setelah terbitnya UU No 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sejarah mencatat, hingga Desember 2008 saja sudah terbentuk 215 daerah otonomi baru yang terdiri dari 7 propinsi, 173 kabupaten, dan 35 kota di negeri tercinta ini (http://id.wikipedia.org/). Di NTT, sejak 1996 sampai 2009 terdapat 9 daerah pemekaran yaitu Kota Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Lembata, Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Nagekeo, Kabupaten Sumba Tengah, Kabupaten Sumba Barat Daya, Kabupaten Manggarai Timur, dan Kabupaten Sabu Raijua. Jumlah pemekaran daerah pasti akan terus bertambah seturut dengan bergulirnya waktu dan adanya berbagai upaya pemekaran daerah yang katanya karena aspirasi masyarakat. Upaya pemekaran daerah (kabupaten) di NTT misalnya upaya pemekaran Kabupaten Malaka dari Kabupaten Belu dan Kabupaten Andonara dari Kabupaten Flores Timur.
Selain pemekaran daerah di atas, pemekaran daerah yang cukup fantastis yakni pemekaran Mollo, Amanatun dan Amanuban di Kabupaten TTS, baik yang sedang diperjuangkan maupun yang diwacanakan. Sejak beberapa bulan terakhir ini, tim pembentukan Kabupaten Mollo terus berupaya keras bekerja tahap demi tahap demi mewujudkan apa yang diimpikan. Wacana pembentukan Kabupaten Mollo ini sudah berhembus sejak beberapa tahun lalu namun baru kembali mencuat belakangan ini. Sementara itu, beberapa pihak terkait di Amanatun dan Amanuban juga berusaha memandirikan kedua daerah tersebut. Hal ini ditandai dengan pengukuhan dan pendeklarasian panitia pembentukan serta pernyataan sikap pihak terkait di tiga daerah itu.
Melalui pemekaran Mollo, Amanatun dan Amanuban menjadi daerah yang otonom, pelayanan kepada masyarakat setempat tentu akan lebih dekat dan terjangkau serta pengelolaan potensi Sumber Daya Alam (SDM) dapat dilakukan sendiri hingga meningkatkan pendapatan daerah. Di samping itu, akan ada penyerapan tenaga kerja di daerah otonom baru yang membantu menekan angka pengangguran. Agar tercapainya tujuan mulia dari pemekaran ketiga daerah ini maka syarat teknis (kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah), syarat fisik (cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan) dan syarat lainnya sebagaimana diamanatkan dalam PP RI Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Pengahapusan dan Penggabungan Daerah, perlu menjadi acuan refleksi terhadap apa yang dimiliki ketiga daerah ini agar tidak ada penyesalan di masa-masa yang akan datang.
Satu hal yang harus direfleksikan jua adalah tujuan pemekaran daerah Mollo, Amanatun dan Amanuban menjadi kabupaten. Apa tujuan pemekaran tiga daerah tersebut? Secara heroik, tentu ada jawaban bahwa pemekaran daerah itu demi meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, menyejahterakan masyarakat dan berbagai alasan lainnya. Jika tujuan pemekaran daerah seperti itu, tidak ada apa-apa namun sangat berbahaya jika pemekaran daerah itu untuk menyediakan jabatan bagi elit pollitik tertentu. Kita tahu bahwa ketika suatu daerah dimekarkan menjadi sebuah kabupaten, di sana tersedia jabatan-jabatan menggiurkan seperti Bupati, Kepala Dinas, Anggota Dewan dan sebagainya. Selain tujuan politis dan kepentingan lainnya, pemekaran daerah juga bisa diinfeksi tujuan untuk membuka lahan korupsi bagi para koruptor. Menurut penelitian Lembaga Percik yang bekerjasama dengan Democratic Reform Suport Program (DRSP), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang cukup besar sebagai dana perimbangan pemerintah pusat dan daerah juga merupakan perangsang bagi pihak-pihak tertentu untuk menuntut pemekaran daerah (http://percik.or.id/). Jika jabatan, kekuasaan dan uang yang menjadi tujuan pemekaran daerah, niscaya tidak hanya daerah yang dimekarkan namun kemiskinan, koruptor, dan berbagai masalah lainnya ikut dimekarkan.
Jika sudah melakukan refleksi terkait pemekaran tiga daerah ini, apakah daerah Mollo, Amanatun dan Amanuban yang akan diotonomikan dapat memenuhi syarat fisik dan syarat teknis? Apakah pemekaran ketiga daerah ini terkait dengan kepentingan elit politik untuk berkuasa serta ketertarikan oknum-oknum tertentu pada DAK dan DAU? Pertanyaan-pertanyaan ini hendaknya direfleksikan berkali-kali demi terwujudnya daerah yang benar-benar otonom dan bersih dari kepentingan-kepentingan pribadi atau golongan. Seperti yang dikatakan Sius Ottu dalam lagunya, Upun klu min oni, mofut kais maiti. Maitit kaisa msal. Msalat kaisa’ meku. Meku kaisam olo. Olot mas mahai le’uf (Mangga muda yang manis. Kalau jatuh, jangan diambil. Kalau diambil, jangan dikupas. Kalau dikupas, jangan dimakan. Kalau dimakan rasanya asam). Dalam konteks pemekaran tiga daerah di TTS, lirik lagu dalam bahasa Dawan itu mengisyaratkan agar ketika ada ide pemekaran daerah, berbagai hal termasuk tujuan dan syarat yang harus dipenuhi untuk pemekaran suatu daerah perlu dipertimbangkan. Jika diibaratkan, daerah Mollo, Amanatun dan Amanuban yang akan dimekarkan adalah tiga buah mangga. Sebelum memakannya (memekarkannya) harus dilihat apakah mangga itu sudah masak atau masih muda. Kalau masih muda janganlah dimakan karena rasanya asam dan akan menyembelitkan perut. Semoga tiga daerah di TTS yang akan dimekarkan tidak seperti mangga muda yang menyembelitkan perut.

Harga(ilah) Diri NTT

(Sebuah Refleksi Dalam 51 Tahun Lepasnya NTT Dari Sunda Kecil )

Waktu yang terus bergulir telah mengantarkan kita di penghujung tahun 2009. Di bulan Desember ini, ada begitu banyak peristiwa yang patut dikenang, dirayakan, direfleksikan dan dijadikan sebagai inspirator kehidupan. Salah satu dari sekian banyak peristiwa tersebut adalah mekarnya NTT dari Sunda Kecil.
Setengah abad lebih yang lalu, NTT adalah bagian dari Provinsi Sunda Kecil yang terbentuk pada Agustus 1950. Sunda Kecil kemudian dimekarkan menjadi tiga provinsi yaitu Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, seiring dengan terbitnya UU No. 64 Tahun 1958 pada 20 Desember 1958. Sejak saat itu, tiap daerah dituntut kemandiriannya dalam menggumuli berbagai gelora hidup yang membara di bumi pertiwi ini.
Dalam kemandirian tersebut, ketiga provinsi ini khususnya NTT sudah banyak menorehkan kesuksesan dalam berbagai bidang. Kendati demikian, tidak dipungkiri bahwa masih ada selaksa masalah yang menjadi batu sandungan.
Pada pengumanan hasil kelulusan beberapa bulan lalu, 12.847 siswa pada jenjang SMA dan SMK tidak lulus serta tujuh sekolah 0%. Pada jenjang SMP, 18.551 siswa tidak lulus dan 10 sekolah 0%. Di NTT juga terdapat 36.533 anak usia 13-15 tahun tidak bersekolah karena alasan ekonomi, akses ke sekolah dan sosial budaya (Antara/FINROLL News, 26 Agustus 2009). Sementara itu, di NTT terdapat 73% penganggur dari 4,6 juta jiwa. Ironisnya, angka pengangguran ini banyak didominasi oleh para sarjana (Kompas,22 Agustus 2009). Selain masalah di atas, aktifitas penambangan liar oleh masyarakat, khususnya di daratan Timor kian marak akhir-akhir ini hingga memakan korban jiwa. Begitu pula dengan pengiriman TKI secara illegal dari NTT ke Malaysia. TKI selalu diperas, disiksa dan diperdagangkan namun TKI masih terus mengalir dari NTT ke Malaysia. Masalah yang tak kalah kejamnya yaitu gizi buruk yang diderita 100.000 balita di NTT dan terus memakan korban jiwa (Kompas, 22 Agustus 20009), kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang selalu terjadi, kemiskinan yang mencapai 23,31% dari 4,6 juta jiwa hingga awal 2009 (http://www.nttprov.go.id/), kasus korupsi oleh para pejabat pemerintah di NTT, sikap konsumtif dan kebarat-baratan serta pengrusakan lingkungan. Beberapa masalah di atas hanyalah sebagian kecil dari sekian banyak khasanah masalah yang kita miliki. Masalah yang kita miliki ini kemudian disempurnakan dengan label daerah tertinggal untuk NTT. Jika dilihat dari jumlah kabupaten/kota tertinggal, secara nasional, NTT berada di puncak klasemen daerah tertinggal dengan mengoleksi 15 kabupaten tertinggal (Kursor, 11 Desember 2009).
Entah disadari atau tidak, segudang masalah tersebut mengindikasikan kemerosotan harga diri NTT, apalagi kita sampai mendapat gelar sebagai daerah tertinggal bahkan nama NTT diplesetkan seenaknya. Penghakiman ataupun plesetan terhadap NTT menunjukan tidak adanya penghormatan kepada NTT. Bagaimana kita akan dihormati jika kita sendiri tidak menghormati diri dengan cara terhormat? Perlu dicamkan bahwa harga diri merupakan proses intrinsik di mana orang sadar untuk menghormati dirinya dengan cara terhormat sehingga secara alamiah mendapat penghormatan dari orang lain (http://e-psikologi.com). Hal ini berarti bahwa merosot atau menanjak, ada atau tidak adanya harga diri kita tergantung dari bagaimana kita menghormati diri sendiri.
Memang benar jika harga diri kita merosot bahkan tidak ada karena kita sendiri yang tidak menghargai diri sendiri. Sebagai contoh, mutu pendidikan kita dinilai belumlah bagus karena sebagai siswa tidak belajar belajar dengan tekun untuk berhasil dalam ujian, sebagai guru tidak mengajar dengan maksimal dan sebagai pihak yang berwenang belum mengelola pendidikan dengan baik. Jika seorang siswa malas belajar, seorang guru mengajar asal-asalan dan pihak terkait yang berwenang dalam dunia pendidikan belum mengatur pendidikan dengan baik, berarti mereka tidak memiliki harga diri. Hal ini juga terjadi dalam masalah lainnya yang telah dipaparkan sebelumnya. Kita disebut pengangguran berijazah karena setelah mendapat gelar sarjana berharap menjadi PNS dan tidak mau menciptakan lapangan kerja sendiri. Kita sering menambang mangan secara liar dan sering menjadi TKI illegal karena tidak memiliki skill dan pengetahuan yang cukup untuk mencari nafkah serta selalu keras kepala ketika diatur. Kita sering melakukan tindakan amoral karena kita sendiri tidak memiliki watak dan moral yang baik.
Tindakan lain dari kita yang menunjukan tidak adanya penghormatan terhadap diri kita yaitu sikap konsumtif dan kebarat-baratan. Seperti yang disaksikan dan dilakukan sekarang ini, misalnya kita sudah memiliki telepon genggam yang sederhana namun ketika ada telepon genggam dengan fitur yang canggih kita ingin memilikinya. Setelah itu, ada telepon genggam yang lebih canggih lagi dan kita ingin memilikinya tanpa mempertimbangkan asas manfaatnya. Sikap kebarat-baratan seperti meniru gaya hidup, gaya barpakaian dan cara berdandan orang barat tanpa melalui sebuah filtrasi. Lihat saja, akhir-akhir ini kita di NTT selalu menjumpai orang berpakaian serba mini dan nyaris telanjang. Rambut di kepala yang berwarna keriting dan hitam direbonding lalu di-bule-kan. Makanan siap saji lebih disukai dari pada massakan sendiri di rumah. Tarian gong pada peste-pesta sudah diganti dengan dansa. Ini berarti kita tidak memiliki harga diri lagi karena tidak menghormati apa yang kita miliki.
Harga diri ini merupakan sebuah kebutuhan yang utama setiap manusia sebagaimana yang dikatakan Maslow dalam teori hierarki kebutuhan. Jika harga diri adalah sebuah kebutuhan, apakah kita sebagai anak-anak Flobamora sudah berusaha dan akan terus berusaha untuk mendapatkan harga diri kita ataukah justru terus melecehkannya? Dalam setumpuk momentum di akhir tahun ini, khususnya 51 tahun terpisahnya NTT dari Sunda Kecil pada 20 Desember, marilah kita menghargai atau menghormati diri kita sebagai warga dan pemerintah di Flobamora tercinta ini sehingga kita memiliki harga diri. Melakukan suatu perkara kecil secara terhormat demi kehormatan diri berarti kita telah memberikan sebuah kehormatan besar pada daerah kita ini.
Harga diri tergantung dari apa yang timbul dalam sepasang otak, dikerjakan oleh sepasang tangan dan dijejaki oleh sepasang kaki kita lalu disaksikan sepasang mata dan dinilai sepasang bibir orang lain. Hargailah diri kita maka kita pasti memiliki harga diri.

Dialog Itu Indah

Oleh: Gusti Hingmane.
Mahasiswa Undana


Banyak kalangan pesimis bahwa dialog tidak akan mencapai titik temu apabila ide bersebrangan, apalagi berdialog tentang agama yang menghadirkan berbagai agama hal ini bisa-bisa malah menimbulkan perpecahan yang lebih berat lagi. Bahkan mereka masih pesimis masalah intern agama saja belum terselesaikan apalagi memikirkan dialog antar agama? Yang mungkin secara otomatis akan membentur definisi agama yang sebenarnya melekat pada agama itu sendiri (no war), bahkan bisa-bisa meluluhlantakan kesatuan suatu negara seperti Indonesai yang sangat kaya dengan keragamannya.
Berangkat dari realitas keragaman agama (termasuk juga budaya, dan bahasa) yang ada di dunia, menuntut orang harus berdialog sebagai solusi agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial. Hal tersebut diyakini selalu tumbuh dan memberikan makna hidup serta kontribusi bagi pembangunan peradaban dunia. Apalagi sekarang bermunculan tokoh-tokoh besar yang aktif memberikan arahan menghadapi masa depan dunia. Menurut mereka, dunia selalu menyimpan potensi konflik dan tragedi yang mengerikan. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan Hans Kung bahwa tiada koeksistensi manusia tanpa ada etika bersama antarnegara.
Tidak ada perdamaian di antarbangsa tanpa ada kedamaian antaragama. Tidak ada perdamain antaragama tanpa adanya dialog antaragama. Dari pernyataan ini dapat ditarik benang merah bahwa dialog dari berbagai kalangan khususnya antaragama harus disambut baik dan segerah diwujudkan karena urgensinya jelas, yakni untuk menciptakan hubungan antar sesama manusia, khususnya umat beragama agar lebih harmonis di dunia ini. Semua agama sebetulnya menginginkan hal yang sama: perdamaian, keadilan, persaudaraan, persamaan derajat, pemuliaan martabat manusia, kemerdekaan, dan sebagainya.
Dialog harus mesti sudah beranjak agar bisa menciptakan suasana”saling berbagi” apalagi agama. Dengan kata lain, diperlukan keterbukaan dan kesediaan mendengar ajaran agama lain, sehingga dapat memperkaya dan memperdalam penghayatan agama sendiri. Namun terdapat beberapa kendala yang menghambat dialog antaragama yang perlu tanggapi secara serius oleh aktivis dialog demi terlaksananya tujuan yang diidealkan, kandala-kandala tersebut seperti yang disodorkan oleh Kompas, 05-08-2000. hal: 4, yakni: pertama, adalah bahwa wacana mengenai dialog hampir secara merata berlangsung di tingkat elite terpelajar, sehingga lapisan awam yang lebih besar jumlahnya tidak mendapatkan akses yang cukup kepada wacana itu. Kedua, adalah bahwa sebagian besar aktivis yang terlibat dalam kegiatan dialog antaragama kurang begitu "agresif" memperjuangkan isu ini. Dibanding dengan sejumlah aktivis lain yang berjuang untuk isu HAM, lingkungan, perempuan, pendidikan sipil (civil education), dan lain-lain. Para aktivis dialog antaragama kurang agresif dalam mengampanyekan isu tersebut. Ketiga, adalah kenyataan bahwa sosialisasi ajaran agama di tingkat akar rumput lebih banyak dikuasai oleh para juru dakwah yang kurang paham atau menyadari pentingnya isu dialog antaragama.
Jalur distribusi ajaran agama di tingkat "eceran" lebih banyak dikuasai oleh jaringan dakwah dan misi yang mempunyai pandangan agama yang konservatif. Sementara kaum terdidik yang seringkali terlibat dalam wacana dialog antaragama tidak mempunyai basis sosial yang cukup untuk membangun semacam jaringan distribusi ajaran agama alternatif yang menandingi jalur "eceran" yang sudah begitu mengakar itu.
Keempat, adalah kurangnya sarana-sarana kelembagaan yang menunjang dialog. Ini adalah kelemahan serius yang saya kira tidak bisa dibiarkan terus berlanjut. Karena dialog lebih banyak dibangun melalui seremoni dan tindakan-tindakan intelektual yang bersifat diskursif, maka dialog itu sulit menjangkau ke masyarakat bawah. Saya kira sulit suatu dialog menjadi wacana yang menjangkau masyarakat luas jika "infrastruktur dialog" tidak tersedia. Infrastruktur pokok yang harus tersedia adalah yang berkenaan dengan penyelesaian suatu konflik. Kelima, adanya sejumlah prasangka tertentu yang berkembang di antara sejumlah aktivis yang selama ini bekerja untuk dialog antaragama. Maksud saya adalah, bahwa orang-orang yang mengaku "pluralis" (yakni orang yang setuju dengan adanya dialog antaragama) kadang-kadang juga mempunyai prasangka buruk mengenai kelompok-kelompok konservatif, sehingga dialog antara mereka sulit berlangsung. Hal yang sebaliknya juga terjadi.
masing-masing kelompok menganggap bahwa kelompok lain menganut suatu pemahaman agama yang "sesat" dan "tidak tepat", sehingga tidak layak untuk diajak berbicara. Keenam, adanya pluralisme tidak saja terjadi dalam konteks antaragama, tetapi juga dalam agama yang sama juga terjadi perbedaan-perbedaan yang tajam. Seringkali, pertikaian dalam agama yang sama ini menjadi kendala dalam membangun dialog antaragama. Oleh karena itu, dialog antargolongan dalam agama yang sama tak kalau pentingnya dengan dialog antaragama. Dengan kata lain, dialog internal akan menjadi sarana yang memudahkan dialog eksternal, dan bukan sebaliknya. Kadang-kadang dialog antara golongan dalam agama yang sama jauh lebih sulit dan menyakitkan ketimbang dialog dengan kelompok di luar agama sendiri.
Hal yang terpenting sebelum melakukan dialog antaragama adalah pelakunya harus bisa menemukan dulu satu kesamaan yang jelas dan diakui semua agama. Sedangkan kesamaan yang telah ada adalah pengakuan dari semua agama yang mengajarkan tentang mengabdi kepada Tuhan Sang Pencipta dan Pemilik kehidupan jagad raya. Paradigma inilah yang seharusnya menjadi pijakan bersama untuk melakukan dialog teologis dan sebuah kerjasama kemanusiaan karena teologi adalah wilayah persoalan Tuhan, sehingga tentunya teologia tetap bisa disampaikan dengan dialog. Demikian juga, perbedaan di bidang sosial kemasyarakatan dan politik antar kelompok umat beragama lebih muda dijelaskan dan ditentukan kesepakatan karena didalamnya terdapat perbedaan prinsip umat yang sifatnya universal, yang melampaui batas-batas agama. Tetapi persoalan yang selalu saja krusial menyangkut teologi dan dogma yang berpusat pada konsep keselamatan sulit mendapat titi temu. Akibatnya perdebatan teologi sering di atasi dengan cara pandang lain yaitu memasuki polemik antar umat di seputar pewahyuan dan alkitab masing-masing ( Noorsena, 2001: 157).
Oleh karena itu, dalam berdialog antaragama perlu didepankan soal motivasi, karena motivasi adalah daya batin yang mendasari tindakan seseorang mengapa ia harus hidup rukun dengan sesama manusia lebih-lebih dengan tidak seagama. Jika syarat tersebut telah dipenuhi maka jalan menuju dialog antaragama mulai ada titik terang. Di samping itu pula mentalitas kita sendiri juga harus mendukung ke arah itu.
Dan lebih penting lagi dialog harus ditradisikan lebih dahulu ditingkat lingkungan internal umat beragama sendiri agar lebih terbuka dan cerdas. Semestinya iman bisa dijadikan aset bagi upaya bersama membangun masa depan bangsa. Namun, jika saat yang ada itu tidak menimbulkan sinergi, tetapi anergi, maka pantasalah kita mempertanyakan adakah kita yang salah atau pluralisme agama itu memang sulit dipertemukan. Kalau benar itu sulit, berarti agama merupakan urusan pribadi yang tidak dapat dilibatkan dalam kehidupan modern yang ditandai dengan pluralisme dan demokrasi, begitukah? (**)

Sabtu, 14 November 2009

Dua Pingsan, Satu Babak Belur
Mahasiswa Undana Tawuran
KUPANG, Timex- Kamis (12/11) kemarin kampus Univeritas Nusa Cendana (Undana) Kupang bergolak. Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknik (FST) menyerang mahasiswa Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP).
Akibatnya, seorang mahasiswa FKIP yang belum diketahui identitasnya babak belur dan mendapatkan perawatan. Sementara dua mahasiswi lainnya dikabarkan pingsan saat terjadi aksi penyerangan tersebut.

Informasi yang berhasil dihimpun Timor Express, siang kemarin di kampus FKIP Undana, menyebutkan aksi tawuran terjadi saat puluhan mahasiswa FST datang menggunakan sepeda motor dan langsung mengeroyok membabi buta beberapa mahasiswa FKIP yang saat itu sedang duduk di halaman.

Tidak terima dengan perlakuan mahasiswa FST tersebut, mahasiswa FKIP pun balik menyerang. Namun, serangan balik yang dilakukan itu setelah mahasiswa FST kabur dengan sepeda motor. "Mahasiswa FKIP baru bereaksi ketika mahasiwa FST sudah kabur," kata saksi mata yang enggan untuk dikorankan namanya tersebut.

Sementara itu, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKIP Undana, Decky Fanggidae yang ditemui wartawan, usai aksi tawuran tersebut, mengatakan sampai saat ini pihak BEM belum mengetahui secara pasti modus dan pemicu aksi tersebut.

Pembantu Rektor III Undana Kupang, Dr. Os Eoh, SH., MS, kepada Timor Express, mengatakan pihak rektorat Undana akan segera mencari tahu pemicu serta para pelaku aksi tersebut. Os Eoh mengaku saat kejadian kemarin belum mengetahui kalau ada yang menjadi korban dari aksi tawuran tersebut.

Sementara itu, Kapolsekta Kelapa Lima, IPTU Haryo Basuki yang ditemui di TKP, mengatakan pihaknya saat ini masih melakukan penyelidikan terkait kasus tawuran tersebut. "Kami masih lidik dan sampai saat ini belum tahu pelakunya," ungkap Haryo. (mg-7)
DIKUTIP DARI TIMOR EXPRESS EDISI 14 NOVEMBER 2009

MENANTI PAHLAWAN KESEHATAN DI GERBANG UNDANA

Menjalani kehidupan yang berliku-liku di Flobamora ini, kita semua pasti pernah menderita sakit, baik karena celaka, virus, kuman atau penyebab lainnya. Ketika sakit, orang tentu akan berusaha mencari pertolongan atau pengobatan di dukun, bidan, mantri, dokter bahkan Tuhan. Kalau keuangan orang sakit sedikit mendukung, selain berdoa, juga memeriksa penyakitnya di tenaga medis dan mendapat pengobatan. Orang yang memiliki banyak uang, ketika sakit jangankan membeli obat yang mahal di apotik, mencarter pesawat untuk berobat ke luar negeri pun jadi. Sementara itu, mereka yang masih berpikiran primitiv ditambah dengan keuangan yang tidak cukup, ketika sakit, dukun bisa menjadi alternativ. Kalau orang sakit itu orang beriman, mungkin hanya pasrah menanti pertolongan atau panggilan Tuhan.
Kaum ekonomi lemah akhir-akhir ini mulai mendapat perhatian dari pemerintah hingga penderitaan mereka tidak terlalu berat. Selain itu, sudah banyak sosialisasi sampai di pelosok-pelosok daerah agar ketika sakit, segera memeriksakan kesehatan di petugas kesehatan sehingga mendapat pengobatan.
Sekalipun demikian, masih ada beberapa ‘kuman’ yang menjadi batu sandungan bagi yang sakit yaitu kekurangan sarana dan prasaran kesehatan serta kekurangan tenaga medis dan non medis. Salah satu tenaga medis yang masih kurang di NTT yaitu dokter umum. Seperti yang disiarkan Pusdalin IDI pada Agustus 2007, NTT kekurangan tenaga dokter umum dan dokter gigi dari total 1.572 orang. Sementara itu, menurut data Dinas Kesehatan NTT tahun 2007, rasio tenaga kesehatan di NTT 12,16: 100.000 sedangkan rasio nasionalnya 40:100.000 (www.nttprov.go.id).
Semoga saja dalam rentang waktu 2007-2009 kekurangan itu sudah ditutupi. Namun apa dikata, sampai 2009 terdapat 19 kabupaten yang masih ada kekurangan dokter umum (Pos Kupang, 8 Juli 2009) misalnya RSU Atambua yang bertipe C ini kekurangan 7 orang dokter umum (Pos Kupang, 10 Oktober 2009).
Kekurangan dokter di NTT memperparah lagi masalah kesehatan dengan pelayanannya yang tidak maksimal. Kritikan pedas dari YLKI kepada pihak RSU W.Z. Yonanez Kupang pada awal 2009 merupakan buktinya. Menurut pihak YLKI, pasien sulit dilayani dokter umum atau dokter alhi karena dokter bersangkutan sudah kelelahan mengabdi di tempat praktik. Ada juga dokter yang menjadi rektor atau staf pengajar (http://www.timorexpress.com/). Hal yang sama juga terjadi di RSUD T.C. Hillers Maumere, yang mana dalam sebuah survey terbukti bahwa ketidakhadiran dokter di tempat kerja berada di urutan ketiga (NTT Online, 28 Juli 2009). Di samping kinerja yang belum maksimal, ada dokter di NTT yang diduga melakukan mal praktik. Semoga dugaan itu tidaklah benar agar tidak memperbanyak daftar mal praktik. Menurut Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) ada 60%-65% kasus mal praktik yang bersumber dari dokter (Kompas, 2 Agustus 2009).
Masalah kesehatan--kekurangan dokter serta keburukan kinerja dokter di NTT mendapat embun sejuk dalam kegerahan ketika Universitas Nusa Cendana Kupang membuka Fakultas Kedokteran pada tahun akademik 2008/2009 berdasarkan SK Dirjen Dikti No. 2122/D/T/2008. Sekalipun biaya kuliahnya mencapai 20-an juta namun keberadaan Fakultas Kedokteran ini dapat meringankan beban masyarakat NTT dalam hal kesehatan, apalagi para mahasiswa Fakultas Kedokteran Undana adalah putra-putri Flobamora sehingga setelah tamat mereka dapat mengabdi di daerah sendiri. Kualitas outputnya juga tidak dapat diragukan karena berasal dari Perguruan Tinggi negeri dengan pengajar yang professional dan didukung sarana yang cukup.
Dalam perjalanan Fakultas Kedokteran Undana, semoga saja sarana dan prasarana serta tenaga pengajar tidak menjadi sebuah kendala untuk mencetak dokter yang humanis dan berkompeten. Gedung Fakultas Kedokteran yang sementara dibangun semoga cepat rampung dan dibangun fasilitas pendukung lain lagi. Begitu pula para pengajar yang adalah dokter tidak mengorbankan pelayanan kepada pasien di rumah sakit atau terjebak dalam sebuah dilema.
Satu hal yang penting untuk diperhatikan adalah persiapan para calon dokter. Sudahkah menyiapkan ilmu dan keahlian atau keterampilan yang cukup untuk menjadi seorang dokter? Jangan sampai nantinya menjadi pelaku ‘salah sayat atau salah suntik’ (baca: mal praktik). Hal lain yang patut dipertanyakan dalam hati oleh para mahasiswa Fakultas Kedokteran yang nantinya menjadi dokter yaitu untuk apa saya kuliah di Fakultas Kedokteran? Apa yang akan saya buat ketika menjadi seorang dokter di Flobamora tercinta ini? Sangat fatal jika kuliah di fakultas dengan biaya mahal itu jika hanya karena kemampuan ekonomi belaka. Impian ke depan juga harus sudah terbayang dari sekarang. Apakah setelah menjadi dokter ingin mengabdi di pusat kota yang dicukupi dengan berbagai fasilitas lalu membuka tempat praktik untuk menambah uang saku? Apakah setelah menjadi dokter akan melayani masyarakat di pedalaman dan di tempat dengan fasilitas yang serba terbatas?
Keadaan NTT yang masih minim fasilitas kesehatannya, angka kemiskinan yang masih tinggi, tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah, kepercayaan masyarakat yang masih kuat tentang hal magic atau gaib dalam urusan kesehatan serta kearifan lokal yang dapat mendukung terciptanya hidup sehat kiranya menjadi referensi berarti dalam mempersiapkan diri menjadi seorang dokter atau dalam menghasilkan tenaga dokter.
Kisah John Manangsang, seorang putra Papua yang bertugas sebagai dokter di pedalaman Boven Digul, Merauke (1990-1992) dengan fasiltitas kesehatan yang tidak memadai dan ditantang kepercayaan masyarakat terhadap magis, dalam bukunya Papua, Sebuah Fakta dan Tragedi Anak Bangsa, kiranya sudah dibaca oleh para calon dokter di Fakultas Kedokteran Undana dan dijadikan sebagai inspirator ketika mengabdi di NTT. Sekalipun fasilitas kesehatan minim namun utamakanlah kemanusiaan. Sekalipun dirongrong oleh hal yang irasional namun pertahankanlah idealisme.
Wahai, para mahasiswa Fakultas Kedokteran Undana, dalam Hari Pahlawan pada 10 November dan Hari Kesehatan Nasional pada 12 November, bangkitkan dan kobarkan semangatmu sebagai pahlawan kesehatan bagi Flobamora ini. Ena dan ama, to’o dan ti’i, umbu dan rambu, kraeng dan enu, serta semua basodara di Flabamora sedang menantikan sentuhan kasihmu di tengah akses kesehatan yang sulit serta tenaga kesehatan dan fasilitas yang serba kekurangan. Melihat adanya Fakultas Kedokteran Undana, keluarga Flobamora yang belum dan kurang terlayani kesehatannya seolah berkata kunanti pahlawan kesehatanku di gerbang Undana.

DIPUBLIKASIKAN DI HARIAN PAGI TIMOR EXPRESS EDISI 11 NOVEMBER 2009

SECANTIK NONA DONA

Hari Jumat, 10 Oktober 2009 merupakan waktu grand final Pemilihan Putri Indonesia tingkat nasional yang bertempat di Teater Tanah Airku, Taman Mini Indonesia Indah dan diikuti 38 finalis dari semua propinsi. Salah satu dari peserta itu adalah Dona Bella Permata Rissi, yang berhasil dalam Pemilihan Putri Indonesia tingkat NTT. Ketika mengikuti kompetisi Pemilihan Putri Indonesia 2009, duta NTT ini tentu mengemban salah satu tugas untuk memperkenalkan potensi parawisatanya di bumi Flobamora ini ke dunia luar. Hal ini sebagaimana yang sudah dikatakan Ketua Panitia Pelaksana Pemilihan Putri Indonesia 2009 tingkat NTT bahwa ajang itu bertujuan untuk mencari putri yang memiliki kemampuan serta mampu mempromosikan keunikan budaya dan pariwisata yang dimiliki NTT (Timex, 2 Agustus 2009). Tekat untuk mempromosikan parawisata dan kebudayaan NTT juga telah terungkap dari Dona Bella Permata Rissi sendiri pada malam grand final Pemilihan Putri Indonesia tingkat NTT, di Hotel Sasando pada 8 Agustus 2009 (Timex, 10 Agustus 2009).
NTT saat ini memiliki potensi wisata yang banyak seperti wisata budaya misalnya perkampungan adat Boti, Pasola, perburuan Paus di Lamalera, perkampungan megalitik di Sumba Barat; wisata rohani misalnya prosesi Jumat Agung di Larantuka, Pawai Paskah Pemuda GMIT di Kupang; wisata bahari misalnya Pantai Lasiana, Taman Laut di Pulau Buaya, Pantai Nemberala; ekowisata seperti Tanau Kelimutu, Taman Nasional Komodo, kawasan Mutis dan masih banyak lagi.
Kekayaan potensi wisata yang kita miliki sudah dipromosikan ke dunia luar melalui berbagai cara. Salah satunya yakni mengikutsertakan wakil NTT dalam Pemilihan Putri Indonesia 2009. Ketika sang putri kita yang cerdas, berperilaku baik dan cantik ini memperkenalkan potensi parawisata NTT ke dunia luar, marilah kita merefleksikan kecantikan objek-objek wisata kita. Sudah cantikkah objek-objek wisata yang kita miliki? Paras berbagai objek wisata kita rupaya masih tercoreng dan kusut karena kurangnya sarana dan prasarana pendukung, kurangnya partisipasi masyarakat, kurangnya promosi, tidak adannya dukungan SDM dan sebagainya.
Masalah tidak memadainya bahkan tidak adanya sarana dan prasarana pendukung pada objek wisata yang kita miliki seperti yang terlihat di Pantai Lasiana. Di pantai tempat kita bisa menyaksikan sunset ini hanya ada lopo-lopo kecil, penjual makanan dan minuman ringan, puing-puing ayunan serta ban dalam yang dipakai untuk berenang. Contoh lain seperti di Taman Wisata Camplong yang hanya dimanfaatkan masyarakat setempat untuk mandi karena tidak cukup memikat wisatawan. Sarana transportasi juga merupakan sebuah kendala dalam kemajuan parawisata di NTT. Seperti yang dikatakan Mananging Director PT Bhuana Sejahtera Travel bahwa perusahaan mereka belum berani merekomendasikan tamu ke NTT karena belum adanya sarana jalan maupun kendaraan yang memadai (Media Indonesia, 3 Mei 2009). Selain sarana dan prasarana, dukungan masyarakat dalam pengembangan parawisata di NTT juga belum menggembirakan. Di kawasan Taman Nasional Komodo masih sering terjadi perburuan rusa yang merupakan makanan komodo, pembakaran savana dan perambahan hutan untuk pertanian (http://komododragon.wordpress.com/). Di Alor, ada pengeboman ikan oleh para nelayan di Taman Laut Pulau Buaya (NTT Online, 2 Desember 2008). Masalah lain yakni promosi parawisata yang masih terkendala pada biaya dan penataan objek wisata yang belum maksimal, seperti yang dialami Dinas Parawisata Manggarai (NTT Online, 19 Mei 2009). Salah satu masalah keparawisataan yang cukup akut khususnya di Kota Kupang yaitu ancaman Ketua Yayasan Cinta Bahari Indonesia, Raymond T. Lesmana untuk mem-black list Kupang dan Sail Indonesia tidak menyinggahi Kota Kupang setelah adanya penahanan 106 kapal peserta Sail Indonesia 2008 oleh Bea Cukai Kupang padahal peserta sail bukanlah pebisnis tetapi mereka hanya pelaut (NTT Online, 6 Agustus 2008 ). Ancaman ini menjadi kenyataan dalam penyelenggaraan sail tahun ini yang mana Kota Kupang tidak disinggahi peserta sail. Masalah lain lagi yaitu belum adanya Peraturan Daerah (Perda) di NTT tentang keparawisataan padahal Perda tersebut akan menjadi landasan hukum dalam mengelola sampai mempromosikan parawisata NTT.
Masalah-masalah seperti terutama di atas terutama rendahnya aksesbilitas, terbatasnya infrastruktur, terbatasnya kualitas SDM dan belum optimalnya pendayagunaan sumber daya, sudah diakui Kadis Parawisata NTT, Ir. Ans Takalapeta dalam Musyawarah Daerah VI PHRI pada awal September lalu. Sebagai tindaklanjutnya, upaya yang dilakukan adalah peningkatan promosi parawisata, meningkatkan kordinasi lintas sektor dan lintas wilayah serta lintas kemitraan. Selain itu juga pembangunan sarana dan prasarana, pelatihan dan sosialisasi pengembangan wisata bahari (Pos Kupang, 2 September 2009). Semoga saja hal tersebut sudah dilaksanakan dengan baik demi kemajuan parawisata di NTT. Dalam mengatasi masalah keparawisataan melalui kordinasi lintas mitra, kemitraan jangan hanya dengan instansi pemerintah atau pelaku bisnis parawisata namun kemitraan dengan masyarakat di sekitar objek wisata juga perlu dibangun secara efektif. Hal ini mengingat masyarakat di sekitar suatu objek wisata memiliki kontribusi yang signifikan dalam memajukan atau memundurkan daya tarik sebuah objek wisata. Dalam pendayagunaan sumber daya yang ada, hendaknya menghindari pemakaian secara berlebihan sumber daya yang tidak diperbaharui dan eksploitasi terhadap sumber daya itu. Selain beberapa hal di atas, perlakuan terhadap wisatawan, Perda tentang keparawisataan di NTT, penggunaan sumber daya yang berkelanjutan, akuntabilitas serta monitoring dan evaluasi juga patut diperhatikan dalam membangun dunia parawisata di NTT. Perlakuan masyarakat dan pemerintah di NTT terhadap wisatawan tentu berpengaruh terhadap minat wisatawan untuk mengunjungi NTT. Sementara hadirnya Perda yang mengatur tentang parawisata di NTT juga akan memberikan efek baik bagi kemajuan parawisata di NTT.
Semoga kecerdasan, perilaku dan kecantikan Putri NTT, Dona Bella Permata Rissi, menginspirasi pemerintah untuk cerdas dalam mengolah potensi parawisata dan menginspirasi masyarakat NTT untuk memperlakukan objek wisata dengan baik sehingga objek wisata yang ada di NTT memiliki kecantikan untuk membuai setiap wisatawan. Marilah kita mendandani objek-objek wisata kita menjadi cantik, secantik Nona Dona Bela Permata Rissi.

DIPUBLIKASIKAN DI HARIAN PAGI TIMOR EXPRESS EDISI 6 OKTOBER 2009

Sabtu, 07 November 2009

RENUNGAN TERKAIT MASALAH MANGAN

Karya Allah yang telah dinyatakan dalam dunia sungguh besar dan mengagumkan. Semua karyanya-Nya itu baik adanya. Karya Allah meliputi penyataan secara umum (general revelation) melalui penciptaan alam semesta dan melalui hati nurani manusia serta penyataan secara khusus (special relevation) melalui Alkitab dan Yesus Kristus. Dalam kaitannya dengan masalah yang dibahas dalam tulisan ini, penyataan Allah yang diulas adalah penyataan secara umum melalui penciptaan alam semesta.
Seperti yang digambarkan dalam Kitab Kejadian Pasal 1, Allah menciptakan bumi dan segala isinya selama bertahap dalam enam hari. Semua yang diciptakan dengan firman-Nya baik adanya, bahkan manusia yang diciptakan dengan tangan-Nya sungguh amat baik. Dalam proses penciptaan itu, Allah menciptakan lebih dahulu siang dan malam; cakrawala; laut dan darat; tumbuh-tumbuhan; matahari; bulan dan bintang; makhluk hidup di udara; dan makhluk hidup di darat. Memasuki hari keenam, di puncak penciptaan-Nya, Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya. Mengapa manusia harus diciptakan di hari terakhir dan menurut rupa Allah? Allah menciptakan manusia di hari ke enam agar manusia bisa menaklukan bumi dan berkuasa atasnya. Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi ” (Kejadian pasal 1 ayat 28). Setelah manusia diciptakan, Allah memberi amanat kepada manusia agar menaklukan bumi dan berkuasa atasnya. Allah memberkati mereka lalu Allah berfirman kepada mereka: “beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi” (Kejadian pasal 1 ayat 28).
Dari sekian banyak ciptaan Allah yang mengisi alam semesta ini, khususnya NTT, salah satunya adalah batu mangan. Di NTT, hampir semua kabupaten memiliki potensi mangan. Hal ini terlihat dari eksploitasi mangan yang marak dilakukan di beberapa kabupaten. Sebenarnya mangan itu apa? Mangan merupakan unsur yang ada dalam golongan transisi, pada golongan III B, periode 4—jika dilihat dari sistem periodik unsur-unsur. Mangan bernomor atom 25 dengan konfihurasi elektron (Ar) 452, 3d5 dan titik leburnya 12500C serta bersenyawa dengan oksigen. Mangan sukar teroksidasi oleh udara dan mudah larut dalam asam encer. Beberapa manfaat mangan yaitu senyawanya MnO2 dipakai dalam pembuatan baterai dan senyawanya KmnO4 dipakai dalam kegiatan-kegiatan di laboratorium. Mangan juga sebagai bahan baku industri baja. Manfaat lain yaitu bila dicampur dengan asam sulfat dapat membersihkan lemak dan dalam bentuk Mn2+ dapat membentuk vitamin C pada tumbuhan (opini Yusuf Nitbani dengan judul Ada Apa dengan Mangan? pada Timex, 10 September 2009). Harga batu mangan sendiri di pasaran cukup menggiurkan yakni berkisar anatar Rp.200,00 – Rp.1000,00, tergantung dari kualitasnya.
Sejak beberapa waktu terakhir ini, media massa tak pernah sepi dari pemberitaan mengenai masalah penambangan mangan secara liar, penjualan mangan secara ilegal dan masalah lain tentang mangan di NTT. Beberapa masalah mangan misalnya, di Kota Kupang, 2,6 ton mangan illegal milik masyarakat Naioni disita Pol PP Kota Kupang karena sekalipun ada larangan penambangan namun masyarakat tetap menambang (Pos Kupang, 24 Agustus 2009). Hingga awal September 2009 saja, di Kota Kupang terdapat 338 ton mangan yang tersebar di 14 titik tidak memilik izin dan bukti pajak (NTT Online, 5 September 2009). Di kabupaten Kupang, Bupati dilaporkan ke kepolisan dengan alasan instruksi Bupati untuk penghentian tambang mangan tidak memilik landasan hukum dan penerbitkan IUP operasi produksi tanpa Amdal (Timex, 9 September 2009). Di Kabupaten TTS, 34 ton mangan yang diangkut truk Primkopol Polda NTT ditahan karena tidak mengantongi izin (Timex, 8 Spetember 2009). Di Kabupaten TTU, oknum polisi membekingi transaksi mangan (Timex, 13 Agustus 2009). Di Reo, Manggarai, mangan ditambang selama belasan tahun namun masyarakat setempat tidak mendapat apa-apa, apalagi ada alasan bahwa mangan tersebut adalah mangan muda (Pos Kupang, 6 Desember 2009).
Penambangan mangan merupakan sebuah upaya untuk menaklukan dan menguasai alam demi kejahteraan manusia, sebagaimana yang diamanatkan Allah saat manusia pertama diciptakan. Beginikah cara menaklukan dan menguasai alam di Flobamora ini demi kesejahteraan semua orang? Haruskah dengan cara penambangan dan penjualan secara ilegal atau dengan persekongkolan serta pembekingan dari oknum pemerintah tertentu?
Menaklukan dan berkuasa atas bumi serta segala isinya hendaknya tidak dimaknai dengan nafsu serakah namun harus dimaknai dengan kasih, dalam bingkai pemanfaatan dan pelestarian alam semesta. Dengan demikian, ciptaan Allah yang memiliki tujuan mulia demi kesejahteraan manusia, tidak disalahgunakan atau dilecehkan. Sebagai ciptaan mulia yang berakal budi, dalam menaklukan dan menguasai bumi serta isinya, kita hendaknya mengolah dan memanfaatkan alam dengan baik demi memenuhi berbagai kebutuhan hidup. Dalam melaksanakan amanat tersebut, kelestarian alam dan hubungan antara masyarakat dengan masyarakat atau masyarakat dengan pemerintah juga hendaknya dijaga. Walau harapannya demikian, mangan sering dieksploitasi tanpa Amdal hingga merusak ekologi lingkungan, ada pembekingan dalam penambangan hingga penjualan mangan dan adanya perseteruan beberapa pihak menyangkut regulasi pertambangan serta adanya penipuan transaksi mangan. Masalah-masalah ini merupakan masalah yang sering terulang dengan penyebab yang sama. Hal ini menunjukan bahwa kita sepertinya tidak mau diatur, keras kepala atau kepala batu.
Menyikapi masalah ini, pemerintah sebagai hamba Allah (Roma 13), baik secara individual maupun secara institusional harus tegas dan konsisten dalam menegakan aturan. Kekuasaan, jabatan atau predikat ‘pemerintah’ yang disandang jangan sampai digunakan untuk bersekongkol dengan pihak-pihak tertentu untuk menggaruk keuntungan. Persekongkolan atau tindakan yang menjurus pada KKN potensial terjadi dalam pengurusan perizinan penambangan atau penjualan mangan. Sebagai hamba Allah, pemerintah janganlah berselingkuh dengan investor atau pengusaha tertentu tetapi hendaknya terus mengawasi pemanfaatan sumber daya alam di tiap daerah agar karya Allah ini benar-benar dinikmati semua orang. Analisis masalah dampak lingkungan juga jangan sampai hanya formalitas belaka. Kegiatan penambangan seringkali menimbulkan kerusakan lingkungan dan juga kerusakan kehidupan sosial masyarakat setempat. Tidak hanya pemerintah namun masyarakat juga sangat diharapkan kontribusi positifnya dalam pemanfaatan SDA seperti penambangan mangan. Sebagai warga negara dan umat Tuhan, hendaknya menaati pemerintah sebagai hamba Allah yang telah membuat berbagai peraturan penambangan. Jangan sampai karena desakan ekonomi, penambangan secara liar terus dilakukan hingga merusak lingkungan dan mengancam keselamatan penambang, seperti yang yang terjadi di Kabupaten TTS, satu warga tewas karena tertimbun longsoran saat menambang mangan.
Kini pemerintah sebagai hamba Allah dan masyarakat sebagai warga negara sekaligus umat Allah, dalam mengolah atau menangani masalah batu seperti ini, janganlah berkepala batu. Pikiran janganlah membatu sebelum terantuk pada batu yang sama hingga makan batu bahkan tertimbun oleh longsoran batu.

DITERBITKAN DI HARIAN PAGI TIMOR EXPRESS EDISI 1 OKTOBER 2009

Rabu, 16 September 2009

TALALU PAMUNGKAS

Rabu, 16 September 2009
Malam yang bising oleh raungan mesin-mesin tua kendaraan yang hilir mudik di Jl. Durian, Kupang. Di atas bentangan dua karpet biru yang digelar di atas lantai secretariat GMKI Cabang Kupang , 20-an civitas GMKI yang duduk dalam bentuk lingkaran memancarkan kidung-kidung sukacita seakan menghangatkan malam yang beku. Jantung yang berdetak senada terdengar mendendangkan lagu persaudaraan.
Pendalaman Alkitab (PA) pada malam ini dipimpin oleh Om Edi Reileki (Sekcab GMKI Kupang). PA ini disatukan dengan ibadah syukur karena ada empat orang berulang tahun (Om Ridho, salah satu senior ultah ke-30; Om Djener Bana, Wasek GMKI Kupang, ultah ke 26; Om Yanto Mapada, KBO GMKI Kupang, ultah ke-25; dan Usi Melan, Sekom Taurat, ultah ke-21. Om Edi yang memimpin ibadah itu memilih bacaan dari Amsal 3:1-9 dan Roma 12:11-12. Setelah bagian Alkitab tersebut dibacakan, kami diberikan kesempatan untuk berbagi pemahaman tentang bacaan itu yang tentunya dalam konteks ulang tahun keempat saudara kekasih kami. Semua yang kami kemukakan berkisar tentang ucapan selamat, harapan agar enteng jodoh dan kata-kata penguatan kepada yang berulang tahun. Bicara soal jodoh, ketiga om yang berultah masih jomblo semua-muanya. Oh ya, waktu mau doa syukur sekalian doa penutup, HP om Ridho berdering dan langsung diangkat olehnya. Karena suara loudspeaker cukup keras kedengaran suara cewe yang mendayu-dayu di balik telepon, “selamat malam . . . !!!”
Semoga saja itu adalah doa kami yang terkabul untuk om Rido. Hahahah!!!
Ibadah itu diakhiri dengan makan bersama.
“Om deng Usi dong makan ko tamba e . . .”
Sejak tadi sore, kami sudah sibuk dengan urusan masak-memasak. Walaupun dapurnya serba terbatas dengan peralatan masak dan diliputi asap, Usi Welcy Ndoek, Usi Ade Deku, Usi Imelda Toele,Usi Esri Lopo, Om Sepus Feo, Om Niko, Usi Mega Liufeto, saya dan kawan-kawan lain tetap semangat untuk iris-iris, potong-potong, goreng-goreng, dan ulik-ulik sambil bercanda ria.
Kemesraan ini janganlah cepat berlalu!!!!! Badiri teguh n jang tagoyang-tagoyang e! Talalu “pamungkas”.

ANGGARAN DASAR DAN PERATURAN ORGANISASI GMKI

Anggaran Dasar (AD)
Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia


PEMBUKAAN

Sesungguhnya Yesus Kristus, Anak Allah dan Juruselamat, ialah Tuhan manusia dan alam semesta. Kehadiran-Nya dalam sejarah ialah perbuatan Allah untuk menebus dan menyelamatkan manusia melalui kematian dan kebangkitan-Nya yang menjadikan semuanya baru dan sempurna.
Anugerah-Nya yang dinyatakan dalam karya-Nya memanggil manusia untuk percaya dan mengucap syukur dalam penatalayanan alam semesta, mewujudkan iman, pengharapan dan cinta kasih dalam kehidupan sehari-hari.
Roh Kudus menghidupkan persekutuan orang beriman selaku Gereja yang esa, am dan rasuli, yang diutus untuk menyampaikan kabar keselamatan dan pembebasan bagi pembaruan manusia dan alam semesta.
Maka menjadi panggilan dan pengutusan setiap warga gereja yang ditempatkan Tuhan di dalam perjalanan sejarah bangsa dan negara Indonesia, untuk menyatakan kehadiran-Nya dalam pemberitaan-Nya dan kehidupan yang bertanggungjawab bersumber pada Alkitab yang menyaksikan Yesus Kristus ialah Tuhan dan Juruselamat di dalam keesaan Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus yang mengerjakan keselamatan manusia untuk mewujudkan kesejahteraan, perdamaian, keadilan dan kebenaran di tengah-tengah Masyarakat, Bangsa dan Negara.
Untuk mewujudkan panggilan dan pengutusan dalam kehidupan dan perkembangan perguruan tinggi dan mahasiswa, maka pada tanggal 9 Februari 1950 Mahasiswa Kristen Indonesia yang melanjutkan usaha Christelijke Studenteen Vereeniging op Java, yang berdiri pada tanggal 28 Desember 1932 di Kaliurang untuk mengikutsertakan Gereja dalam pergerakan oikumene dan perjuangan Bangsa yang dalam revolusi kemerdekaan Indonesia menjelma menjadi Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia bersama-sama dengan Christelijke Studenteen Vereeniging pada waktu itu timbul sebagai persekutuan yang baru bersama-sama berjuang menegakkan dan mempertahankan Republik Indonesia, Negara Proklamasi 17 Agustus 1945, kemudian meleburkan diri dan berhimpun dalam satu bentuk persekutuan dengan nama Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia yang bergabung dalam World Student Christian Federation.

Pasal 1
NAMA, TEMPAT DAN WAKTU

1. Organisasi ini bernama Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, disingkat GMKI.
2. Organisasi ini berkedudukan di tempat Pengurus Pusat.
3. Organisasi ini berdiri untuk waktu yang tidak ditentukan.


Pasal 2
A S A S

“Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, organisasi ini berasaskan Pancasila sebagai satu-satunya ASAS”


Pasal 3
VISI DAN MISI

1. Visi Organisasi ini adalah terwujudnya kedamaian, kesejahteraan, keadilan, kebenaran, keutuhan ciptaan dan demokrasi di Indonesia berdasarkan kasih.
2. Misi organisasi ini adalah:
a. Mengajak mahasiswa dan warga perguruan tinggi lainnya kepada pengenalan akan Yesus Kristus selaku Tuhan dan Penebus dan memperdalam iman dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari.
b. Membina kesadaran selaku warga gereja yang esa di tengah-tengah mahasiswa dan perguruan tinggi dalam kesaksian memperbaharui masyarakat, manusia dan gereja.
c. Mempersiapkan pemimpin dan penggerak yang ahli dan bertanggung jawab dengan menjalankan panggilan di tengah-tengah masyarakat, negara, gereja, perguruan tinggi dan mahasiswa, dan menjadi sarana bagi terwujudnya kesejahteraan, perdamaian, keadilan, kebenaran dan cinta kasih di tengah-tengah manusia dan alam semesta.


Pasal 4
USAHA

Organisasi ini berusaha mencapai visi dan misinya sejalan dengan asas organisasi


Pasal 5
STATUS DAN BENTUK ORGANISASI

1. Status : Organisasi ini adalah organisasi yang bersifat gerejawi dan tidak merupakan bagian dari organisasi politik.
2. Bentuk : Organisasi ini berbentuk kesatuan yang mempunyai cabang-cabang di kota-kota perguruan tinggi di Indonesia


Pasal 6
KEANGGOTAAN

1. Yang diterima menjadi anggota ialah mereka yang menerima visi dan misi serta bersedia menjalankan usaha organisasi
2. Anggota terdiri dari :
a. Anggota biasa
b. Anggota luar biasa
c. Anggota kehormatan
d. Anggota penyokong
3. Hak Anggota :
a. Anggota biasa mempunyai hak suara, hak memilih dan hak dipilih.
b. Anggota luar biasa mempunyai hak dipilih dan hak usul.
c. Anggota kehormatan dan anggota penyokong mempunyai hak usul.
4. Kewajiban Anggota :
a. Bertanggung jawab mewujudkan visi, misi dan usaha berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi.
b. Bertanggung jawab mewujudkan dan membina persekutuan dalam kehidupan organisasi.


Pasal 7
ALAT PERLENGKAPAN ORGANISASI

1. Organisasi ini mempunyai alat perlengkapan yang terdiri :
a. Kongres.
b. Pengurus Pusat
c. Konferensi Cabang
d. Badan Pengurus Cabang
2. Kongres :
a. Kongres adalah badan tertinggi dalam organisasi.
b. Kongres berlangsung sekurang-kurangnya satu kali dalam dua tahun.
3. Pengurus Pusat (PP) :
a. Organisasi ini dipimpin oleh Pengurus Pusat.
b. Pengurus Pusat dipilih oleh Kongres untuk masa kerja dua tahun
4. Konferensi Cabang (Konfercab) :
a. Konferensi Cabang adalah badan yang tertinggi dalam cabang.
b. Konferensi Cabang berlangsung sekurang-kurangnya satu kali dalam dua tahun.
c. Konferensi Cabang berlangsung atas panggilan Badan Pengurus Cabang atau atas permintaan sekurang-kurangnya dua per tiga jumlah anggota biasa.
5. Badan Pengurus Cabang (BPC) :
a. Cabang dipimpin oleh Badan Pengurus Cabang
b. Badan Pengurus Cabang dipilih oleh Konferensi Cabang untuk masa kerja satu atau dua tahun.


Pasal 8
KEPUTUSAN PERSIDANGAN

a. Keputusan persidangan organisasi ini diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat dengan hikmah kebijaksanaan, dan jika diperlukan diambil berdasarkan pemungutan suara terbanyak.
b. Pemungutan suara terbanyak dalam Kongres dilakukan dengan satu cabang satu suara.


Pasal 9
PERBENDAHARAAN

Perbendaharaan organisasi ini diperoleh dari iuran anggota, sumbangan dan pendapatan lain yang sesuai dengan asas, visi dan misi organisasi.


Pasal 10
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

1. Perubahan Anggaran Dasar organisasi ini berlaku berdasarkan keputusan Kongres dengan persetujuan sekurang-kurangnya tiga per empat jumlah suara utusan yang hadir.
2. a. Usul Perubahan Anggaran Dasar dari Cabang sudah disampaikan kepada Pengurus Pusat selambat-lambatnya empat bulan sebelum Kongres.
b. Selanjutnya Pengurus Pusat sudah menyampaikan kepada cabang-cabang selambat-lambatnya dua bulan sebelum Kongres.


Pasal 11
PEMBUBARAN

1. Organisasi ini dibubarkan berdasarkan keputusan Kongres yang khusus berlangsung untuk maksud tersebut yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya tiga per empat jumlah cabang, serta memperoleh persetujuan sekurang-kurangnya tiga per empat dari jumlah utusan yang hadir.
2. a. Pengurus Pusat memberitahukan kepada cabang-cabang selambat- lambatnya dua bulan sebelum Kongres Khusus tersebut.
b. Kongres Khusus memutuskan mengenai hak milik organisasi.


Pasal 12
ATURAN TAMBAHAN

Hal-hal yang belum tercakup dalam Anggaran Dasar ini diatur dalam Anggaran Rumah Tangga dan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar.

***

Peraturan Organisasi (PO)
GERAKAN MAHASISWA KRISTEN INDONESIA



Pasal 1
KETENTUAN UMUM

1. Pengertian tentang Peraturan Organisasi GMKI adalah suatu peraturan yang mengatur serta mengikat semua anggota dan alat perlengkapan oraganisasi termasuk mekanisme kerjanya yang belum diatur dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga GMKI dan Keputusan Kongres.
2. Fungsi Peraturan Organisasi GMKI adalah untuk memberikan keseragaman interpretasi terhadap konstitusi organisasi. Sehingga terwujud pemerataan tindak kerja seluruh aparat organisasi. Sesuai dengan aturan-aturan dalam konstitusi organisasi.


Pasal 2
KEANGGOTAAN

1. Anggota Biasa :
a. Anggota Biasa diterima oleh Badan Pengurus Cabang melalui Masa Perkenalan.
b. Anggota Biasa yang diterima ialah mereka yang mengikuti acara Masa perkenalan yang kriterianya diatur oleh Badan Pengurus Cabang.
c. Anggota Biasa yang diterima diwajibkan untuk menandatangani formulir kesediaan menjadi anggota GMKI dengan menerima Visi dan Misi serta bersedia menjalankan Usaha Organisasi.
d. Pada Kondisi Cabang yang tidak memungkinkan melaksanakan Masa Perkenalan Pengurus Pusat dapat mengambil peran dalam proses penerimaan anggota biasa.
e. Anggota Biasa dapat pindah dan diterima di Cabang GMKI lain dengan menunjukkan surat keterangan pindah dari Cabang asal.
2. Anggota Luar Biasa :
a. Bekas Anggota Biasa otomatis menjadi Anggota Luar Biasa.
b. Bekas Mahasiswa dan mahasiswa yang tidak memenuhi syarat anggota Biasa dapat mengajukan permohonan tertulis untuk menjadi anggota Luar Biasa GMKI kepada Badang Pengurus Cabang, dan penerimaannya diputuskan oleh Badan Pengurus Cabang.
c. Anggota Luar Biasa yang pindah dapat dihubungi atau memberitahukan kepada Badan Pengurus Cabang terdekat.
3. Anggota Kehormatan :
a. Ketentuan untuk menjadi Anggota Kehormatan GMKI adalah Warga Negara Indonesia. Tokoh Nasional dan/atau tokoh Gerejawi serta mempunyai andil yang besar dalam perjuangan untuk menegakkan Visi, Misi dan Eksistensi GMKI.
b. Pengusulan Anggota Kehormatan diusulkan oleh Badan Pengurus Cabang secara tertulis kepada Pengurus Pusat untuk dipelajari dan dibahas dalam persidangan Pengurus Pusat dan kemudian dilaporkan kepada Kongres.
4. Anggota Penyokong :
a. Anggota Penyokong GMKI tidak pernah menjadi anggota biasa GMKI.
b. Anggota Penyokong dalam memberikan bantuan sifatnya tidak mengikat organisasi.
c. Apabila dalam tiga kali jadwal yang sudah ditentukan. Anggota Penyokong tidak memberikan bantuannya kepada organisasi tanpa alasan yang jelas maka Badan Pengurus Cabang dapat membebaskan status keanggotaannya.

5. Daftar Anggota :
a. Daftar Anggota yang wajib diserahkan Badan Pengurus Cabang kepada Pengurus Pusat adalah Daftar Anggota, yang sekurang-kurangnya menjelaskan tentang nama anggota, status kemahasiswaan (asal perguruan tinggi, jurusan/departemen dan fakultas) dan tahun penerimaannya sebagai anggota GMKI.
b. Apabila dalam waktu tiga bulan sebelum Kongres, Badan Pengurus Cabang tidak menyerahkan daftar anggotanya, maka Pengurus Pusat dapat memutuskan jumlah utusan Cabang untuk menghadiri Kongres.


Pasal 3
PENGURUS PUSAT

1. Pengurus Pusat Bertugas mempersiapkan Kongres dengan tahapan sebagai berikut :
a. Membentuk dan Melantik Panitia Nasional Kongres GMKI.
b. Menyampaikan waktu pelaksanaan Kongres dan batas waktu penyampaian daftar anggota kepada Cabang – Cabang selambat-lambatnya empat bulan sebelum Kongres.
c. Menetapkan jumlah utusan Cabang yang akan menghadiri Kongres.
d. Memanggil Cabang untuk menghadiri Kongres. Selambat-lambatnya dua bulan sebelum Kongres.
e. Mempersiapkan rancangan-rancangan yang diperlukan untuk pelaksanaan Kongres.
f. Mempersiapkan Laporan Umum Pengurus Pusat.
g. Membuka Persidangan Kongres.
h. Memimpin Pemilihan Majelis Ketua berdasarkan Tata Cara Pemilihan Majelis Ketua yang ditetapkan Kongres sebelumnya.
2. Anggota GMKI yang menghadiri Kongres tapi bukan utusan Cabang dapat ditetapkan oleh Pengurus Pusat sebagai undangan dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat.
3. Serah Terima Pengurus Pusat dilaksanakan selengkap-lengkapnya termasuk inventarisasi kekayaan organisasi.


Pasal 4
KONFERENSI CABANG

1. Konferensi Cabang berlangsung sekurang-kurangnya satu kali dalam dua tahun.
2. Pelaksanaan Konperensi Cabang :
a. Badan Pengurus Cabang mengundang anggota untuk mendaftarkan diri sebagai peserta Konferensi Cabang selambat-lambatnya satu bulan sebelum Konferensi Cabang.
b. Jumlah peserta sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah peserta yang mendaftarkan diri. Dan jumlah peserta yang hadir sekurang-kurangnya dua puluh lima orang.
c. Pendaftaran ditutup selambat-lambatnya sebelum pengesahan Konferensi Cabang.
3. Pelaksanakaan Konferensi Cabang yang memiliki Komisariat adalah sebagai berikut :
a. Konferensi Cabang berlangsung atas panggilan Badan Pengurus Cabang atau atas permintaan sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota biasa yang disalurkan dan disetujui Pengurus Komisariat.
b. Badan Pengurus Cabang mengundang Komisariat untuk mendaftarkan diri sebagai peserta Konferensi Cabang.
c. Konferensi Cabang berlangsung Sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya setengah ditambah satu jumlah komisariat. Dan sekurang-kurangnya setengah ditambah satu jumlah utusan komisariat.
d. Ketentuan tentang kehadiran anggota sebagai perwakilan tiap komisariat atau utusan komisariat dalam Konferensi Cabang diatur oleh Cabang yang bersangkutan.
e. Pendaftaran bagi komisariat ditutup selambat-lambatnya sebelum pengesahan Konferensi Cabang.
4. Perubahan masa kerja kepengurusan:
a. Perubahan masa kerja kepengurusan harus melalui proses pengkajian yang mendalam terhadap kondisi obyektif cabang oleh Badan Pengurus Cabang dan disampaikan kepada anggota atau komisariat selambat-lambatnya satu bulan sebelum konperensi cabang.
b. Keputusan pengesahan perubahan masa kerja kepengurusan harus disepakati 2/3 jumlah peserta konferensi cabang.
5. Persidangan Konferensi Cabang :
a. Badan Pengurus Cabang membuka Persidangan Konperensi Cabang dan memimpin pemilihan Majelis Ketua.
b. Konferensi Cabang dipimpin oleh Majelis Ketua yang terdiri dari unsur Badan Pengurus Cabang dan peserta yang dipilih oleh Konferensi Cabang.
c. Unsur Badan Pengurus Cabang ditunjuk oleh Badan Pengurus Cabang dan ditetapkan oleh Konferensi Cabang.
6. Konferensi Cabang berlangsung atas permintaan anggota/komisariat apabila :
a. Badan Pengurus Cabang dalam menjalankan usaha-usaha organisasi telah menyimpang dari asas, visi dan misi organisasi.
b. Badan Pengurus Cabang telah menimpang dari keputusan Kongres, Keputusan Pengurus Pusat dan Keputusan Konferensi Cabang.
7. Konferensi Cabang atas permintaan anggota/komisariat ditentukan oleh Pengurus Pusat


Pasal 5
BADAN PENGURUS CABANG

1. Badan Pengurus Cabang mempersiapkan tugas-tugas Konperensi Cabang dan menetapkan waktu pelaksanaan Konferensi Cabang.
2. Pelantikan dan serah terima Badan Pengurus Cabang :
a. Badan Pengurus Cabang dilantik oleh Pengurus Pusat, atau mandataris yang ditunjuk oleh Pengurus Pusat.
b. Naskah serah terima ditulis diatas kertas bermeterai dan ditandatangani oleh Badan Pengurus Cabang Demisioner. Badan Pengurus Cabang terpilih,dan Pengurus Pusat sebagai saksi
c. Badan Pengurus Demisioner tetap bertanggung jawab sampai dilakukan serah terima.
3. Pergantian antar waktu Fungsionaris Badang Pengurus Cabang :
a. Pergantian antar waktu fungsionaris Badan Pengurus Cabang termasuk penanggung jawab Badan Pengurus Cabang dapat dilakukan apabila yang bersangkutan meninggal dunia atau berhalangan tetap, mengundurkan diri, kurang aktif atau melanggar aturan organisasi dan disampaikan kepada Pengurus Pusat.
b. Pergantian antar waktu Fungsionaris Badan Pengurus Cabang harus atas persetujuan Pengurus Pusat.
c. Calon pengganti fungsionaris Badan Pengurus Cabang diusulkan oleh Badan Pengurus Cabang kepada Pengurus Pusat untuk dipelajari, dipertimbangkan dan diputuskan.
d. Usulan pergantian antar waktu harus disertai dengan data-data/kronologis yang terjadi sehingga Badan Pengurus Cabang perlu untuk mengusulkan pergantian antar waktu.
e. Apabila Pengurus Pusat memutuskan untuk tidak menerima pergantian fungsionaris Badan Pengurus Cabang tersebut, maka fungsionaris tersebut masih sah sebagai Badan Pengurus Cabang.
4. Rangkap Jabatan :
a. Seluruh Fungsionaris Badan Pengurus Cabang tidak diperkenankan rangkap jabatan didalam organisasi.
b. Penanggung jawab Cabang tidak diperkenankan rangkap jabatan diluar organisasi.
5. Masa Kerja Badan Pengurus Cabang terhitung mulai tanggal berakhirnya pelaksanaan Konperensi Cabang.
6. Pengurus Pusat dapat menunjuk “CareTaker” Badan Pengurus Cabang apabila :
a. Kalender Konstitusi telah berakhir sedang Konferensi Cabang belum dilaksanakan.
b. Badan Pengurus Cabang menyimpang dari asas, visi dan misi organisasi, dari Keputusan Kongres, Keputusan Pengurus Pusat, dan Keputusan Konferensi Cabang.
7. Badan Pengurus Cabang hanya diperkenankan mengeluarkan sikap dan pernyataan keluar meliputi ruang lingkup lokal Medan Pelayanannya yang tidak bertentangan dengan kebijakan organisasi dan harus dilaporkan kepada Pengurus Pusat.


Pasal 6
PEMBENTUKAN DAN PEMBUBARAN CABANG

1. Pembentukan Cabang harus mempertimbangkan keberadaan Perguruan Tinggi dan kondisi masyarakat disekitarnya yang mendukung eksistensi Cabang.
2. Apabila ada kesediaan mahasiswa disuatu kota untuk menjadi anggota GMKI tetapi sulit didirikan Cabang GMKI, maka mahasiswa tersebut dapat diterima menjadi anggota GMKI dari Cabang terdekat dan menjadi bagian dari Cabang yang menerimanya.
3. Pembentukan dan pembubaran Cabang diberitahukan kepada pihak Gereja dan Pemerintah Daerah setempat.


Pasal 7
KOMISARIAT

1. Dalam rangka memudahkan koordinasi terhadap anggota Badan Pengurus Cabang dapat membentuk Komisariat sebagai alat pembinaan dan pelayanan yang membantu Badan Pengurus Cabang.
2. Pembentukan Komisariat dapat berdasarkan pengelompokan tempat kuliah dan / atau berdasarkan pengelompokan wilayah serta tempat tinggal.
3. Pemberian nama Komisariat ditentukan sendiri olah komisariat yang bersangkutan atau bersama-sama dengan Badan Pengurus Cabang.
4. Pengurus Komisariat dilantik dan disahkan oleh Badan Pengurus Cabang.
5. Pengurus Komisariat tidak dapat mewakili organisasi keluar.
6. Pengurus Komisariat tidak diperkenankan menerima anggota.
7. Persyaratan lain tentang pembentukan, pembubaran dan mekanisme kerja Pengurus Komisariat diatur oleh Cabang yang bersangkutan.


Pasal 8
LAMBANG DAN MARS

1. Lambang yang dapat digunakan sesuai dengan Anggaran Rumah Tangga GMKI Pasal 10 baik dalam jenis, bentuk, ukuran, gambar, bahan dan warna.
2. Lambang organisasi digunakan dalam upacara resmi yang bersifat umum, terdiri dari :
a. Upacara resmi bersifat umum intern organisasi, yaitu upacara peringatan hari Proklamasi dan hari-hari nasional lainnya.
b. Upacara resmi bersifat umum ekstern organisasi, yaitu upacara diluar organisasi yang dihadiri oleh GMKI
3. Lambang organisasi digunakan dalam upacara resmi yang bersifat khusus organisasi, yaitu :
a. Upacara Dies Natalis
b. Upacara Pembukaan dan/atau Penutupan Program GMKI.
c. Upacara Pelantikan atau Serah Terima.
4. Kedudukan lambang organisasi GMKI dalam upacara resmi bersifat umum ekstern organisasi harus setara dengan kedudukan lambang organisasi lain yang sederajat.
5. Bendera organisasi ditempatkan disebelah kiri bendera nasional.
6. Panji organisasi ditempatkan didepan mimbar diantara bendera GMKI dan bendera nasional.
7. Pada waktu menyanyikan Mars GMKI semua hadirin diwajibkan untuk berdiri dalam sikap sempurna.


Pasal 9
MEKANISME PROTOKOLER

1. Mekanisme Protokoler digunakan dalam upacara-upacara resmi.
2. Tata urutan upacara resmi yang bersifat umum intern organisasi adalah sebagai berikut :
a. Kebaktian
b. Upacara Nasional yang terdiri dari menyanyi lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Mengheningkan Cipta (berdiri).
c. Upacara organisasi yang terdiri dari :
- Menyanyikan Lagu Mars GMKI (berdiri)
- Pembacaaan Pembukaan Anggaran Dasar GMKI (duduk)
d. Sambutan-sambutan
e. Penutup.
3. Tata urutan upaca resmi yang bersifat khusus organisasi adalah sebagai berikut :
a. Kebaktian
b. Upacara Nasional yang terdiri dari menyanyi lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Mengheningkan Cipta (berdiri).
c. Upacra organisasi yang terdiri dari :
- Menyanyikan Lagu Mars GMKI (berdiri)
- Pembacaaan Pembukaan Anggaran Dasar GMKI (duduk)
d. Acara khusus Organisasi.
e. Pidato
f. Sambutan-sambutan
g. Penutup
4. Upacara resmi organisasi diawali dengan prosesi.


Pasal 10
HAL MEWAKILI ORGANISASI

1. Pengurus Pusat mewakili organissi dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi/ lembaga/ instansi lain ditingkat Nasional dan Internasional yang mengundang GMKI.
2. Mewakili organisasi dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi/ lembaga/ instansi lain setinggi-tingginya setaraf daerah propinsi yang mengundang GMKI, adalah Koordinator Wilayah dan atau Badan Pengurus Cabang dibawah koordinasi unsur Pengurus Pusat diwilayah.

3. Bila dalan suatu daerah propinsi atau daerah kabupaten/kotamadya terdapat lebih dari satu Cabang GMKI maka semua Cabang di Daerah tersebut mempunyai status dan hak yang sama untuk mewakili organisasi dibawah koordinasi unsur Pengurus Pusat di wilayah.


Pasal 11
P E N U T U P

Hal – Hal yang belum diatur dalam Peraturan Organisasi ini, akan diatur dalam keputusan-keputusan Pengurus Pusat yang lain, Keputusan Konperensi Cabang dan Keputusan Badan Pengurus Cabang.


dikutip dari:http://gmkikpg-taurat.blogspot.com/2009/05/komisariat-taurat-gmki-kupang.html

Rabu, 02 September 2009

SYAIR GELORA

Ini siang kembali gemuruh
Darah memamah iga baja
Habis asa dalam desah – desah desau
Ah . .

Syair gelora terlantun mendayu
Dari sinar mata bening kering
Oh, muti kilau kemuning
Lentik alis mengalir dalam syair
Aku ini pucuk pepohonan kemarau

Mengapa syair ini tersendat
Turut layu alismu
Aku ingin syair terus deraikan alis
Padu abadi dalam secarik larik

TANJUNG PARAS

Di tanjung parasmu, biar kedip ini belai lembut
Di hadapan ini samudera tiada setapak
Tanjung parasmu lambaian lontar
Suar matamu beri lega
Ku ingin teduh dari guruh
Dalam buai lagu semilir sungguh

Kayuh ini runtuh
Anjungan remuk riuh
Di palung samudera
Hanya bayang juntai rambutmu
Dan keranuman disapurapuh desir pasir

SELANCAR MANIS

Biar jiwa gusar berselancar dalam juntai rambutmu
Sebagai kristal air semerbak
Cerminkan jelita
Melaju dan terombang senang
Pecah di ujung helai
Resapi darah dan gelisahkan dada
Semikan lembutmu lima musim
Dan aku semarak bahagia dalam arak-arakan

REMBULAN NATAL

Seribu malam
Suram
Muram
Kelam
Padam
Saking sakit langit

Purnama benderang di ambang kaabah
Dalam semarak bintang kejora timur
Kali ini purnama sempurna
Bundar terang mengapung di sirostratus
Mata terpana
Diri terdampar dari sungai bening

TUNG

Tung tung tung
Tung tung tung
Tung tung tung

Jantung tung tung
Tung tung jantung

Aku mengarung tak hitung
Terkantung-katung di apung
Terpasung mematung
Digantung
Terancung buntung
Kembung kantung buntung

Bukan bakung buat tung
Itu agung di taman gantung
Aku tung tung tung
Dijunjung tak kunjung
Terkandung senandung dirundung menyambung

Tung tung tung
Tung jantung tung
Untung!

Jumat, 21 Agustus 2009

Sumber ‘Anggur’ Su Dekat!

Selasa, 18 Agustus 2009
Ketika mata yang lelah belum lama teduh dalam mimpi, ketika kaki dan tangan yang terkulai belum puas berbuai dalam keempukan tilam, ketika nafas yang terengah belum sempat berhembus ramah, saya yang selama berhari-hari larut dan hanyut dalam semarak perayaan HUT ke 64 RI, terkejut dalam tidur siang yang sekejap itu. Astaga! Hari ini ibadah syukuran Dies Natalis ke 47 Cabang GMKI Kupang di Gereja Maranatha Oebobo. Untung dingatkan Om Aryanto Ferdinan, Ketua Komisariat Rabbi—FKIP Undana. Tidak cuci muka, pakai baju kaos, sandal jepit lalu naik Angkot menuju gereja. Oh my Good! Ibadahnya sudah berlangsung. Ibadah ini dipimpin oleh seorang pendeta dengan bacaan dari Yohanes 2:1-11 yang berperikop Perkawinan di Kana. Mengawali renungan tersebut, Usi Tina dkk yang berkostum jubah dengan aneka warna, membawakan sebuah oratorium. Oratotium ini berisi seruan umat manusia yang mempertanyakan keberadaan Tuhan di tengah gempuran musuh. Di akhir oratorium itu ada pengakuan bahwa Tuhan selalu ada untuk kita.
Dalam renungannya, Pak Pendeta mengibaratkan cabang GMKI Kupang sebagai pesta perkawinan yang kekurangan anggur. Anggur dalam konteks GMKI berupa sejarah, visi misi, civitas gerakan, senior members dan hal terkait di dalamnya. Di usianya yang ke 47, GMKI juga diharapkan untuk tidak menjadi seperti bayi.
Pada kesempatan itu, Om Ebetz L. Masu, Ketua Cabang GMKI Kupang MB 2008-2010, dalam pidatonya meyentil beberapa hal menyangkut dinamika Cabang GMKI Kupang yakni: hubungan timbalik balik anggota GMKI dan GMKI yang saling menopang dan saling mempengaruhi; komunikasi internal organisasi dan komunikasi eksternal organisasi; jiwa kewirausahaan dalam GMKI; pembinaan kader GMKI secara formal dan informal (Pendidikan Kader Level Satu/PKLS); dan masalah tanah tempat berdirinya Sekretariat GMKI Kupang yang akan diterima kembali oleh pemiliknya. Setelah itu, Bapak Agus Benu, senior member yang membawakan kata sambutan, menyesalkan pelaksanaan ibadah syukuran yang seharusnya mulai pukul 16.00 Wita namun molor hinggga satu jam kemudian. Beliau juga menyampaikan beberapa pesan agar pada ruang strategis, GMKI harus datang dan berarti bagi “konsumen”. GMKI juga harus bisa memberikan sesuatu yang lebih besar dan berarti dari sesuatu yang diterimanya. Sebagai organisasi yang ‘bergerak’, ujung kurva gerakan jangan sampai mengalami regresi dari capaian tertinggi sebelumnya. Gerakan itu hendaknya dimulai dari diri kita—disiplin dalam berkuliah, jangan sampai drop out karena malas kuliah. “Anda tidak akan sendiri kecuali Anda yang menyendirikan diri”, katanya ketika mengakhiri kata sambutannya.
Ibadah syukuran yang dihadiri beberapa senior members, diantaranya Bapak Agus Benu, Bapak Yapi Niap, Bapak Rodialek Polo, Mama Mia Noach, Bapak Naldi serta beberapa senior lainnya, BPC GMKI Kupang, Pengurus Komisariat se-Cabang GMKI Kupang, para anggota dan undangan, disemaraki dengan pemotongan kue ulang tahun ke 47 oleh Om Ebetz lalu menyuapi para senior members. Eh, karena larut dalam kebahagiaan, lilin berbentuk angka 47 itu lupa dibakar. Setelah kuenya dipotong dan dimakan baru lilinnya dibakar dan ditiup. Hahahahaha . . . . !!!!
Tidak apa-apa kan? Sesekali dobrak tradisi dong!

Ketika makan bersama . . . . . !
“Apakah seksi konsumsi kehabisan anggur?”
Jangan takut! Sekarang sumber ‘anggur’ su dekat. Kita sonde haus lagi. Bisa Bantu BPC dan PK melayani orang lain.
A . . a.. .a . . ! Seandainya ‘anggur’ macet maka BPC dan PK akan mencekkean tiap hari.
Hahahahahah . . . .!!!!

SELAYANG PANDANG CABANG GMKI KUPANG

Sejarah pembentukan GMKI kupang dapat ditelusuri melalui AD GMKI pasal 5 ayat 2, yang menyatakan bahwa bentuk organisasi ini berbentuk kesatuan yang mempunyai cabang-cabang di kota-kota Perguruan Tinggi di Indonesia.
Di samping itu pula, berdirinya GMKI Kupang sangat berkaitan erat dengan berdirinya Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang pada tahun 1962 dan PGSD Negeri Kupang yang pada waktu itu sudah ada, serta kepentingan dan kesadaran pembentukan wadah kesatuan dan pengembangan kerohanian mahasiswa Kristen di Kupang.
Berdasarkan hal di atas, dengan bermodalkan pengetahuan dan pengalaman akan misi Gerakan sejak menjadi anggota GMKI Cabang Jogjakarta tahun 1955-1959 mendorong Bpk. Robert Riwu Kaho berinisatif membentuk GMKI Cabang Kupang.
Langkah pertama yang ditempuh adalah, mengadakan hubungan dengan beberapa anggota GMKI Cabang Jogjakarta, Malang dan Jakarta yang berada di Kupang antara lain :
1. Bapak Martinus Londong, BA (waktu itu sebagai Jaksa)
2. Bapak Tigor Gultom (Kepala Perdagangan NTT)
3. Bapak Welly Sereh (Camat Kota Kupang)
4. Bapak L. Radja Haba (Dosen Theologia, eks GMKI Cabang Jakarta)
Setelah mengadakan pembicaraan secara informal, mereka bersepakat dan menyetujui pembentukan GMKI Cabang Kupang dan memperoleh dukungan masyarakat Kristen. Kelima orang tersebut mengadakan hubungan dengan tokoh-tokoh masyarakat pada waktu itu antara lain : Bapak R. B Nale dan Bapak M. Tugededo (Alm) sehingga pada tanggal 18 Agustus 1962, pukul 16.00 Wita diadakan rapat perdana di SMP Negari 2 Kupang dengan agenda tunggal yaitu pembentukan calon Cabang GMKI Kupang. Hasil dari rapat tersebut adalah :
1. Semua peserta rapat menyetujui Calon Cabang GMKI Kupang dan segera melapor ke PP-GMKI di Jakarta untuk mendapat pengesahan.
2. Terbentuknya Badan Pengurus Cabang GMKI Kupang hingga menanti datangnya surat pengesahan dengan susunan sebagai berikut :
Pembina : 1. Bapak Robert Riwu Kaho
2. Bapak Tigor Gultom
3. Bapak Welly Sere
Badan Pengurus
Ketua : Jos Ngefak
Wakil Ketua : Sol Therik
Sekretaris : Habel Doko
Bendahara : Petronela Tjung
Pembantu / Anggota : Lende Umbu Tara
P. Simanjuntuk
Daud Lata
Yo Woleka

Sejak saat itu, GMKI Cabang Kupang terus bergerak dan bergumul di atas kegersangan batu karang, menyusuri medan-medan layannya (gereja, Perguruan Tinggi dan masyarakat). Mengukir karang-karang terjal dengan syalom Allah hingga menjadi relief dalam lembaran sejarah.

Sabtu, 01 Agustus 2009

Setetes Embun di Simpang Jalan

(Sebuah Refleksi Memasuki Tahun Ajaran Baru)
Ketika berada di bulan Juli, salah satu warna hidup yang patut diapresiasi adalah hilir mudik anak-anak usia sekolah dengan membawa map berisi ijazah dan kelengkapan administrasi lainnya. Mereka kadang bergerombolan bersama teman-temannya atau bersama orang tuanya saja, mengalir dalam berlaksa-laksa manusia lalu mengerumuni sekolah-sekolah sampai berdesak-desakan di loket-loket penerimaan siswa baru. Orang tua terpaksa harus mencari sekolah lain jika sekolah yang dituju menolak anaknya dengan berbagai alasan. Selain kesibukan siswa baru ini, para siswa yang menyiapkan diri untuk nantinya menduduki kelas baru juga tak kalah sibuknya, bahkan menyibukkan orang tua karena harus menyiapkan berbagai perlengkapan sekolah yang semuanya berujung pada uang.
Setelah liburan sekolah berakhir, para siswa dan guru akan membuka lembaran baru di tahun ajaran baru. Para siswa tentu mendapat teman baru, kelas baru, baju baru, buku baru, guru baru dan suasana baru serta segala yang serba baru. Para guru juga tentu mendapat siswa baru dan tantangan baru. Setelah para generasi penerus bangsa ini melewati proses administrasi sekolah yang panjang dan mungkin berbelit-belit, mereka pasti berada dalam genggaman sekolah. Lalu muncul pertanyaan bagi pihak sekolah terutama bagi para guru, mau diapakan para siswa ini?
Salah satu gejolak pendidikan yang akan turut berpengaruh terhadap apa yang akan dilakukan para guru kepada para siswa di tahun ajaran baru ini yaitu masalah hasil ujian nasional yang menurut beberapa pihak sangat memalukan dunia pendidikan kita, mengindikasikan kemerosotan mutu pendidikan, dan mencerminkan kinerja guru maupun kepala sekolah yang tidak becus dalam berusaha meluluskan siswa. Tidak hanya masalah ujian nasional tetapi ujian kenaikan kelas pun tentu mengalami gelora dan memberi efek yang sama. Seperti yang kita ketahui hasil ujian SMA dan SMK, dari 47.011 siswa peserta UN, 12.847 siswa tidak lulus dan tujuh sekolah kelulusannya 0% (Timex, 15 Juni 2009). Sementara pada tingkat SMP, dari 62.353 siswa peserta UN, 18.551 siswa tidak lulus dan 10 sekolah kelulusannya 0% (Timor Express, 23 Juni 2009). Hasil UN dari beberapa sekolah yang katanya sangat buruk ini mendapat kecaman dari pemerintah untuk menutup sekolah tersebut dan mencopot kepala sekolah bersangkutan (Timor Exppress,16 Juni 2009). Sementara mengenai hasil ujian kenaikan kelas entah bagaimana tetapi jika ada siswa yang tidak naik kelas tentu ada tekanan dari orang tua dan kepala sekolah terhadap guru bersangkutan.
Sikap mempermalukan sekolah yang angka kelulusannya buruk, ancaman menutup sekolah, mencopot kepala sekolah dan sebagainya merupakan sebuah todongan bagi para kepala sekolah dan para guru yang adalah embun penyejuk dalam kehausan untuk memilih seperti berada di sebuah jalan yang ujungnya bercabang dua ketika memasuki tahun ajaran baru. “Embun penyejuk” ini harus memilih ke kiri atau ke kanan? Meluluskan para siswa atau menyejukkan para siswa yang berada dalam kehausan?
Jika guru memilih untuk meluluskan para siswa maka bisa ditebak usaha yang ditempuh, misalnya membocorkan soal ujian bagi siswa, membantu siswa menjawab soal ujian, merekayasa nilai, setiap hari hanya melakukan try out, memberikan les tambahan, atau setiap hari hanya membahas materi yang diprediksikan akan keluar dalam ujian . Hal ini bisa saja ditempuh untuk menyelamatkan wajah sekolah dari berbagai kecaman atau menjaga wibawa guru dan kepala sekolah serta mendapat pujian dari atasan karena “kerja kerasnya”. Sementara jika guru memilih untuk mencerdaskan anak didiknnya, guru tersebut tentu berusaha menjembatani para siswa untuk memperoleh pengetahuan, membentuk watak siswa dan mengembangkan potensi yang dimiliki siswa.
Tekanan kepada guru atau kepala sekolah karena hasil ujian yang tidak mencapai target serta digunakannya hasil ujian akhir sebagai indikator keberhasilan pendidikan bisa mengaburkan peran guru, fungsi pendidikan dan tujuan pendidikan karena semua kekuatan komponen pendidikan seperti kepala sekolah dan guru hanya diarahkan untuk mencapai target kelulusan yang ditetapkan. Apakah guru berperan untuk meluluskan siswa? Apakah pendidikan berfungsi untuk meluluskan siswa? Apakah pendidikan bertujuan agar lulus dan berijazahnya siswa?
Memasuki tahun ajaran baru ini, apakah sekolah (guru) harus mencerdaskan siswa atau meluluskan siswa? Sebagai embun penyejuk dalam kehausan, para guru atau kepala sekolah hendaknya tidak perlu merasa nasi seperti sekam dan air seperti racun ketika ujian nasional atau ujian kenaikan kelas digunakan untuk mengukur keberhasilan pendidikan dan ketika adanya punishment dari pihak lain karena hasil ujian tidak maksimal. Anggap saja semua yang terjadi sebagai pemacu adrenalin untuk lebih ‘gila’ dalam menjalankan tugas sebagai pendidik untuk mencerdaskan para siswa. Lagi pula menilai keberhasilan pendidikan, kinerja guru, mutu pendidikan menggunakan hasil ujian hanyalah penilaian yang parsial. Selain itu, keberhasilan dalam ujian bisa juga karena faktor untung-untungan saja atau karena kebetulan.
Agar guru sebagai pendidik tidak hanya meluluskan para siswa karena tertekan maka tugas guru yaitu merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan (pasal 39 UU RI No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas) perlu direnungkan dengan baik dalam menjalankan peran sebagai guru. Guru bukanlah pengkhotbah atau penceramah yang selalu menghujani siswa dengan penjelasan panjang lebar tentang pelajaran yang mengkantukkan siswa. Guru bukanlah pendikte yang selalu mendiktekan isi buku kepada siswa sepanjang hari. Guru bukanlah robot yang dikendalikan untuk meluluskan siswa. Pada masa kini guru adalah seorang fasilitator yang memfasilitasi siswa untuk belajar atau mengetahui apa yang tidak diketahui, membentuk watak siswa serta memfasilitasi siswa untuk mengembangkan potensinya. Untuk itu maka guru sebagai salah satu komponen pendidikan hendaknya memahami fungsi pendidikan (mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa) dan tujuan pendidikan (berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab) sebagaimana tertuang dalam pasal 3 UU RI No. 23 Tahun 2003 tentang Sisdiknas.
Apabila seorang guru benar-benar mencerna fungsi dan tujuan pendidikan niscaya fungsi pendidikan pasti dilaksanakan demi menggapai tujuan pendidikan bukan hanya mengejar kelulusan. Apalah artinnya mengajar bahkan menghajar siswa sampai mengahafal semua tenses namun Bahasa Inggris siswa morat-marit? Apalah artinya nilai ujian pendidikan agama yang melebihi standar kelulusan namun kelakuan siswa melanggar norma agama? Camkanlah bahwa keberhasilan pendidikan tidak bisa divonis hanya dengan melihat nilai-nilai ujian siswa. Penilaian ujian nasional hanyalah sebuah ketidakadilan di negeri ini karena tidak memperhatikan keragaman peserta didik, ketersediaan sarana dan prasarana serta sebagai penilaian yang tidak mencakup semua aspek yang harus dinilai. Menurut Prof, Dr. Z. Mawardy Effendi,M. Pd, pendidikan secara keseluruhan meliputi aspek intelektual, emosional dan kinestik atau jasmani. Ujian nasional yang digunakan untuk menilai itu hanya mencakup aspek intelektual siswa (Kapanlagi.com, 23 April 2008)
Oleh karena itu, wahai para guru, jangan takut jika nantinya anak didikmu tidak naik kelas atau tidak lulus ujian. Meluluskan siswa bukan tugas seorang guru. Cerdaskanlah anak didikmu, bentuklah wataknya dan kembangkanlah potensinya maka anak didikmu bisa naik kelas atau lulus. Jika anak didik lulus belum tentu dia cerdas, wataknya baik dan potensinya sudah dikembangkan. Janganlah menjadi embun penyejuk yang bimbang di simpang jalan pendidikan kita. Tetapkanlah niat muliamu untuk menyejukan tunas-tunas muda harapah bangsa.
Kehormatan seorang guru adalah mengajari seorang siswa sampai cerdas, budi pekertinya baik dan potensi-potensinya berkembang sedangkan aib seorang guru adalah mengajari seribu orang siswa hanya untuk lulus ujian.
Selamat berjuang di tahun ajaran baru ini!

Buruan Cium ‘Ina’

Tanggal 26 Mei 2009, hari yang bersejarah bagi kita, khususnya masyarakat Sabu Raijua karena perjuangan semua komponen yang sarat syarat, tantangan dan pantangan telah indah pada waktunya. Setelah terbitnya UU Nomor 52 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Sabu Raijua di Provinsi NTT, sang bungsu dalam keluarga Flobamora ini diresmikan sebagai daerah yang berdiri mandiri. Beberapa hari kemudian pun warga Sabu Raijua meluapkan sukacitanya dalam pesta rakyat yang berpusat di lapangan Napae, Seba.
Dalam dua seremoni itu—peresmian kabupaten Sabu Raijua dan pesta rakyat, berciuman hidung pasti tak terhindarkan. Berciuman (hengedo) bagi masyarakat Sabu sudah menjadi tradisi. Ciuman merupakan sarana bagi orang Sabu untuk mengungkapkan beribu perasaan yang bergemuruh dalam hati. Camat Sabu Barat. Wempy Imanuel Riwu pernah mengatakan bahwa ciuman (kepada tamu) menunjukan perdamaian dan keterbukaan hati (Pos Kupang, 20 Mei 2008).
Sebuah ciuman tentu memiliki penyebab dan tujuannya. Orang Sabu tentu berciuman karena tradisi serta bertujuan untuk menyampaikan berbagai isi hati sedangkan sepasang kekasih yang berciuman bisa saja karena dorongan nafsu belaka demi kepuasan batiniah. Ciuman bisa sebagai solusi tetapi bisa menjadi masalah, misalnya ciuman Yudas kepada Tuhan Yesus yang merupakan sebuah tanda penyerahan.
Dalam konteks pemekaran Sabu Raijua, terbitnya UU RI Nomor 52 Tahun 2008 merupakan ‘ciuman’ pemerintah pusat kepada segenap warga Sabu Raijua. Ada apa di balik ‘ciuman’ pemerintah pusat ini? Apakah karena kepentingan oknum-oknum tertentu? Apakah untuk membebaskan kabupaten induk dari Sabu yang mungkin sebagai batu sandungan?
Entah karena apa dan untuk apa, yang pasti pemekaran Sabu Raijua dari kabupaten Kupang sebagai upaya mendekatkan dan meningkatkan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah (UU RI Nomor 52 Tahun 2008). Pemekaran daerah tersebut juga tentu bertujuan untuk membuka kesempatan dan lapangan pekerjaan, memperkuat ekonomi rakyat, memberikan kesempatan kepada daerah dalam mengelola potensi-potensi alam serta mendapatkan investor secara langsung.
‘Ciuman’ pemerintah pusat ini telah disambut hangat oleh segenap warga Sabu Raijua yang tercermin dalam pesta rakyat pada 5 Juni 2009.
Dalam berproses untuk mewujudkan Sabu Raijua yang mandiri dan makmur di tengah hamparan laut biru, hengedho hendaknya menjadi spirit bagi masyarakat dan pemerintah.
Satu hal yang patut mendapat jamahan serius adalah pendidikan warga Sabu Raijua. Hal ini mengingat pendidikan memberikan andil yang besar dalam pembangunan sebuah daerah. Pendidikan tentu berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (UU RI No 20 tahun 2003). Jika masyarakat Sabu terutama generasi muda terdidik dengan baik, niscaya Sabu Raijuan bisa mengguncang dunia karena kemajuannya.
Dalam menyatakan masyarakat yang terdidik, terutama melalui jalur formal, ada beberapa hal yang patut diperhatikan yaitu komponen masukan instrumental (tenaga pendidik, tenaga kependidikan, kurikulum, anggaran, sarana dan prasarana) dan masukan lingkungan (kehidupan sosial masyarakat, ekonomi, politik dan sebagainya) harus memadai (Tirtarahardja dan Suta, Asas-Asas Pendididikan, 2000). Jika kedua komponen ini komplit dan bersenyawa dalam sebuah proses pendidikan yang baik maka masukan mentah (siswa) bisa menjadi output yang berkualitas dan tidak hanya sekedar memenuhi tuntutan wajib belajar sembilan tahun.
Membahas mengenai tenaga pendidik, tenaga kependidikan, anggaran pendidikan serta sarana dan prasarana, beberapa hal ini selalu menjadi masalah basi di Flobamora tercinta. Di berbagai kabupaten yang sudah mandiri sekian tahun saja masih kekurangan guru, ketiadaan sarana belajar, kecurian anggaran pendidikan, apalagi di Sabu Raijua yang baru berumur beberapa hari. Kendala kemajuan pendidikan lain bisa juga datang dari enviromental input terutama keadaan ekonomi, kehidupan sosial masyarakat, transportasi dan informasi. Kenyataan menunjukan bahwa banyak anak usia sekolah di Sabu Raijua yang tidak bersekolah karena ingin sukses seperti orang yang pergi merantau atau lebih suka mencari nafkah daripada bersekolah (http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/). Sebagaian masyarakat Sabu Raijua juga masih memandang pendidikan formal bagi anak perempuan tidak penting dan tidak adanya kemampuan orang tua secara ekonomis untuk menyekolahkan anak (lih. hasil penelitian Dorci Kana Gae dkk berjudul Pandangan Orang Sabu Tentang Kesempatan Memperoleh Pendidikan Formal Anak Perempuan Di Desa Raemude Kecamatan Sabu Barat Kabupaten Kupang,2007). Di sisi lain, Sabu Raijua juga selalu terisolasi ketika cuaca tidak bersahabat pada musim hujan. Masalah-masalah seperti itu tentu menjadi hambatan bagi kemajuan pendidikan di Sabu Raijua sehingga dibutuhkan penanganan yang efektif.
Untuk mengatasi kekurangan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, selain perekrutan, perlu ada pemerataan penempatan karena sering kali ada penumpukan tenaga pendidik atau tenaga kependidikan di dalam kota sedangkan di pelosok-pelosok mengalami kekurangan. Ketidakmerataan itu bisa karena tidak konsistennnya aparat pemerintah dalam pengabdian, bisa juga karena ketiadaan sarana pendukung lain seperti listrik, sumber air dan sebagainya sehingga perlu adanya pencerahan bagi para abdi negara ini yang bertugas di pelosok-pelosok disertai pembenahan fasilitas penopang lainnnya. Sementara mengenai kurangnya minat anak untuk bersekolah dapat diminimalisir dengan penyadaran bagi orang tua dan anak tentang manfaat pendidikan. Sarana belajar yang memadai dan layak juga harus dibangun agar bisa menunjang keefektifan pembelajaran di sekolah. Dalam pengalokasian anggaran untuk pendidikan, harus ada pengawalan yang ketat sehingga tidak ada penyelewengan-penyelewengan. Menyangkut masalah ekonomi masyarakat dan sarana transportasi yang berdampak pada mutu pendidikan, dapat diatasi dengan meningkatkan profesionalitas petani dalam. mengelola rumput laut dan pohon lontar—yang merupakan bahan dasar bioetanol. Jika petani bisa mengelola rumput laut dan lontar dengan baik, diikuti dengan kehadiran pabrik rumput laut atau pabrik pengelola nira menjadi bioetanol, alasan ekonomi dalam menyekolahkan anak bisa teratasi Pelabuhan laut yang semula hanya disinggahi kapal-kapal kecil, bandara yang semula hanya didarati pesawat jenis cassa, jalan raya yang belum memadai hendaknya dibenahi juga agar mempermudah akses pendidikan
Sabu Raijua yang menyepi di antara himpitan lautan bagai seorang gadis Sabu (Ina Sabu) dengan kejelitaan alaminya. ‘Ina’—Kabupaten Sabu Raijua yang rupawan ini membutuhkan banyak polesan agar tampil menawan tetapi jangan sampai polesan itu membuat ‘Ina’ mabuk Bir dan tidak mau minum tuak manis lagi atau merasa sudah seksi jika memakai celana Levis botol lalu tidak mau memakai memakai sarung.‘Ina’ yang cantik ini jangan pernah dikhianati dengan ‘perselingkuhan’ dengan oknum-oknum serakah sampai hidupnya merana. Marilah kita bersama-sama menguras keringat dan air mata demi kejelitaan ‘Ina’ yang tersohor sampai ke ujung bumi.
Apakah kita mau agar ‘Ina’ ini cantik? Makanya buruan cium ‘Ina’!
Hewakka henge-dh'o Ina!

Kepentingan Politik vs Kekeluargaan

Politisi tidak mempunyai teman abadi dan musuh abadi.
Yang dipunyai hanyalah kepentingan abadi
(Roseleen Nzioka)
Ketika aroma pesta politik mulai berhembus ke segala penjuru bumi pertiwi dalam hantaran deru angin, berbagai gesekan, gosokan dan gasakan politis mewabah di mana-mana hingga suasana memanas, berkobar sampai membara, lalu akhirnya padam. Elit-elit politik yang mencuatkan diri sebagai para petarung sejati dalam sebuah kompetisi baik Pilkada, Pileg maupun Pilpres dan Pilwapres bagai dua atau setumpuk besi tua yang bergesekan hingga memercikkan api dan mengobarkan spirit perjuangan dalam kubunya. Kemunculan para kompetitor politik ini menciptakan berbagai kubu hingga ke masyarakat akar rumput. Munculnya kubu-kubu tersebut adalah sebuah pelangi yang menyemaraki atmosfir demokrasi. Hal ini wajar karena kita sebagai anak-anak pertiwi tentu memiliki impian yang sama terhadap kemajuan negeri ini namun menempuh jalan yang berbeda.
Perbedaan misi, cara pandang dan pilihan politik tentu tidak bisa dielak dalam sebuah kehidupan yang demokratis namun sangat disayangkan jika perbedaan-perbedaan itu tidak dijunjung tinggi. Sangat ironis jika orang lain yang berbeda pilihan dipaksa untuk mengikuti apa yang tidak ia pilih. Sangat mengharukan jika kubu-kubu yang telah berseliweran di seluruh pelosok mulai bertikai karena tidak mau mengakui kelemahannya dan kelebihan kubu yang lain.
Adu jotos antar berbagai kubu dalam setiap perhelatan politik ini seperti yang telah kita saksikan dalam beberapa Pilkada, Pileg atau mungkin dalam Pilpres dan Pilwapres yang sementara bergemuruh ini serta berbagai pergolakan politik lainnya.
Beberapa waktu lalu dalam pemilihan kepala daerah di Maluku Utara, kubu Thaib Armayn - Gani Kasuba bentrok dengan kubu Abdul Gafur - Abdul Rahim Fabanyo (Timor Express, 21 Juli 2008). Penyelengaraan Pilkada di bumi Flobamora juga tak luput dari noda konflik. Pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur pada beberapa waktu lalu, ada tidakan anarkisme—pengrusakan kantor KPUD NTT oleh paket tertentu yang melibatkan massanya (Timor Express, 21 Mei 2008). Penyelenggaraan pemilihan bupati dan wakil bupati di berbagai daerah di NTT juga sarat dengan berbagai kecurangan dan konflik antar kubu, begitu pula dengan Pileg. Selain terjadi kericuhan dan penyimpangan, juga terjadi banyak perceraian suami dan istri karena gagal dalam berpolitik serta istri terabaikan karena suami lebih mencintai aktifitas politiknya (Lampung Pos, 3 Agustus 2008).
Mengapa pertikaian, kampanye hitam, penggelembungan suara dan berbagai pelanggaran lainnya selalu terjadi dalam suatu pesta demokrasi? Keberadaan setiap kompetitor dan kubunya dalam sebuah pertarungan tentu dilatarbelakangi oleh sebuah motivasi. Motivasi-motivasi, terutama motivasi untuk berkuasa, mendapat jabatan, merontokkan lawan politik, mendapat pujian dari atasan partai merupakan motor penggerak yang memicu timbulnya hal-hal busuk dalam berdemokrasi. Selain itu juga karena ada egoisme (sikap, perasaan dan cita-cita) yang tidak realistis sehingga menimbulkan agresifitas untuk mempertahankan diri (Sukmadinata, 2004). Egoisme para politisi juga terlihat dari sikap menganggap dirinya paling baik lalu suka mencela atau membenci lawannya. Narsisme dan sadisme para politisi ini turut memberikan peran yang signifikan dalam sebuah kekisruhan politik. Noda-noda demokrasi ini timbul juga akibat frustasinya elit-elit politik bersama barisan-barisan pendukungnya karena gagal dalam meraih kursi dan jabatan atau karena gentar terhadap rivalnya. Jika seorang politisi frustasi karena lawannya begitu tangguh maka yang dilakukan seperti melakukan kampanye hitam tentang lawannya, menggelembungkan suara dalam pemilihan, dan sebagainya sedangkan politisi yang frustasi karena kalah dalam pemilihan bisa saja mengerahkan massanya untuk bertindak anarkis, atau suka mencari-cari kesalahan lawannya yang sukses untuk mengganjalnya. Sebagaimana dalam teori frustasi- agresi bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan, akan timbul dorongan agresif yang mendorong suatu perilaku untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustrasi (http://bowothea.blogspot.com). Mental berpolitik seperti ini hanyalah warisan dari Orde Baru yang diindikasikan dengan menghalalkan semua cara untuk meraih kekuasaan demi kepentingan pribadi lalu berusaha untuk mempertahankan kekuasaan itu sampai habis-habisan.
Kepentingan-kepentingan tertentu dalam berpolitik ini telah menginfeksi dan menghancurkan roh kekeluargaan kita dalam semua lapisan masyarakat, baik di kalangan elit politik maupun masyarakat kecil. Elit-elit politik yang dahulu selangkah seirama bisa ‘berseteru’. Tim-tim sukses yang dahulu merupakan sahabat bisa saling mengintai untuk saling menyerang. Rakyat kecil yang dahulu hidup rukun dalam keluarga bisa hancur karena perbedaan pilihan politik. Hal ini bisa saja terjadi dalam pemilihan presiden dan wakil presiden. Secara psikologis, perang antar tiga pasangan pemimpin kita, antar tim sukses dan antar simpatisan telah berkobar melalui berbagai pernyataan di media massa atau melalui aktivitas lainnya, termasuk perang iklan. Para calon presiden dan wakil presiden selalu mengkritik lawannya dengan pernyataan yang panas lalu lawannya pun membalas dengan kritikan atau sindiran yang tak kalah panas. Tim-tim sukses menjanjikan kemenangan atau mengklaim kemenangan di mana-mana. Iklan-iklan yang mencerminkan narsisme dan rayuan manis para politisi juga menjamur di mana-mana. Perang psikis ini membuat gesekan-gesekan antar kubu semakin panas dan dapat mencederai kekeluargaan kita jika kepentingan sesaat sajalah yang diutamakan.
Pemilihan presiden dan wakil presiden yang kini bersemarak, berjalan dalam momentum Hari Keluarga Nasional sehingga roh kekeluargaan diantara elit politik sampai masyarakat akar rumput yang terkotak-kotak dalam berbagai kubu politik hendaknya semakin berkobar dalam setiap perbedaan. Sebagai politisi sejati, tim sukses, petinggi partai dan sejumlah elit politik lainnya, motivasi yang menjadi penggerak keterlibatan dalam gelora kecamuk politik hendaklah bukan motivasi untuk mengejar jabatan, kedudukan, atau keruntuhan lawan politik. Alangkah mulianya jika itu bukan karena ada udang di balik batu atau bukan karena ada kepentingan pribadi dan golongan di balik pemilihan presiden dan pemilihan wakil presiden tetapi karena kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Janganlah memperdayai dan memanfaatkan keluguan rakyat kecil sebagai mesiu dan rompi anti peluru dalam menyerang lawan politik tetapi berdayakanlah para akar rumput ini agar memiliki sikap demokratis yang pada akhirnya menghargai perbedaan. Tim-tim sukses yang dalam menjalankan fungsinya bersentuhan langsung dengan masyarakat hendaknya memberikan pendidikan politik bagi masyarakat dan bukan memprovokasi atau memaksakan kehendak kepada masyarakat. Sebagai masyarakat juga janganlah terprovokasi dengan isu-isu murahan seperti isu suku, agama dan ras serta golongan yang sengaja dihembuskan oleh pihak-pihak tertentu dan jangan mau menjual suara kita. Jangan sampai kemesraan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat yang telah terjalin selama ini menjadi kisut akibat disusupi kepentingan-kepentingan tertentu.
Dalam pemilihan presiden dan wakil presiden, semangat Bhineka Tunggal Ika kiranya selalu membara dalam jiwa kita. Masalah di laut, jangan dibawa ke darat. Masalah perseteruan politik janganlah dibawa-bawa ke dalam keluarga. Gejolak dendam politik hendaknya diredam lalu saling berangkulanlah menuju sebuah kehidupan berbangsa dan bernegara yang penuh dengan rasa kekeluargaan. Rasa kekeluargaan yang dijalin janganlah hanya sebuah kepura-puraan belaka untuk meraih tujuan pribadi. Apalah artinya kemunafikan (bersahabat, berkoalisi atau berkeluarga) dengan partai atau kubu tertentu hanya untuk mendapat jabatan, memanfaatkan koalisi yang besar untuk membalas dendam pada lawan yang berada di kubu lain, ataupun untuk menjadi penghianat dalam kubu itu?
Kemenangan sejati dalam suatu pertempuran politik adalah memenangkan rasa kekeluargaan dari berlaksa-laksa pertikaian yang muncul sebagai akibat dari ambisi akan kekuasaan.